Dulu.. aku selalu memohon kepada Tuhan, agar bagaimana dan apapun keadaannya tak akan ada alasan apapun yang bisa memisahkan kamu dari hidupku, dari segala keceriaanku, tapi mulai detik ini aku menyerah.. aku pasrah atas segala apapun keputusan yang dijatuhkan Tuhan atas takdir kita, bukan.. tapi atas takdirku tentang kamu.. karena dari sekian detik, sekian menit bahkan sekian bulan aku mencoba tersadar, aku lah orang yang paling bersalah atas semua ini, atas setitik hal yang menjadikanku sehancur ini,, tapi.. aku tahu betul kamu yang merasakan kehancuran itu lebih dulu dan lebih parah dariku.
Dan kini aku hanya bisa berandai – andai tanpa bisa melakukan apapun untuk memperbaiki retak yang kubuat sendiri. Andai saja aku bisa membicarakannya pelan-pelan, andai saja kamu mengetahui semuanya dari mulutku sendiri andai saja.. andai saja.. dan masih banyak andai saja yang tak pernah bosan bergelayut di otakku.
Cukup sudah aku menyiksa batinku sendiri dengan segala keacuhanmu, iya acuhmu yang makin memperbesar rasa bersalahku, setiap hari kamu selalu memperlakukanku bagai putri. tak ada nada ataupun raut kekecewaan sedikitpun tersirat dari lakumu, kamu selalu menganggap semuanya baik – baik saja, selalu menganggap tak pernah terjadi apa-apa, padahal aku tahu dan yakin sekali bahwa di lubuk hatimu yang paling dalam, ada luka menganga yang terasa amat perih walau sudah kamu coba obati dengan cara apapun, dan aku tahu betul, akulah orang yang melukiskan luka itu dengan indahnya.
Cukup sudah kamu rela menahan jutaan luka yang terus berkecambuk itu hanya demi melukiskan senyum diwajahku, bahkan.. dengan duduk disampingmu, aku bisa merasakan bagaimana sakitnya luka itu menggerogoti hatimu, sungguh, seutas senyummu amat sangat menyiksaku.
Cukup sudah aku merengek meminta kamu melakukakan apapun sabdaku, aku bukan tuanmu, cukup sudah aku memaksamu melakukan segala kehendakku, kamu bukan budakku, cukup sudah aku meneteskan air garam diatas lukamu,, cukup… aku menyayangimu.
Mungkin ini jawaban atas segelintir ketidaksukaan akan kisah kita, mungkin ini adalah akhir yang mereka inginkan, mungkin segalanya akan menjadi lebih baik setelah ini. Mungkin kamu bisa mulai membenciku dengan semua ini, karena aku merasa itu lebih baik daripada kamu terus bersembunyi dibalik topeng yang terasa menyayat itu.
Mungkin nyatanya.. aku adalah orang yang pantas untuk ditinggalkan..
karena aku tak lebih dari sebuah caci tak pernah kamu ungkap
Dariku.. sahabat dalam kesakitanmu
Duri dalam senyummu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H