Lihat ke Halaman Asli

Max Andrew Ohandi

Saya seorang penulis dan social enterpeneur

Parelegal Perempuan

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1416354496145112424


“ Hidup Terhormat jika tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” Warsiti Hajar, Paralegal Perempuan memberikan arti.

[caption id="attachment_336504" align="aligncenter" width="300" caption="Paralegal (Dok.Pribadi)"][/caption]

Warsiti Hajar wanita berusia 41 tahun ini. Berprofesi sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Dia seorang ibu dari 3 anak, tetapi dia juga mengasuh 1 anak yatim piatu. Sehingga memiliki 4 anak. Sejak lima tahun tahun yang lalu menghidupi mereka sebagai orang tua tunggal. Mulai dari pukul 7 pagi, wanita asal Magelang ini sudah mulai bekerja dimajikannya yang pertama. Di rumah majikan pertama bertugas membersihkan rumah seperti menyapu, mengepel, dan mencuci baju. Selanjutnya menjelang siang sampai sore. Dia bekerja di rumah majikan yang kedua. Tugasnya membersihkan kebun.

Meskipun pekerjaan sebagai PRT sudah berat. Namun sejak usia muda belasan tahun. Ibu warsiti hajar sudah aktif ikut berbagai kegiatan sosial. Seperti salah satu menjadi Paralegal Perempuan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBHJ) Perwakilan dari komunitas Wanita Mandiri.

“Hidup itu harus selalu bersyukur, jika mau tunggu kaya. Kapan lagi kita bisa membantu orang ? Siapa saja dapat jadi pahlawan. Karena pahlawan sejati ialah Tuhan. Dia dapat memakai siapa jadi penolong, jadi hidup tolong orang sebanyak mungkin semampu kamu masih bisa. Itu yang saya tanamkan juga kepada anak-anak saya,” kata  polos Warsiti Hajar.

Paralegal perempuan ialah seseorang yang merupakan perwakilan komunitas/organisasi yang diberikan pengetahuan dan keterampilan hukum khusus di bidang isu perempuan dan anak untuk membantu masyarakat miskin dan termarjinalkan.

Warsiti selalu berusaha terbaik menolong tetangganya yang membutuhkan. Misalnya saja tetangga bernama Saromah ( nama samaran ) yang bertahun-tahun hidup dengan suami dalam lingkaran KDRT. Saromah yang kerap disundut rokok dan taparan diwajah. Meskipun Begitu Saromah selalu memaafkannya. Hal tersebut dilakukan Saromah karena tidak ingin suami lepas tanggung jawab dari kebutuhan keluarga dan masa depan anaknya.

Hingga pada suatu hari Saromah di pukuli babak belur dari suaminya. Di pukulnya di wajah, leher, dan pergelaran tangan hingga patah. Namun Saromah tetap tidak berani melawan. Lalu Warsiti hajar pun pelan-pelan merawatnya dan membujuk serta mentransferkan pengetahuan UU KDRT.

Berdasarkan pasal angka 1 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berbunyi “Kekerasan Rumah Tangga ialah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”

“jadi kamu alami di pukul, di sundut rokok, taparan, dan kedepan jika ada pelantaran kebutuhan rumah tangga dan anak. Suami kamu di di tuntut secara hukum dan denda ! kamu harus melawan agar suami dapat sadar atas kesalahannya,” nasihat Warsiti Hajar.

Akhirnya pun Saromah berani melapora suami ke kantor Polisi. Singkat cerita suami pun di penjara selama 2,5 tahun. Lalu dengan tetap setia Saromah dan anak tetap rutin mengunjungi suaminya di penjara. Melihat kebaikan dan ketegasan Saromah sebagai seorang istri membuat suami sadar akan kesalahannya. Hal ini membuktikan kasus melaporan kekerasan KDRT kepada hukum. Tidak selalu berakhirnya perceraian.

Contoh kasus ibu Saromah merupakan contoh kecil dari banyak kasus KDRT yang terjadi Indonesia. Data di rilis oleh Lembaga Bantuan Hukum Apik saja mencatat ada 992 kasus di tahun 2013. Dari 992 kasus itu sekitar 60 persen di krimilasasi kasus tersebut yang menyudutkan perempuan. Sehingga banyak perempuan yang berpikir dua kali untuk melaporkan kasus KDRT yang dialaminya. Oleh sebab itu harus di memperbanyak sosok-sosok Paralegal Perempuan seperti Warsiti Hajar yang siap membantu sesamanya.

Mengutip perkataan ibu Warsiti Hajar yag mengatakan; “Hidup Terhormat Jika tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak.” Arti perkataan ini ialah sudah saat STOP kekerasan kepada Perempuan dan Anak. Warsiti Hajar akan terus berjuang mewujudkan mimpi itu dengan cara mendamping para korban KDRT, mentransfer ilmu pengetahuan tentang hak & kewajiban gender, dan membangun komunitas survivor.

Selain itu Warsiti Hajar mempunyai usulan mengenai sudah saat laki-laki peduli hapus kekerasan dengan cara seperti melibatkan laki-laki dalam pelatihan peran setara perencanaan, mengasuh, mendidik, dan perkembangan tumbuh anak untuk menikatkan kualitas harmonis Rumah tangga dan menghapus kekerasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline