Lihat ke Halaman Asli

Moratorium: Pengusik Mimpi Indah

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintahan Jokowi Jk yang baru saja terbentuk memang fenomenal.Kefenomenalan Jokowi ini  dimulai dari pencalonan dirinya sebagai presiden yang dinilai masih terlalu dini hingga upaya pencegatan pemerintahan Presiden Jokowi dengan kokohnya koalisi merah putih di parlemen. Tidak cukup sampai di situ,pada beberapa hari setelah pengangkatan beliau sebagai presiden ke tujuh Indonesia tersiar kabar yang cukup menggemparkan bagi sebagian kalangan di Indonesia. Terutama bagi mahasiswa di Sekolah Tinggi yang berstatus Ikatan Dinas.Yang notabennya sudah sebagai calon pegawai negeri sipil yang siap pakai.

Bagaimana tidak,selama ini mahsiswa ikatan dinas hanya terpaku bagaimana cara belajar secara formal. Dengan kata lain mahasiswa ikatan dinas adalah mahasiswa yang cenderung pasif dan acuh terhadap lingkungan. Ini bukan berarti tidak ada mahasiswa ikatan dinas yang aktif,hanya saja jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Mahasiswa di Sekolah Tinggi yang berstatus ikatan dinas ini sebenarnya memiliki potensi yang besar bagi kesejahteraan bangsa Indonesia pada umumnya dan diri mereka sendiri pada khususnya. tetapi mereka tidak mengeksplor semua itu dan hanya terpaku pada embel-embel gaji PNS.

Sehingga dalam konteks ini,moratorium bisa dianggap sebagai gong yang membangunkan mimpi indah mereka agar tidak terpaku pada zona nyaman,melainkan tetap melihat potensi-potensi yang ada sehingga tetap siap dalam menghadapi berbagai macam kondisi yang ada di masyarakat ataupun kebijakan-kebijakan pemerintah yang sering kali tidak bersahabat.

Selain mahasiswa yang berstatus ikatan dinas yang hanya bermimpi indah di zona nyaman,lingkungan kampus mereka seakan juga mendukung mimpi indah mereka dengan tidak memberikan sarana sarana yang memadai bagi mahasiswa untuk mengembangkan diri. Contoh saja seperti di kampus saya Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, di sini perpustakaan yang merupakan tempat mahasiswa mengembangkan diri tak ubahnya seperti gudang buku stock. Semua buku yang ada hanya berlafaz kan statistik. Memang anak statistik cuman boleh tau statistik saja ya? Tentu saja hal ini menjadikan pengetahuan dan wawasan mereka selain mengenai ilmu yang mereka pelajari menjadi nol. Padahal sebagai penyaji data wawasan yang luas mutlak diperlukan agar saat berbicara di depan umum mereka tidak hanya menyajikan data secara deskriptif saja tetapi juga mengetahui sebab dan akibatnya. Akan lebih mengagumkan lagi jika mahasiswa statistik ini dapat menghubungkan dengan keadaan perekonomian ataupun ikut menyumbangkan ide terhadap kemajuan bangsa. Anak statistik kan ibarat sudah tau 'dalem-dalemnya' kalau disuruh membersihkan atau membangun tentu leih kompeten.

Tetapi apa mau di kata saat ini kebijakan ini sudah terlanjur bergulir seperti bola panas, di satu sisi hal ini akan menimbulkan perombakan sistem birokrasi yang hebat. Indonesia memang memiliki akar permasalahan utama yaitu pada birokrasi. Tetapi akan menimbulkan korban seperti contohnya anak ikatan dinas dan pegawai honorer. Mungkin ini adalah pengorbanan kita untuk bangsa ini. Dalam revolusi memang harus ada yang dikorbankan. Sekarang bagaimana carannya mahasiswa ikatan dinas seperti kita memutar otak dan mencari cela untuk mengembangkan ilmu pengetahuan kita ataupun mempraktekkannya di dunia kerja nyata. Kita juga harus memiliki kemampuan-kemampuan lain yang harus diasah yang sepertinya semua orang memilikinya. Kita bukan korban sesungguhnya jika kita pandai melihat segala sesuatunya dari sisi yang berbeda. Ini justru tantangan untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan lebih mengeksplorasi kemampuannya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline