Lihat ke Halaman Asli

Didik Fitrianto

Mencintai Laut, Lumpur dan Hujan

Bio-Rights, Pendanaan Inovatif untuk Mitigasi Bencana di Lahan Gambut

Diperbarui: 29 Oktober 2020   20:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kelompok Tani Muara Manompas dan Terapung

Melestarikan lingkungan baik restorasi, konservasi maupun rehabilitasi sebuah Kawasan tidak bisa dilakukan tanpa melibatkan masyarakat di sekitarnya. Sayangnya pelibatan masyarakat sering kali menemukan kegagalan, masyarakat hanya dijadikan objek atas nama pemberdayaan. 

Salah satu penyebabnya penguatan kapasitas masyarakat tidak dibarengi dengan penguatan ekonomi. Jejak kegagalan ini banyak ditemukan pada 'project lingkungan' yang dilakukan oleh pemerintah, tidak sedikit di kalangan NGO sendiri.

Salah satu praktek baik yang patut diadopsi terutama oleh pemerintah, apa yang sudah dilakukan oleh Wetlands International Indonesia di Tapanuli Selatan, NGO lingkungan yang fokus di lahan basah ini berhasil memadukan kegiatan mitigasi bencana di lahan gambut sekaligus melakukan pemberdayaan ekonomi dengan memberikan pendanaan inovatif  kepada kelompok-kelompok tani.

Melalui program Peningkatan Ketangguhan Masyarakat melalui Ecosystem-based Disaster Risk Reduction (EU DEVCO/ECO DRR) yang fasilitasi konsorsium PfR (Partner for Resilience), Wetlands International Indonesia membentuk 15 kelompok petani di Kelurahan Muara Manompas dan Desa Terapung di Kabupaten Tapanuli Selatan untuk bekerjasama melestarikan lahan gambut.

Nasib Petani di Lahan Gambut

Kebakaran lahan gambut merupakan salah satu kejadian bencana yang sering terjadi di Kelurahan Muara Manompas dan Desa Terapung, penyebabnya karena kurangnya kesadaran para petani dalam mengelola lahan gambut, salah satunya untuk membersihkan lahan mereka masih melakukannya dengan cara membakar.

Selain masalah kebakaran, masalah lain yang ditemukan di dua wilayah tersebut adalah kerusakan lahan gambut yang diakibatkan tanaman sawit, dan banyaknya kanal-kanal yang dibuat untuk mengeluarkan air dari lahan gambut, akibatnya gambut kering dan terjadi subsiden di lahan gambut, rentan terbakar di musim kemarau dan banjir saat musim penghujan.

Kondisi diperparah dengan kehidupan para petaninya, miskin dan minim akses pengetahuan tentang pengelolaan lahan gambut. Tanaman sawit yang dulu jadi andalan, sepuluh tahun terakhir produksinya menurun dan pohonnya pun mulai bertumbangan. Belum lagi masalah klasik yang dihadapi para petani, kesulitan akses modal atau bantuan baik dari pemerintah maupun perbankkan.

Ada dua masalah yang dihadapi para petani, ancaman bencana dari kerusakan lahan gambut dan kesulitan ekonomi akibat sawit yang produktitas buahnya menurun. 

Untuk mengatasi kedua masalah tersebut dibutuhkan pendekatan yang integral, memperbaiki lingkungannya sekaligus mengatasi kesulitan ekonominya secara bersamaan. Lalu bagaimana caranya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline