Lihat ke Halaman Asli

Cinta Tak Selalu Berakhir di Pelaminan

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam seminggu ini di beranda fesbuk saya hampir tiap hari ada yang posting kisah mengharu biru seorang wanita yang menghadiri pesta pernikahan mantan pacarnya. Bagaimana tidak mengharu biru, mereka berpacaran kurang lebih tujuh tahun, dan pada akhirnya garis jodoh memang tidak mempertemukan mereka. Meskipun hubungan berakhir dengan cara yang baik, tentu saja kenangan-kenangan selama tujuh tahun bersama tidak akan bisa dilupakan.

Kisah mengharu biru ini juga pernah terjadi pada teman saya kurang lebih 13 tahun yang lalu. Sewaktu kuliah dulu, saya punya teman satu angkatan, sebut saja Dina. Dina ini menjalin hubungan dengan adik kelas saya, Cahyo. Hubungan sudah terjalin ketika kami ada di tahun kedua kuliah. Hubungan mereka nampak baik-baik saja. Tak jarang juga Cahyo main ke rumah Dina, artinya, keluarga Dina pada waktu itu tidak pernah mempermasalahkan hubungan mereka. Hingga Tahun ke empat masa perkuliahan kami, ayah Dina jatuh sakit. Beliau menginginkan anaknya segera menikah (meskipun pada akhirnya beliau tidak bisa menyaksikan pernikahan anaknya). Masalahnya adalah Dina tidak mungkin memaksa Cahyo menikahinya meskipun mereka saling cinta, karena Cahyo masih berstatus mahasiswa. Bagi sedikit orang, mungkin tidak masalah menikah pada saat status masih mahasiswa. Tapi, pernikahan tidak hanya melibatkan dua orang, namun juga dua keluarga. Tentu saja keluarga Cahyo tidak setuju jika anaknya harus menikah di saat kuliah baru menginjak semester 6. Pun keluarga Dina, tidak setuju jika Dina menikah dengan Cahyo yang masih mahasiswa karena dianggap masa depannya belum jelas. Pada akhirnya, Dina diperkenalkan (untuk dijodohkan)dengan teman kakaknya.

Proses perjodohan hingga lamaran segera dilakukan. Akhirnya berita rencana pernikahan Dina mulai tersebar di seantero fakultas. Tanggal pernikahaan, gedung tempat resepsi hingga undangan pun sudah siap disebar. Hingga suatu waktu, Dina datang ke kampus dengan membawa undangan pernikahannya untuk kami teman-temannya. Dina sudah lulus lebih dulu dibanding kami, makanya kami senang sekali ketika Dina dengan sengaja datang ke kampus hanya untuk mengantar undangan pada kami.

Siang itu, setelah menyerahkan undangan pernikahannya kami makan siang di kantin fakultas. Setelah menyelesaikan makan siang, kami berempat termasuk Dina hendak kembali ke ruangan tempat kami nongkrong sambil menunggu dosen pembimbing. Ketika kami jalan, secara tidak sengaja kami bertemu dengan Cahyo. Cahyo terlihat tenang, beda sekali dengan Dina yang terlihat tegang ketika berpapasan dengan Cahyo. Dalam kesempatan itu, Cahyo minta maaf tidak akan menghadiri resepsi pernikahannya minggu depan. Dia bilang, bukan dia tidak mau untuk datang ke perkawinan Dina, tapi orang tua yang melarang untuk datang karena takut anaknya tidak sanggup melihat mantan kekasihnya yang duduk di pelaminan bersama orang lain. Kami semua terdiam mendengar Cahyo ngomong begitu. Saya melihat muka Dina memerah menahan tangis. Untungnya saat itu Cahyo segera pamit meninggalkan kami. Barangkali tidak sanggup melihat airmata Dina yang hampir menetes.

Dan kisah haru biru Dina masih belum berakhir saat itu. Tiga hari menjelang hari H pernikahannya, ayah Dina meninggal, hingga pernikahannya dipercepat 3 hari. Jadi, ketika hari pernikahan tiba, Dina didampingi ibu dan kakak tertuanya. Ada rasa haru ditengah meriahnya pesta pernikahan itu. Para tamu undangan merasa haru karna masih merasakan duka sepeninggal ayah Dina. Kami teman-temannya, merasa haru, melihat Dina yang begitu patuh pada orang tuanya hingga bersedia dijodohkan dengan orang yang sama sekali belum dicintainya.

Aaahh, kisah cinta memang selalu meninggalkan cerita tersendiri bagi pelakunya. Meskipun cinta tidak selalu berakhir dengan indah, akan rugi rasanya jika kita sampai tidak pernah mengenal cinta...:D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline