Lihat ke Halaman Asli

Berbagi itu Indah, tapi...

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebagai orang tua yang baru belajar (9 tahun menikah) dan memiliki tiga orang anak yang rentang usianya cukup pendek (anak pertama usia 8 tahun, anak kedua hampir 7 tahun dan anak ketiga hampir 5 tahun) kami merasa setiap hari ada saja sesuatu yang baru. Kejadian demi kejadian silih berganti dan tak jarang membuat kami marah, gondok ataupun terpingkal-pingkal.

Momen berkumpul dengan semua anggota keluarga adalah momen mahal, saya bekerja dari pagi buta hingga malam menjelang dan tak jauh beda dengan bundanya anak-anak yang juga jarang dirumah, sementara anak pertama saya (Kanza) sudah punya rutinitas ‘sekolah’ sendiri, anak kedua (Edo) dititipkan ke pesantren dan anak ketiga (Neifa) juga jarang dirumah, jadilah momen berkumpul itu hanya disaat istimewa (ketika semua libur). Alhamdulillah satu minggu terakhir kami bisa kumpul bareng dan yang terpenting Edo kini akan bersekolah di sekolahnya bunda.

Kami selalu mengajarkan kepada anak-anak kami untuk berbagi, dermawan itu baik dan suka memberi itu adalah sifat terpuji dan alhamdulillah semua anak-anak kami melaksanakan ajaran mulia itu, anak-anak kami menjadi anak yang sangat suka berbagi, apa saja seolah milik bersama.

Neifa (sibungsu) misalnya, jika ada sahabat-sahabatnya maka ia akan bercerita bahwa dikulkasnya ada banyak makanan dan ia bahkan mempersilahkan kepada semua sahabatnya untuk mengambil sendiri apa yang mereka mau, (saya sering salah duga saat isi kulkas ludes tak tersisa, saya tadinya mengira bahwa semua makanan itu dilahab Kanza yang selama ini diet ketat karena terapi hyperactive). Jika Neifa memiliki mainan maka semua temannya ia suruh memilih apa yang mereka sukai (Tak jarang bundanya marah karena mainan yang baru dibeli langsung habis dibagi-bagi).

Sedangkan anak kedua kami (Abang Edo-begitu kami menyapanya) tak kalah sigap, Saat ia menyantap eskrim maka teman-temanya pun ia suapi satu persatu, jika ia pesen jajanan maka ia juga memesan untuk yang lain jadi ia tak pernah jajan untuk dirinya sendiri, saat saya belikan sekaleng minuman pencegah panas dalam misalnya, ia langsung menukas, “Yah, buat bunda, neifa, mbak kanza, tante sari, om jaya, om hari mana?, kasian kan mereka gak dibeliin”.

Anak pertama (Kanza) juga baik, ia yang awalnya lumayan pelit kini sudah ‘terjangkiti’ adik-adiknya walau kebaikan berbaginya masih sebatas dialat-alat belajar dan permainan tapi itu sudah merupakan kemajuan yang luar biasa mengingat ia adalah anak yang luar biasa istimewa.

Kini kami menasehati bahwa berbagi itu baik tetapi ada batasannya juga....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline