Lihat ke Halaman Asli

Rohayati Aya

Freelancer/A wife/A mother

Saat Guru Menjadi Bahan Lelucon di Kelas

Diperbarui: 28 November 2016   20:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Rf.com

Masih dalam rangka hari guru nasional yang sudah diperingati pada tanggal 25 November 2016 yang lalu. Ingatan ini tertuju pada kejadian 10-12 tahun yang lalu, saat saya masih duduk di bangku SMA. Meskipun sekolah saya bukan SMA favorit, namun tidak menyurutkan semangat saya untuk mengikuti mata pelajaran dengan serius. 

Suatu saat di awal semester kelas X, masuk seorang guru Matematika. Seperti guru-guru pada umumnya, beliau mengenakan baju safari dan membawa beberapa buku referensi. Sampai perkenalan berakhir tidak ada yang aneh dengan guru tersebut. Mulailah kami pada inti pelajaran Matematika, semua siswa di kelas bersiap memasang wajah serius lengkap dengan pulpen di tangan kanan dan buku yang masih kosong. 

Beliau mulai menjelaskan ini dan itu mengenai suatu bab Matematika. Namun tak disangka-sangka, beliau menyelipkan sedikit lagu Rhoma Irama pada saat menjelaskan. Sontak, seisi kelas pun tertawa cekikikan. Tak hanya itu, beliau pun sedikit menggoyangkan tangannya. Konsentrasi kami pun terpecah, padahal beliau sudah melanjutkan penjelasannya lagi. 

Kami justru lebih tertarik untuk membicarakannya dengan teman sebangku. Bahkan sebagian dari kami masih menertawakan tingkah konyol beliau. 

Jam pelajaran matematika pun berakhir. Sampai beliau melangkah keluar dari kelas, kami masih saja menertawakan beliau. Tidak hanya itu, beberapa teman juga menirukan adegan guru matematika tersebut. 

Pertemuan-pertamuan selanjutnya masih dengan suasana yang sama. Tertawa cekikian saat beliau menjelaskan, meributkan ini dan itu, dan beberapa teman justru asik bermain handphone

Matematika pada umumnya menjadi mata pelajaran yang jarang disukai. Namun tidak dengan kelas kami, Matematika adalah pelajaran yang ditunggu-tunggu. Sebenarnya bukan mata pelajarannya, namun gurunya. 

Beliau memang berhasil membius siswa-siswa kelas X, yang pada awalnya tidak menyukai Matematika menjadi suka dengan mata pelajaran tersebut. Namun sayangnya, beliau menjatuhkan kewibawaannya di depan kami. Sama sekali tidak ada rasa hormat kami terhadap beliau. 

Terkadang di antara kami, ada yang menirukan gaya beliau saat beliau menghadap ke papan tulis. Bukannya melarang teman kami, kami justru menertawakannya. Bahkan tak sedikit dari kami yang kadang keluar pada jam pelajaran beliau tanpa izin. 

Kejadian-kejadian itu terus berlanjut sampai kami kelas XII SMA. Kebetulan kami diajar oleh guru yang sama. Namun untung saja, saat kami kelas XII SMA pikiran kami sudah tertuju dengan ujian akhir. Sehingga kami sedikit serius pada saat mengikuti pelajaran beliau. 

Sampai pada akhirnya kami lulus dan memilih jalan hidup masing-masing. Sejauh ini belum ada di antara kami yang secara langsung meminta maaf dan berterima kasih kepada beliau. Meminta maaf atas segala kebodohan kami. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline