[caption id="attachment_375940" align="aligncenter" width="379" caption="Dok. http://www.acefood.co.id/"][/caption]
Pernah kah ada yang menyangka sebelumnya TMII bisa menjadi seperti sekarang ini? Tidak ada kan! Lalu apa yang terjadi dengan Bu Tien sehingga ia bisa memikirkan ini jauh sebelum konsep itu bisa kita kenal seperti sekarang. Bayangkan saja, seorang ibu negara dalam sela-sela kesibukannya, ternyata punya misi besar yang bahkan mungkin orang lain tidak pernah sempat terpikirkan. Apa yang sebenarnya rahasia di balik kemegahan TMII yang sensasi seperti taman surga itu? Dan bagaimana pengaruhnya terhadap bangsa yang jauh dari sorotan dunia ini?
Dalam kesempatan yang bahagia ini, saya begitu semangat dan tertariknya memberikan opini saya mengenai TMII. Tulisan ini juga sebagai bentuk kebanggaan saya menjadi orang Indonesia yang diilhami dari Bu Tien. Semoga amal dan ibadahnya ini terus mengaliri keberadaannya saat ini. Amin.
Kemudian, sebelum saya masuk dalam pembahasan, saya ingin mengucapkan selamat ulang tahun buat TMII yang ke-40. Yang selama lebih dari 40 tahun membuat ragam macam kebahagian orang Indonesia meluap ketika merasakan sensasi TMII. Dan tak lupa di balik prestasi itu, saya apresiasi sebesar-besarnya atas kinerja semua lapisan yang bergerak dalam pengembangan Taman Mini Indonesia Indah. Dengan setia memberikan pengembangan, kenyamanan, pikirian dan segalanya untuk kemajuan TMII sehingga menjadi wahana wisata yang tak bisa dilupakan oleh orang Indonesia sendiri. Semoga bertambahnya umur ini, TMII semakin jaya dan terus melangit di atas bumi pertiwi sehingga membuat bangsa lain iri kepada bangsa kita. Amin..
***
TMII (Taman Mini Indonesia Indah) sesuai dengan namanya, menaruh sejuta wajah orang Indonesia. Di dalamnya pun bertabur mutiara yang sampai kini memberikan konstribusi besar bagi negara. Bahkan dari desas-desus yang datang dari banyak orang, dari segala penjuru dunia tidak bisa melewatkan destinasi wisata itu dalam cakupan wilayah yang hendak mereka kunjungi. Saya pun setuju dengan kabar angin yang menyebutkan hal demkian. Karena memang berangkat dari pengalaman saya pertam kali merasakan wahana dan suasana di TMII.
Ketika saya berkesempatan mengunjungi warisan Bu Tien tersebut, saya merasakan seolah sedang berada di sebuah tempat, yang di dalamnya disatukan beragam macam lapisan budaya masyarakat. Keindahan, keberagaman, yang sebetulnya menampakan perbedaaan, tapi malah menyajikan surgawi kebudayaan Indonesia dalam hitungan waktu cukup yang singkat. Mengapa? Karena hanya dengan mengelilingi beberapa tempat, dan memilih tempat-tempat yang memiliki sajian kental akan jati diri Indonesia, kita sudah bisa melihat bagaimana kekayaan Indonesia itu terekspos secara bersama dalam satu ruangan.
Jika menyoroti langkah dan sepak terjang terbentuknya sebuah miniatur bangsa itu, kita akan mendapati sebuah peradaban yang lahir secara folosofis dari seorang wanita Indonesia. Dengan latar belakang sebagai ibu negara memberikan bukti besar eksistensi dirinya mencintai bangsa dan tanah air ini. Bagaimana ia membuat sesuatu yang luar biasa bagi anak cucu bangsa ini agar terus ingat siapa mereka. Sehingga melalui gerakan penyatuan budaya itu akan membuka cakrawala manusia Indonesia.
Di samping itu pula, dengan adanya karya ini, semua masyarakat Indonesia bisa dengan mudah mengenal budaya, atau bahkan memprkenalkannya kepada anak, keluarga hingga orang lain yang ada di sekitarnya. Hal in berangkat dari hasil pengamatan kita terhadap TMII. Dengan cara ini juga lah, sebuah kelestarian budaya akan tetap terjaga melalui kepedulian kita.
[caption id="attachment_375943" align="aligncenter" width="300" caption="Siti Hartinah Soeharto (Bu Tien). Dok. http://www.anneahira.com/"]
[/caption]
Bu Tien memiliki kesamaan patrotisme dengan para pahlawan sebelumnya, mengambil jalan ini atas wujud kinerjanya sebagai ibu negara. Mungkin ia menyadari bahwa dengan kedudukan itu, ia tidak ingin menciptakan sesuatu hal yang biasa-biasa saja bagi tanah air. Oleh sebab itu, cita-cita, karya dan pikirannya itu pun tertuang dalam sebuah bangunan seluas 150 Kmyang kita kenal sampai kini hingga kapan pun.
Keindahan TMII ternyata tidak membuat masyarakat Indonesia berhenti sampai tangan Bu Tien saja. Sepanjang perjalanan waktu, kreativitas terus dibangun untuk memenuhi hasrat para pengunjung dari segala penjuru tanah air. Bangunan-bangunan berdiri kokoh mewakili setiap suku yang berbeda. Apalagi Indonesia memiliki wilayah geografis yang begitu luas, dari sabang sampai marauke, dari pulau Sumatera hingga pulau Papua, menyimpan harta yang tak ternilai harganya. Bahkan dalam sebuah lagu, Indonesia pun dikatakan wilayah yang begitu subur, bahkan togkat kayu pun bisa menjadi tanaman. Manifestasi kekayaan itu pun terpapar melalui budaya yang beragam. Dimana dalamnya berisi ajaran seluk beluk jati diri Indonesia.
Saya juga ingin mengatakan bahwa dari Taman Mini Indonesia Indah lah, sedikit banyak kita bisa tahu apa itu Indonesia. Tak heran, apabila TMII selain menjadi tujuan wisata, juga bisa menjadi destinasi edukatif bagi sebagian orang, terkhusus bagi anak-anak sejak usia dini yang notabene sebagai generasi bangsa.
Selayang Pandang TMII
Gagasan masa depan itu lahir dari wanita cerdas dan filosofis, Siti Hartinah Soeharto atau yang akrab dikenal dengan panggilan Ibu Tien Soeharto. Kesehariannya yang sibuk dengan mengurus negara menunjukan kredibilitas seorang ibu negara ini harus diacungkan banyak jempol. Pasalnya, di sela-sela kesibukannya itu, ia juga menjadi ketua Yayasan Harapa Kita (YHK) yang berdiri pada 28 Agustus 1968. Melalui forum inilah gagasan besar itu disampaikan oleh bu Tien untuk membangun Miniatur Indonesia pada rapat YHK 13 Maret 1970.
Dikatakan pula bahwa terbentuknya gagasan atau ide ini berangkat dari pidato Presiden Soeharto mengenai keseimbangan pembangunan antara bidang fisik-ekonomi dan bidang mental-spritual, sehingga membuat ibu negara itu memikirkan karya besar itu bagi negaranya, yang kita nikmati sekarang dengan nama Taman Mini Indonesia Indah. Di dalamnya itu menampilkan beragam corak bangunan rumah-rumah adat daerah yang dilengkapi pula dengan dengan pergelaran seni, kekayaan flora-fauna, alat musik, dan unsur-unsur budaya yang mewakili setiap daerah masing-masing yang ada di Indonesia.
Pada 30 Januari 1971, tepatnya penutupan Rapat Kerja Gubernur, Bupati, dan Walikota seluruh Indonesia di Istana Negara, dihadiri oleh Pak Presiden Soeharto dan Bu Tien Soeharto. Dalam kesempatan itu, Bu Tien didampingi oleh Menteri Dalam Negeri Amir Mahmud, menyampaikan maksud dan tujuan pembangunan Miniatur Indonesia “Indonesia Indah”—nama awal.
Setelah penyampaian itu, berbagai respon masyarakat dari setiap kalangan pun mengalir. Yang pasti ada yang setuju dan ada juga yang tidak. Selanjutnya, setelah menanggapi respon masyarakat yang masuk, kemudian Bu Tien menemukan keputusan akhir dari gagasan itu. Pada 11 Agustus 1971, melalui lembaga YHK yang dipimpinya, memberikan surat penugasan kepad Nusa Consultans untuk membuat sebuah rencana pembangunan dan studi kelayakan. Tugas yang diberikan itu pun akhirnya selesai dalam waktu yang cukup cepat, 3,5 bulan.
Pada awalnya, lokasi pembanguan itu bukan seperti yang kita saksikan sekarang. Lokasi pertama kali berada di daerah Cempaka Putih dengan luas + 14 hektar, namun Gubernur DKI Jakarta, ketika itu yang menjabat Ali Sadikin menyarankan agar pembangunan dilakukan di daerah Pondok Gede dengan luas lahan + 100 hektar. Bu Tien menerima saran itu, setelah mempertimbangkan masukan-masukan yang berdatangan. Karena selain dianggap memiliki lahan yang lebih luas, lokasi pembanguan tersebut memungkin untuk membuat miniatur Indonsia dalam cakupan yang lebih luas.
30 Juni 1972 pembangunan dimulai melalui tahapan demi tahapan. Mulai dari pembangunan berupa peta Relief Miniatur Indonesia dengan unsur-unsur yang diperlukan di dalamnya disiapkan dengan matang oleh Nusa Consultans. Di balik pembangunan itu juga, tangan-tangan para arsitek hebat pun digaet untuk membantu menciptakan gagasan brilian Bu Tien itu. Bahkan dikatakan pula bahwa semua lapisan masyarakat dikerahkan dalam sistem gotong royong baik masyarakat yang berada di sekitar lokasi, pemerintah pusat dan daerah dan lainnya, sehingga dalam waktu tiga tahun pembangunan TMII tahap pertama pun selesai. Kemudian, pada 20 April 1975 Taman Mini “Indonesia Indah” akhirnya langsung diresmikan oleh Presideng Soeharto.
Kalau kita lihat pergerakan yang dilakukan oleh Bu Tien secara kasat. Gagasan beliau ini dilandasi semangatnya untuk membangkitkan kebanggan dan kecintaannya terhadap bangsa dan tanah air. Ditambah juga karena niat besarnya untuk memperkenalkan Indonesia kepada bangsa-bangsa lain. Dimana kekayaan Indonesia dengan sejuta rahasia dan mutiara di dalamnya. Oleh sebab itu, budaya menjadi sebuah unsur yang sangat mendukung untuk ditonjolkan sebagai ke-autentikan Indonesia.
Surga di Telapak Kaki Indonesia
Budaya yang hingga kini bisa kita nikmati, saksikan, dan bahkan kita jalani adalah hasil dari pemikir-pemikir orang Indonesia, walaupun kita dengan mudah menyebut mereka dengan sebutan para leluhur. Dimana di dalamnya itu diwarnai cerita nan menggugah. Kalau kita pernah dengar cerita nenek-nenek kita, atau orang-orang yang sudah tua, bagaimana budaya-budaya itu dibawa dari satu tempat ke tempat lain. Kehidupan yang serba terbatas—tanpa bantuan teknologi seperti hari ini—membuat mereka punya cara sendiri untuk menggali potensi budaya. Bahkan kalau kita belajar sejarah budaya, bagaimana masyarakat saat itu masih suka berpindah-pindah (nomaden) hanya dengan berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lain.
Oleh karena itu, saya menyebutnya surga (keragama budaya) bisa hidup sampai sekarang. Lalu, lantas kah kita melupakan itu? tidak! Itu mengapa bu Tien mendirikan TMII sebagai penghargaannya kepada para leluhur tanah air yang sudah lebih dulu berjuang. Mungkin kalau tidak ada karya besar seperti TMII ini, sedikit sekali pengetahuan orang di luar Indonesia atau bahkan orang Indonesia sendiri mengenai Indonesia. Ini bisa disebabkan jarak tempat, finansial atau pun yang lainnya, sehingga sulit untuk mengunjungi satu per satu wilayah yang ada di Indonesia. Tapi dengan adanya TMII, dalam satu tempat dengan beragam tampilan budaya, kita bisa tahu.
[caption id="attachment_375947" align="aligncenter" width="330" caption="Bentuk kepulauan Indonesia di TMII. Dok. https://bonaaguskalesara.files.wordpress.com"]
[/caption]
Karena itu pula, sekarang, Indonesia bisa dikenal dengan esensinya yang memiliki keragaman budaya, bahkan kalau saya sendiri begitu takjub dengan ciptaan ini. Apalagi sebagai anak bangsa, sebuah kebanggan yang amat-amat terbesar bagi saya yang tidak mungkin bisa saya ucapkan dengan mudah.
Lahirnya sebuah pemikiran yang besar ini memiliki dampak yang sangat besar bagi sebuah negara. Ini memang tidak terlepas dari pemikir besar dengan gagasan yang besar pula. Bayangkan saja, dari jumlah masyarakat Indonesia yang ada, hanya satu yang memiliki ide cemerlang itu, yang hingga kini membuat semua menoleh ke arah Indonesia. Akibatnya, pemasukan pun mengalir sehingga bisa menghidupi orang Indonesia sendiri.
Kalau ingin gampang kita katakan, ini hanya bermodalkan budaya saja. Mungkin itu juga yang sempat dipikirkan oleh orang-orang pada masa Bu Tien. Tapi sayang sebagian kita—terutama saya sendiri—pun tidak sehebat pemikiran Bu Tien atau pemikir yang lain, dimana memperjuangkan budaya sendiri sebagai tonggak kehiudpan. Dengan mengorbankan segalanya, terkhusus soal pikiran seperti yang telah dilakukan oleh Ibu negara kita.
Mungkin awalnya gagasan Bu Tien dianggap biasa oleh sebagian orang kala itu, tapi Bu Tien punya pandangan yang jauh ke depan melewati konsep wanita-wanita yang biasa, bahkan para lelaki pun. Di sini lah yang membuat saya pun ingin memberikan sebuah penghargaan kepada Bu Tien yakni menyebutnya sebagai filosof wanita Indonesia. Terlepas dari itu, saya tidak menganggap apa yang saya pikirkan ini mesti diterima atau tidak, semua kembali pada pandangan masing-masing.
Berangkat dari konsep mental-spritual
Sebagian orang—pada pola yang berbeda—menemukan caranya sendiri untuk mendapatkan sebuah gagasan atau ide. Entah orang yang berpendidikan atau tidak, yang jelas, otak (akal) akan memproses informasi itu hingga menjadi sebuah persepsi yang berbeda-beda tergantung bagaiaman dan siapa yang punya. Nah, itu pun pasti terjadi pula dengan wanita hebat ini. Menurut informasi yang saya dapatkan dari bacaan, saya katakan bahwa Bu Tien melahirkan gagasan itu berangkat dari pemikiran sang suami. Dimana Pak Soeharto memiliki gagasan untuk membentuk keseimbangan usaha pembangunan fisik dan ekonomi dengan pembangunan mental spiritual. Berawal dari sini pijakan itu terlahir.
[caption id="attachment_375945" align="aligncenter" width="355" caption="Pak Soeharto dan Bu Tien. Dok. http://upload.wikimedia.org/"]
[/caption]
Kalau kita telaah lebih dalam, terutama terkait masalah pembanguan fisik dan ekonomi sebuah negara, memang membutuhkan personil-personil berkualitas di dalamnya. Menurut saya, seseorang tidak hanya berkualitas dalam bidang keilmuwan yang digelutinya saja, tapi juga ada yang lainnya. Di sini saya pun setuju dengan pembangunan mental spritual yang dicanangkan oleh Pak Soeharto. Karena dengan adanya mental spritual, maka kecerdasan seseorang atau kualitas seseorang bisa diseimbangkan. Ya, paling tidak disela-sela kinerja dan aktivitasnya itu, ada unsur yang mengikat atau mengingatkan dirinya agar menjauhi hal-hal yang kurang baik. Di sinilah, peran spritual itu datang mengimbangi.
nah, lantas apakah hubungan antara konsep pembangunan mental spritual dengan berdirinya TMII? Menurut pandangan saya—sebagai mahasiswa filsafat—saya melihat bahwa pembangunan mental spritual yang digerakan oleh Pak Soeharto dipahami oleh Bu Tien sebagai cara untuk membanguan kesadaran masyarakat Indonesia. Dalam hal ini bukan semata-mata agama, atau dalam satu padangan agama saja, tetapi lebih melihat arah mana yang bisa dijadikan pancingan untuk menyentak kesadaran itu tumbuh. Oleh sebab itu, Bu Tien mencoba mencari jalan umum yang memang bisa mengembangkan mental spritual. Ternyata, jawaban itu ada di dalam visi dan misi bangunan TMII dilahirkan.
Saya akan berusaha memberikan pandangan saya, jauh dari benar atau salah, saya kembalikan kepada penilai. Saya melihat bahwa dengan melalui budaya, kesadaran akan jati diri di balik keberadaan kita sebagai orang Indonesia bisa membuat kita belajar langsung apa itu Indonesia. Sebetulnya pada awal pembahasan, saya kerap menyatakan atau membuat kalimat” apa itu Indonesia?”. Dari pertanyaan ini pun sebetulnya kita bisa tahu seperti apa Indonesia melalui gagasan Bu Tien.
Jadi, anak-anak Indonesia yang memang belum paham akan budaya, setidaknya paham bagaimana Indonesia itu berdiri, seperti apa Indonesia dan siapa di balik itu semua melalui karya pemikiran bu Tien ini. Dan itu diperkenalkan dalam ranah yang cukup sederhana dan dianggap lebih dekat dengan kehidupan kita, yakni jalannya adalah melalui budaya. Karena kalau kita pahami secara awam, dengan melihat keadaan budaya yang banyak ini, kita pun bisa menerka bahwa Indonesia itu begitu indah. Indonesia itu begitu luas. Indonesia itu dan ini, intinya bisa menimbulkan berbagai persepsi mengenai Indonesia. Dan dari mana itu bisa diajarkan? Ya dari Budaya.
Kembali dengan pemikiran Bu Tien. Saya pun paham dengan konsepnya membentuk wisata dengan bumbu-bumbu budaya yang kental, disajikan secara beragam dan luas sebagai wakil dari setiap daerah yang ada di Indonesia. Jalan merupakan pembangunan mental spritual yang perlahan membuka pemahaman orang Indonesia. Dengan begitu, ia bisa sadar sejauh mana langkah dan sikapnya menjadi orang Indonesia sendiri, meski pun kita tidak bisa menjamin itu 100%. Karena memang kembali lagi pada individu-indivu masing-masing. Yang jelas, esensi yang hendak ibu Tien sampaikan tetap ada, yakni membanguan manusia Indonesia yang sadar akan ke-Indonesiaannya.
Itulah pemahaman saya mengenai TMII. Di balik itu, seperti yang saya katakan diawal bahwa keberadaan TMII membuat saya bangga. Tahu Indonesia dan tahu siapa pencetusnya. Merantau dari Sumatera dan belajar di Jakarta, bukan menambah kekecilan saya terhadap Indonesia, tapi malah membuka cakrawala saya dengan luasnya. Lalu pengalaman saya pernah mengunjung TMII, jelas menjadi suntikan pengetahuan baru saya untuk di masa depan.
[caption id="attachment_375952" align="aligncenter" width="512" caption="Saya (baju putih). Dok. Pribadi"]
[/caption]
Ketika saya memperhatikan hidangan budaya dari segala penjuru TMII, tak luput kerja otak membuat saya kagum terhadap tanah kelahiran ini. Saya bahkan sampai detik ini tetap merenung tentang apa yang bisa saya berikan untuk Indonesia. Sebagai mahasiswa, hanya ada malu, tapi tidak menghentikan saya untuk terus berjuang untuk bangsa.
Hidup Indonesiaku! Darahku adalah darahmu. Kita satu jiwa dan akan selalu bersama!
Jakarta, 31 Maret 2015.
Referensi:
http://uniqpost.com/76477/sejarah-berdirinya-taman-mini-indonesia-indah-tmii/
http://copasilmu.blogspot.com/2011/06/asal-usul-sejarah-tmii-taman-mini.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H