Tidak ada kata tidak mungkin di dalam kamus saya, kecuali hal-hal yang memang sudah menjadi otoritas Tuhan. Bukan berarti saya ingin berlagak sombong, hanya saja yang membuat sesuatu dirasa tidak mungkin adalah diri kita sendiri. Pelajaran hidup dari kecil dengan penuh kesendirian menjalani hari demi hari untuk menjemput mimpi besar meraih pendidikan setinggi mungkin, adalah guru terbaik yang sudah mendidik saya. Pengalaman, perjalanan spiritual serta arti sebuah semangat menjadi unsur yang melengkapi itu semua. Dari waktu ke waktu, setapak demi setapak dan dijalani dengan penuh kesabaran, saya pun akhirnya menemuai sesuatu yang awalnya tidak mungkin beralih menjadi mungkin. Bahkan orang-orang yang kini mengenal saya mencoba memberikan pujian, karena keberhasilan yang tak disangka-sangka di mata mereka. Sayang, bukan itu yang sebetulnya saya harapkan, melainkan semangat ini bisa tertular pada mereka bahwa tak selamanya kebuntuan, kemelaratan, dan ketidakpastian akan menghalangi keinginan besar kita. Semua itu akan terwujud ketika kita yakin, baik secara niat dan tujuan, kemudian berusaha dengan sungguh-sungguh serta menjalaninya dengan penuh kesabaran yang dilandasi rasa semangat, maka apapun insyallah tercapai.
Awalnya sebagai anak laki-laki begitu berat atas takdir Tuhan yang harus hidup dengan orangtua yang serba kekurangan. Akan tetapi, lambat laun, saya pun belajar arti sebuah keikhlasan, dan menganggap ini semua adalah anugerah terindah dari Sang Pencipta. Takdir bukan sesuatu yang mesti disesali, melainkan harus dijalani. Kalau saja saya terpuruk dan tidak mengambil tindakan, saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada saat ini. Untung saja, rasa iri kepada anak-anak lain yang bisa sekolah menjadi lokomotif awal yang membangun kesadaran bahwa saya harus bisa menjadi seperti mereka. Perlahan dan semakin berkembangnya pola pikir, saya pun baru menyadari kalau takdir Tuhan tak pernah salah dan buruk bagi hamba-Nya. Di balik itu terdapat nilai dan ajaran yang begitu sangat berharga, yang mungkin tidak bisa didapatkan oleh orang lain. Saya pun begitu bersyukur karena bisa menjadi anak yang benar-benar bisa membanggakan kedua orangtua meskipun dalam keadaan serba kekurangan. Dan saya merasa bangga lahir dari rahim dan sperma orangtua yang mengajari saya arti kehidupan.
Dalam lubuk hati yang paling dalam, ada niatan besar saya yang ingin menebar virus kepada anak-anak lainnya akan arti penting mempertaruhkan pendidikan di negeri ini. Dan akan lebih bahagia lagi saat mimpi-mimpi yang saya sampaikan pada Tuhan tercapai, yang sekaligus menjadi bekal saya dalam menebar semangat mengejar mimpi besar dalam hidup. Mengajak anak-anak kurang beruntung di berbagai pelosok negeri agar peka kalau hidup tak selamanya di bawah saat kita memperjuangkannya. Lalu, bagaimana saya hidup dengan mimpi-mimpi saya?
Mustahil bisa sekolah!
Dulu waktu kecil, saya berpikir sangat tidak mungkin bisa sekolah. Ibu saya hanya seorang buruh tani di kampung dan sudah menjanda dua kali sebelumnya. Sedangkan bapak saya penyandang tunanetra, tunawicara dan tunarungu. Ibu saya harus menjanda ketiga kalinya setelah keduanya berpisah karena harus mampu mempertahankan hidupnya masing-masing (Panjang ceritanya kalau saya ceritakan di sini, mungkin bisa mencapai puluhan halaman, He-he). Singkatnya, bapak tinggal bersama kakak-kakaknya yang terbilang mampu di kota, sementara emak harus mengurus keempat anaknya di kampung, termasuk saya. Dari pernikahan emak dan bapak, lahir dua anak laki-laki, yakni saya dan adik saya. Sejak itu saya pun berpikir kalau sekolah adalah sesuatu yang mustahil bisa diwujudkan. Mana lagi kedua kakak dan keluarga dari emak tak ada satu pun yang mengenyam bangku sekolah. Kalau kata emak “jangankan sekolah, makan saja susah”. Tak bisa dipungkiri jika ada saja pola pikir yang sudah mendarah daging akan menjangkit para generasinya.
Perjalanan saya menempuh pendidikan di negeri ini pun begitu panjang serta menemui berbagai halangan dan rintangan. Lagi,-lagi kalau saya cerita pun akan membutuhkan banyak lembaran; mulai dari masuk panti asuhan, kemudian keluar karena terjadi kasus kekerasan kepada saya. Setelah keluar saya harus berusaha sendiri untuk sekolah dengan menjadi pemulung, penjual kantong plastik di pasar, dan bahkan tukang sapu sekolah. Sedangkan untuk bisa sekolah di bangku SMP saya menjadi pembantu hingga tiga tahun agar bisa memenuhi kebutuhan sekolah. Nasib tetap berlanjut, masuk SMA saya pun bekerja sebagai tukang cuci kendaraan; motor, mobil, truk, bus dan transportasi berat lainnya selama 3 tahun. Dan saat kuliah, alhamdulilah Tuhan memberikan hadiah pertama atas usaha saya selama ini yaitu mendapatkan beasiswa penuh dari salah satu universitas swasta di Jakarta.
Segalanya akan saya lakukan untuk mengejar pendidikan setinggi mungkin selagi itu baik. Sebab saya yakin ketika tak ada satu orang pun yang peduli terhadap diri kita, maka diri kita lah yang harus membuat orang lain tahu ada kita. Artinya perjuangan dan semangat akan menjadi tolok ukur bagi orang lain bagaimana mereka hendak membantu, begitu sebaliknya dengan Tuhan. Jadi apa yang mesti kita dustakan di dunia ini, kecuali mensyukuri semuanya dan menjalani apa yang ada sekaligus tetap berusaha mengejar apa yang dinginkan. Betul kata Tuha “ Tuhan tidak akan mengubah nasib hamba-Nya, kecuali hamba-Nya itu sendiri”. So, what should you do?
Apa yang membuat saya bisa menjalani semua itu? YaMimpi besar saya. Unlimited Dream adalah sikap dimana kita benar-benar hidup dalam mimpi tersebut dan tidak akan pernah berpikir untuk menguburnya. Dari mimpi saya ialah bisa sekolah sampai SMA, dan setelah SMA saya bermimpi untuk kuliah dan di dunia kuliah saya bermimpi untuk ke sana kemari. Memang begitu menganggap istilah Unlimited dream sebagai sikap dan kekokohan seorang menjemput apa yang diimpikannya. Cara sesungguhnya adalah kita berusaha keras dan akan melakukan sebaik mungkin agar hal tersebut tercapai, tentu dengan perjuangan keras diiringi kesabaran pula. Dan satu lagi, bahwa apa yang kita lakukan adalah bukan semata-mata untuk diri sendiri, melainkan bekal untuk mengajak orang lain agar ikut serta dalam barisan keberhasilan tersebut.
Menyerah Adalah Dosa Besar, Mimpi Besar Adalah Hak
Sudah dua kali program pendidikan di Amerika gagal saya ikuti. Program pertama Hansen Summer Institute untuk program Leadership and International Cooperation. Dan program kedua Global UGRAD Program. Dan dua kegagalan tersebut tidak pernah menghentikan langkah saya, bahkan saya tidak pernah peduli dengan kegagalan. Bagi saya pribadi, kegagalan hanya sebagai hiburan agar kita terus ingat siapa diri kita. Tentu dalam hal ini kegagalan menjadi mediasi agar kita selalu intropeksi diri, namun juga tidak larut dalam sikap introspeksi itu. Artinya sadari kekurangan, tetapi bukan berarti menjadikannya ketakutan dan keraguan buat langkah selanjutnya. Itu sebabnya, saya tetap saja mencoba dan terus mencoba meskipun dalam diri saya masih banyak kekurangan. Saat ini saya sudah mengirimkan aplikasi untuk program YSEALI Academic Fellows Program 2016. Lagi-lagi saya ingin terus mewujudkan mimpi saya. Tak terlalu peduli dengan hasil, kecuali terus berjuang dan memasang jaring sebanyak mungkin. Saya yakin akan ada waktunya sesuatu itu menuai hasil, asalkan tidak pernah menyerah dengan segala kegagalan yang ada.
Saya nikmati semua proses yang ada. Terus menebar jaring agar mencari kesempatan lain untuk mewujudkan impian-impian besar saya. Dari 2 tahun lalu hingga kini, impian saya untuk ke Amerika tetap selalu hidup. Saya benar-benar menjadi pemburu beasiswa. Berkumpul dan bertanya-tanya kepada mahasiswa yang sudah lebih dulu menginjakan kaki di Amerika. Jujur saja, karena kena virus mereka, setelah lulus kuliah saya sudah berniat akan melanjutkan pendidikan di negeri Paman Sam dengan jurusan Jurnalistik. Kadang kalau ada teman-teman yang bertanya "bagaimana caranya bisa ke Amerika?, Dengan percaya diri saya menjawab “apa yang mustahil saat ini? Semua kesempatan ada untuk belajar keluar negeri, tergantung kita mau menjemput kesempatan itu atau tidak”. Sekiranya begitu cara saya menjawab agar teman-teman saya juga memiliki kepercayaan akan mimpi mereka, serta tidak memandang mimpi besar orang lain adalah sebuah ketidakpastian, melainkan merubahkan menjadi sesuatu yang pasti. So, break the limits and grasp your dreams.