Lihat ke Halaman Asli

Amanat Bung Karno dan Tan Malaka

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Sungguh Tuhan telah memberikan satu hidup kepadaku dan 100% kupersembahkan pada pembangunan Tanah Air dan Bangsa dan jikalau Tuhan memberikan dua hidup kepadaku, maka dua-duanya akan aku persembahkan pada Tanah Air dan Bangsa. Maka aku minta kepada kita sekalian untuk kita bersama-sama mengabdi kepada Tanah Air dan Bangsa. Inilah amanatku kepada kita sekalian”. (Bung Karno).

Sebagian kita termasuk saya, barangkali hanya bisa membaca apa yang diucapkan Bung Karno di atas. Suatu ikhtiar seorang negarawan, tidak hanya diucapkan tapi terpatri dalam setiap tindakkannya. Tidak banyak memang, tokoh sekaliber Bung Karno ini, bahkan tidak juga anak keturunannya mampu mewarisi "ruh" kecintaannya terhadap bangsa dan tanah airnya.

Bung Karno saat ini hanya mengalir dalam lorong-lorong cita-citanya yang semakin hari semakin tersumbat oleh keangkuhan dan ketamakan anak bangsanya. Alih-alih memikirkan kelanjutan amanat Bung Karno, yang ada mereka saling mencabik, saling berebut kekuasaan yang entah sampai kapan berakhirnya.

Dulu, Tan Malaka pernah mengatakan: “Panggil dan himpunkanlah orang-orang yang berjuta-juta dari kota dan desa, pantai dan gunung, ke bawah panji revolusioner.” Pernyataan ini kemudian oleh Bung Karno diperjelas bahwa massa bukanlah cuma “rakyat jelata yang berjuta-juta” saja. Melainkan, rakyat jelata yang sudah meleburkan semangatnya menjadi satu, kemauan satu, dan tekad yang satu. Lalu, Bung Karno mempertegas massa aksi adalah aksinya rakyat jelata yang, karena timpukan penindasan yang sudah tak tertahankan, menjadi sadar dan berkehendak membuat perubahan radikal. Dimana hal itu disebut massa aksi jikalau rakyat jelata sudah berniat membongkar sama sekali keadaan tua (sistem sosial lama) dan menggantinya dengan keadaan baru (sistem sosial baru).

Sekarang, apa yang terjadi? Korupsi, ya korupsi menjadi musuh kita bersama. Musuh ideologi Bapak Bangsa, Pendiri Republik,yang tidak saja merusak cita-cita dan ideologi Sang Proklamator yang terinspirasi oleh cara pandang dan pergerakan Tan Malaka, tapi merusak semua tatanan yang sudah diperjuangkan dan kita pertahankan sekian masa lamanya. Dan, bukan tidak mungkin keadaan ini jika terus dibiarkan maka, gelombang massa actie sebagaimana yang kita pelajari selama ini bisa terus terjadi.

Wallahu’alam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline