Lihat ke Halaman Asli

Mendinginkan Hati Fan Capres

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

RAMAINYA pemilihan presiden tahun ini. Semua orang membicarakan sosok calon presiden dan calon wakil presiden idolanya masing-masing, baik di pasar, pinggir jalan, kantor, di jejaring sosial, maupun grup BlackBerry Messenger (BBM). Pembicaraan mereka tidak lepas dari sosok dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ataupun Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Pendukung pasangan nomor urut 1, Prabowo-Hatta, berusaha meyakinkan lawan bicaranya agar bersedia memilih capres-cawapres idolanya itu pada 9 Juli nanti. Agar lawan bicaranya makin yakin, mereka berusaha menonjolkan keunggulan mantan Danjen Kopassus dan mantan Menko Perekonomian itu.

Begitu juga sebaliknya, pendukung capres-cawapres nomor urut 2, Jokowi-JK, juga melakukan hal yang sama. Mereka berusaha meyakinkan lawan bicaranya agar bersedia memilih pasangan itu karena memiliki banyak keunggulan.

Namun, sayangnya, akhir-akhir ini pembicaraan tentang perbedaan pilihan itu malah menyebabkan kerenggangan antarsesama anak bangsa, yang tadinya akrab menjadi tidak akrab. Meskipun sesama agama, sesama suku, bahkan satu kantor. Kubu pendukung Prabowo-Hatta mengolok-olok Jokowi karena banyak melakukan pencitraan dan tidak amanah karena tidak menyelesaikan tugasnya sebagai wali kota Solo dan gubernur DKI Jakarta.

Sementara fan Jokowi menuduh Prabowo sebagai pelanggar HAM dan calon kepala negara, tetapi tidak berhasil mengelola keluarganya dengan baik. Saling serang dan saling mengolok-olok masih terus berlangsung hingga saat ini dengan menggunakan berbagai sarana.

Hanya gara-gara memasang display picture (DP) capres di BBM yang bukan idolanya, mereka saling caci. Gara-gara itu, mereka menghapus (delcont) kontak temannya itu. Bahkan, tidak jarang mereka tidak saling bertegur sapa di kantor.

Berpendapat adalah hak seluruh manusia. UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum juga menjamin hal itu. Oleh sebab itu, ketika hendak berpendapat haruslah seseorang memahami apa tujuan dari berpendapat itu apakah memberi solusi atau memperkeruh suasana. Jika hendak memberi solusi sebaiknya gunakan teori atau fakta jangan menggunakan landasan fitnah.

Kampanye negatif (negative campaign) diperbolehkan selama dilengkapi dengan data dan fakta. Yang dilarang adalah kampanye hitam (black campaign) yang mengarah kepada fitnah. Jadi, boleh berbeda pendapat asalkan hati tetap dingin. Semoga yang tidak saling bertegur sapa, tidak akur di grup BBM, dan yang pernah menghapus kontak BBM gara-gara berbeda pilihan capres, bisa kembali berteman dan kembali rukun. Hidup adalah sebuah seni memandang. Persepsi yang dimiliki setiap orang telah memengaruhi cara menangkap dan menafsirkan sebuah permasalahan. Perbedaan pendapat pun bagian dari itu. Perbedaan tidak selalu harus dihindari karena jika dikelola dan disikapi dengan baik justru membawa manfaat dan dampak positif. Tidak ada satu orang pun yang sama di dunia ini. Setiap dari kita adalah individu yang unik yang senantiasa memiliki persepsi, pemikiran, dan pendapat berbeda dalam memandang satu hal yang sama. Termasuk dalam memilih calon presiden.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline