Aku mencoba memaknai arti dlam setiap caci
Mencoba mengerti isi dari setiap maki
Aku sadar ini bukan saat aku meratap
Meraung meminta apa yang telah lewat
Merengek memohon apa yang telah pergi untuk kembali
Andai aku punya satu kali kesempatan
Akan kutarik segala ucap
Ku bungkam segala sikap
Agar aku dapat terlepas dari jerat yang semakin membuat engap
Harusnya..
Aku bisa lebih bijak dalam bertindak
Agar tak terkena kapak sebab keegoisanku sendiri
Harusnya..
Kita bisa bicara sebentar
Duduk santai sambil menyeringai pada senja di ngarai
Harusnya..
Aku tak pernah membiarkan segala lirih hanyut dalam lautan pedih
Harusnya..
Aku ada disini bersamamu
Bukannya membiarkan darahmu mendidih menahan sedih
Sebab aku lah yang tak pernah mau mengalahkan semua ego demi sebuah kasih
Tapi nasi telah menjadi basi
Kini tak akan pernah lagi kutemukan tawa dalam setiap duka
Tak akan lagi kutemukan ceria dalam setiap lara
Karena aku..
Telah membiarkan cinta itu pergi tanpa sebuah alasan nyata
Yang mungkin dapat sedikit memperbaiki yang telah sirna
Karena aku..
Telah menorehkan luka dan menambahnya lagi dengan ribuan luka yang tak seharusnya ada
Karena aku..
Adalah alas an mengapa senja tak lagi menyapa
Ia kecewa..
Kini aku hanyalah sebatangkara, hina
Setidaknya itu yang pasti pernah terlintas dibenakmu
Walau tak pernah sanggup terucap dari bibirmu
Aku tahu..
Sakit yang tak pernah henti kau rasakan adalah sakit saat kau tetap percaya, tetap tertawa, tetap menerima
Meski kau tahu persis bahwa nyatanya..
Aku benar-benar menghunuskan pedang tajam tepat dihatimu
Hingga kau sama sekali tak bisa merasakan sakit yang sesungguhnya
Karena kau selalu menutupi segala luka.. demi senyum seseorang yang tak lain adalah sumber dari luka-luka yang tak pernah kuasa kau balut.
Ya..
Lukamu.. Sakitmu..
itu Aku....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H