Sajak Ludi untuk Presiden
(Oleh :Salmah Naelofaria)
/1/
Ludi terus berjalan mengikuti Maimunah
Keringat mengucur sampai ubun-ubun basah
Tangan berlapis perban mulai menampakkan bintik merah
Ludi tidak peduli,tetap mengikuti karena takut salah arah
Cepat sedikit bodoh !
Maimunah menoleh sambil menekan telunjuknya di dahi Ludi
Ludi menelan ludah tak sanggup menatap wanita kurus tak mandi
Kalau bukan karena Johan sudah kumakan kau dari tadi
Ludi diam seribu bahasa
Ditatapnya jemari mulai kaku tak berdaya
Ikatan perban terlalu keras rasanya
Ingin membuka, tapi takut disiksa
Lagi-lagi harus berhenti di depan orang banyak
Ludi menarik nafas penuh sesak
Tangan dikepal kaki gemetar
Satukan suara pasang wajah penuh duka
Paaak… minta paak…
Paakk….minta paak…
Paaak…minta pak…
Paakk..minta pak…
Maimunah pun tak kalah aksi
Skenario panjang dibuka bibirnya sejak tadi
Kasihani kami pak…
Dia butuh obat, dan saya tak tau, semua terasa berat… 99x
Ludi terdiam menunggu giliran
Karena kalau salah, ia pasti ditendang
Di usia kecil dilatih bermimpi
Bermimpi menjadi orang miskin sejati
/2/
Tepat jam dua Maimunah membuka kantong
Ludi menganga mengharapkan sesuatu singgah dimulutnya
Lagi-lagi ia malah disiram suara murka
Maimunah menyuruh minum seteguk air saja
Aktingmu tidak bagus, Maimunah angkat bicara
Masa aku sudah serius kau malah menatap-natap jalan raya
Seharusnya pasang muka sakit tak terhingga
Dasar bodoh, besok aku tak hendak denganmu, bentaknya
Ludi diam seperti biasa
Dua minggu memang panjang rasanya
Ia hanya menunggu giliran
Kapan ia berganti pasangan dan tempat bertandang
/3/
Jam sepuluh malam di hari yang kelam
Johan datang dengan mobilnya yang hitam
Mengklakson mengaku menunggu berjam-jam
Semua dibentak dan diajak pulang
Ludi menggigil di dalam mobil
Persendian seperti lepas, merintih bibir
Siangnya hanya seteguk air
Malampun berteman susu secangkir
Ditatapnya kanan dan kiri
Soleh tertidur, adiknya melamun
Kak Titin menangis, Julita meringis
Maimunah dan Johan sibuk berpelukan sangat romantis
Tak ada yang peduli dengan tangisan
Semua terbiasa dengan ringisan
Luka di badan terkadang cuma bohongan
Tetapi kadang dibuat benaran
Kenapa Ludi ada di sini
Teringat Johan yang tegap berdiri, di depan rumahnya di pagi hari
Menebar janji dimasukkan ke sekolah pramugari
Asal ayah ibu mengizinkannya pergi
Ludi menghitung hari
Kapan ia bisa ke kampungnya kembali
Menanam padi dan menyiangi
Mencabut rumput dan menggembala sapi
Jauh beda dengan di sini
Di tiap hari selalu dibenci, dicaci maki tak segan hati
Dihantui dan terus dihantui
Untuk dapat uang lebih dari yang tadi
/4/
Kalian harus pintar cari target
Jangan salah bercerita di depan orang
Usahakan wajah seperti tak pernah kenyang
Kernyitkan dahi seolah banyak pengharapan
Ceramah Johan menutup pertemuan pagi
Ludi kembali menaiki mobil
Kali ini dia mendapat teman baru
Dia yakin diturunkan juga di tempat yang baru
Do’a Ludi terkabuljuga
Dia berdua dengan Aditya
Anak sebaya dari kampung yang sama
Cuma lebih putih dan ompong giginya
Kemarin Johan patahkan giginya
Katanya Adit sakit giginya
Darah mengalir penuh jeritan
Aditya menangis sejak semalam, hingga hari ini mata bengkak dan lebam
Orang pun menaruh iba
Adit menangis Ludi meringis
Mata sembab Adit membawa keberuntungan
Kantong Ludi penuh dengan uang logam
Ludi yakin Johan senang
Uang yang didapatkan di luar dugaan
Ia lebih senang dengan Adit di jalanan
Karena sehati dan tak pelit makanan
Tapi mungkin tidak bagi Adit
Gigi yang kuat dilepaskan memang menyakitkan
Padahal ia tak merasa ada yang goyang
Entah apa maksud dari si Johan
/5/
Kalau aku sekolah, aku sudah kelas empat
Ludi berbicara di depan gadis berjilbab
Tapi ayah sudah tiada
Ibupun pergi entah kemana
Dialog itu berulang-ulang dilafalkannya
Pada setiap orang yang dijumpainya
Adit pun tak banyak bicara
Karena saat ini dia diunjuk sebagai adik yang diam saja
Gadis berjilbab menunjukkan foto
Mesjid Raya Medan yang megah dan besar 1
Ludi berdecak dan serius mendengar
Bahwa gadis ingin mengajak keduanya shalat Ashar
Ludi dan Aditpun mengangguk
Senyum merekah teringat ayah
Tiap hari selalu mendengar ceramah
Dari wak Abdullah yang sering di musallah
Siapa tau ayah di sana
Karena itu juga tempat yang ada suara adzannya
Gadis tersenyum manis membuka pintu mobil
Ludi dan Adit sumringah masuk mobil mewah
/6/
Keduanyalupa pesan Johan
Janji jam enam, diperempatan jalan
Perempatan tempat mereka tadi pagi diturunkan
Johan mengepalkan tangan penuh dendam
Ludi dan Adit sibuk berlari di halaman mesjid
Gadis berjilbab tak henti menguntit
Sesekali menelpon, sesekali hp diotak atik
Melambaikan tangan memanggil dua bocah ganteng dan cantik
Kalian mau ikut dengan kakak?
Ke tempat yang aman tanpa Johan
Dia jahat, tak suka kebaikan
Dia seram, telah menyiksa kalian
Ludi dan Adit senang gembira
Dibawa pergi dari Johan yang sok kuasa
Dan Maimunah yang selalu menyiksa
Ludi mau, Adit apalagi..
/7/
Janji gadis berjilbab kenyataan
Mereka dibawa ke tempat mengasyikkan
Ada taman dan pepohonan
Ada rumah tua, besar dan nyaman
Tapi kenapa penghuninya banyak
Tak satupun yang dikenali
Tak satupun yang berwajah seperti gadis berjilbab tadi
Semua murung, semua tak bersahabat
Mereka tertawa terbahak-bahak
Gadis berjilbab membuka penutup kepala
Di lehernya ada tato naga
Penampilannya sangat jauh berbeda
Kalian tolol seperti bosmu
Adit ditendang Ludi ditempeleng
Uang penghasilan lepas dari tangan
Tangis memilukan mengisi ruangan
/8/
Cepat makan sebelum terlambat
Tak usah ingat Johan, dia tak ingat kalian
Kita jauh dan tak terlihat
Tetap bekerja seperti biasa
Ludi menangis menahan sakit, semalaman badannya seperti diiris
Tidur di lantai tanpa lapis, kepala pusing mendengar suara bising
Di tempat Johan lebih enak, walaupun kecil tapi dikasih kasur
Ada makanan kalau lapar, ada cemilan walau sering ditampar
Ludi memeluk Adit
Kali ini diturunkan di simpang kampus
Banyak mahasiswa yang hilir mudik
Ludi bertugas mengaku yatim tak punya duit
Ingin kembali tapi ada yang menakuti
Lelaki berbaju hitam selalu mengikuti kemana pergi
Jadi anggota baru susah dan dicurigai
Padahal hendak melarikan diri pun tak tau jalanan pasti
/9/
Ludi besok ikut dengan kak Gusti
Sekarang mandi dan ikut kakak ke Plaza Deli 2
Kita beli baju yang cocok buat Ludi
Buat besok bertemu bapak angkatmu
Antara gembira dan takut Ludi menaati
Dapat baju baru dan bapak baru
Berharap bisa keluar dari belenggu
Tapi berpikir apakah Adit boleh dibawa
Baju gaun merah berbunga
Cantik di badan Ludi yang besar walau masih berusia satu dasawarsa
Hati gembira karena tak pernah sebelumnya
Memakai baju cantik dan harganya pun selangit
Semua mata tertuju pada Ludi
Sepatu hitam melekat di kaki
Tinggi 150 centi, berat 42 kilo
Badan yang besar untuk anak seusianya
/10/
Ludi bermain di dekat akuarium besar
Lampu gemerlap menambah indah parasnya
Rambut panjang sudah dipotong tadinya
Diikat satu, dikasih pita di atasnya
Seorang bapak duduk di sampingnya
Kak Gusti mengangguk bersalaman erat
Tangannya meraih amplop putih
Bibirnya berucap ‘sampai jam dua, kalau lebih sesuai kesepakatan…
Ludi menatap penuh semangat
Bapak angkatnya ganteng berwibawa
Seperti pemain film yang sering ditontonnya
Pakai dasi, sepatu penuh gaya
Ludi ditatap, tangannya digenggam
Kening dicium diajak berjalan
Kasih sayang yang sudah lama tidak dirasakan
Teringat ayah yang sering menggendongnya di pundak
Janjinya main di taman, tapi malah masuk ke dalam
Di kamar besar ada tempat tidur terbentang
Si Bapak beraksi, Ludi pun terdiam
Tempat ini tidak seperti taman
Baju merah hanya sejam di badan
Selebihnya entah kemana menghilang
Ludi menangis merasa tersiksa
Yang terjadi ini tak pernah sebelumnya
Kenapa bapak angkat sekejam ini
Sakit terasa sampai ke ulu hati
Ludi kecil tak pernah mengerti
Kenapa semua suka menyakiti
/11/
Gusti menampar sejadi-jadi
Bersebab Ludi tak henti menangis
Menahan pipis karena sakit
Menutup mata seperti dihantui
Diam kau semua mau tidur
Bentak si botak membawa sapu tangan
Mulut Ludi ditutup tanpa rasa kasihan
Yang lain terlelap tak mendengar tangisan
Semua hari adalah neraka
Semua hari bertuhankan harta
Tak kenal mahkota dari anak dara
Yang sudah menjadi taruhannya
Ludi kecil terdiam membisu
Memegang kaleng susu biru
Menggandeng Adit yang berpura luka
Ditempel kakinya dengan perban dan obat merah
/12/
Mereka harus mendapat perlindungan
Sesuai undang-undang yang ditetapkan 3
Ini sudah termasuk kekerasan
Siapa lagi kalau bukan kita yang menyelamatkan
Ayo adik, tolong semua diceritakan
Siapa yang jahat, dan siapa yang melakukan
Berapa orang di tempat itu ? dan siapa nama bos mu?
Tanya mereka di depan wajah Ludi yang beku
Teringat akan tiga minggu yang lalu
Waktu bertemu gadis berjilbab ungu
Bertanya siapa nama bos mu yang jahat
Berubah jadi seorang penyelamat sesat
Tak hendak menjawab Ludi terdiam kaku
Matanya menatap benci orang yang sok tahu itu
Ditariknya tangan Adit hendak berlari
Tapi salah satu lelaki menahan keduanya
Ludi menangis semakin menjadi
Gadis berkacamata berkulit bersih membujuknya lagi
Apa daya Ludi berkeras hati
Jemari yang menghapus air matanya digigitnya penuh aksi
Jumlah mereka terus bertambah
Tahun ini 10,41 % teman 4
Termasuk mereka anak jalanan
Yang harus mendapatkan perlindungan
Lagi-lagi Ludi menutup telinga
Mendengar lelaki itu bercerita kepada temannya
Tentang anak jalanan seperti mereka
Sok-sok an sebagai malaikat padahal nanti akan berlaku sama
Jangan takut kakak orang baik-baik
Ayo ikut kami kita ke kantor terdekat
Kalian akan kami pulangkan
Ke bapak ibu yang lama ditinggalkan
Mendengar itu Aditterdiam
Ia membayangkan ibunya sedang menjahit pakaian
Lalu ia memeluknya dari belakang, membawa uang hasil ngemis seharian
Adit mengangguk menyetujui, Ludi menarik tangan Adit hendak berlari
Adit mendekap di dalah satu pelukan mereka
Ia menangis menatap Ludi, ia bilang ia ingin pergi
Tak mau lagi ketemu dengan Gusti
Ludi gusar merasa Adit terpengaruh, ia berlari menjauhi
Adit lenyap dibawa orang keparat
Ludi terdiam memikirkan nasib, apakah Adit akan dibawa lagi
Ke tempat penyiksaan anak-anak yang lain
Tak beda dengan Johan dan Gusti
/13/
Di sudut sana Adit sumringah
Dibawa oleh kakak yang ramah
Dipertemukan dengan ayah dan ibu
Diceritakan semua cerita kelabu
Ludi merindu pada sang Adit
Ludi tak bisa tidur di bawah lampu temaram
Di sudut sana Gusti menghitung duit
Berkeringat setelah puas memukuli Ludi karena membiarkan Adit pergi
Ludi merasa hal aneh terjadi
Tiba-tiba teringat kakak tadi
Di bajunya ada nama dan foto asli
Apakah dia orang yang baik hati
Walaupun putus sekolah, ia masih bisa membaca
Ia ingat ada tulisannya, Lolita Riski Hidayani
Mahasiswa Praktek Lapangan kelas D
Tapi tidak tau apa maksdunya
Kemana akan dicari, ia ingat namanya karena sama dengan nama adiknya Lolita
Adit dibawa kemana rimbanya, Ludi sendiri selalu menanti
Berharap Lolita lain datang menghampiri
Namun tak pernah terjadi, sebab si botak membuntuti, kalau-kalau nanti diculik lagi
Ludi terus dan terus berjalan
Di atas aspal legam panas dan berdebu
Mencari target dengan sejuta peluru
Peluru dusta dan skenario palsu
Begitu nasib si kecil Ludi
Penuh harap berjumpa dengan keluarga sejati
Setahun sudah sejak ditinggalkan
Dengan beribu janji dinobatkan agen anak jalanan
Tawa Ludi tak seperti anak lainnya
Yang diantarkan ayahnya sekolah dengan mobil mewah
Dikasih jajan dan pakaian seragam
Dibeli mainan dan pergi liburan
Pak presiden dimana kini
Itu nyanyian Ludi di setiap hari, ia ingat ayah pernah bilang
Presiden adalah pemimpin dan pelindung terpandang
Ludi mengangguk meski tak tahu makna, yang pasti dia tetap berdoa
Kalaupun presiden tidak mendengar
Mungkin yang lain kenal presiden
Kalau yang lain tak kenal presiden
Mungkin yang lain mengenal Ludi
Padang, 27 Oktober 2013 ’21:50 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H