Bermodal ijazah S1 dari PTN ngetop di Indonesia. Mencoba mencari pekerjaan dari perusahaan satu ke perusahaan lain, mencoba mengikuti job fair dari yang deket sampai ke ujung pulau. Namun keberuntungan tak kunjung berpihak.
Sudah dua bulan lamanya pasca wisuda belum ada pekerjaan tetap jua, padahal rekan-rekan seperjuangan ada yang sudah bekerja meskipun belum wisuda. Setiap kali ada panggilan dari perusahaan kalo tidak lolos psikotes, pasti saat wawancara admin dan kata-kata yang selalu sama sebelum meninggalkan ruangan adalah "nanti kalo lolos kami hubungi satu minggu dari sekarang". Satu minggu berlalu, dua minggu berlalu belum ada panggilann juga. Padahal ponsel sengaja tidak saya matikan saat sedang di charge, kali-kali ada panggilan masuk dari Perusahaan A atau B. Namun penantian tetap saja sebuah penantian, hanya menghasilkan kesia-siaan. Saat itu masih optimis, "mungkin pihak perusahaan sibuk, jadi belum sempat menghubingi saya" well akhirnya saya menunggu lagi. Sekarang sudah tiga minggu, hampir empat minggu malah, apakah benar harus menunggu dihubungi hingga satu bulan? Dari beberapa sumber mengatakan bahwa "Kalo sudah pasti diterima, lamanya menunggu itu hanya sampai dua minggu. Kalo lebih dari itu ya, sudah pasti goodby". Pupus sudah harapan saya untuk dapat bekerja di perusahaan A atau B. Padahal saya sudah gembar-gembor pada rekan-rekana dan sanak saudara, aduh malunya. Sudah banyak perusahaan yang membuat saya menjadi seorang satpam *satpam ponsel maksudnya. Berharap ada panggilan masuk dari suatu perusahan dengan kata-kata yang saya tunggu, "Selamat, Anda lolos wawancara, minggu depan kami tunggu di perusahaan kami untuk wawancara lanjut". Namun kata-kata itu hanya ada di benak saya. Terkadang ketika iman ini turun, sempat berfikir untuk bekerja apapun asalkan menghasilkan uang dan tidak menjadi bahan cemoohan tetangga seperti, "Si ini belum kerja, padahal kan dia dari PTN terkenal", atau gak "anaknya Ibu ini sudah kerja di Perusahaan terkenal, tapi kok anak ibu belum kerja?". Namun ketika kembali merenung dan bertanya pada hati kecil yang paling dalam, saya sadar bahwa bekerja bukan perkara uang namun apakah kita mampu mengaplikasikan ilmu kita selama kurang lebih empat tahun? Dan kesadaran itu membuat saya mengevaluasi diri, pekerjaan yang selama ini saya lamar ternyata jauh sekali dari ilmu yang saya pelajari kalau saya bilang bagai langit dan tanah. Kalau kata Om Mario Teguh, jika ingin berhasil maka kuncinya adalah "fokus" - itu! Saya sendiri bukan orang yang mudah fokus pada satu hal, apabila ada kesempatan di luar cita-cita saya, yang dilakukan adalah mengambil kesempatan itu. Bukankah lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali. Mungkin banyak lulusan-lulusan sarjana yang akhirnya memilih bekerja dimanapun dan tidak peduli berhubungan atau tidak dengan ilmu yang dipelajari. Namun coba renungkan, dulu saat masih kuliah yang kita harapkan adalah nilai A, IPK 4.00 tanpa tahu mau dibawa kemana nilai itu kalau setelah lulus tidak dimanfaatkan. Hal itu mungkin baru terfikir oleh saya jua setelah tahu betapa susahnya mencari kerja yang sesuai, kalaupun ada harus memiliki pengalaman mimimal dua hingga lima tahun di bidang yang sama. Lalu kenapa harus tetap di promosikan ke anak-anak fresh graduate seperti saya. Karena itu jalan akhir yang ditempuh adalah bekerja apapun, meskipun S1 nya sosiologi tidak masalah masuk Bank yang penting kerja demi sebuah Gengsi. Mungkin orang lain mudah melakukan itu, namun saya tidak. Nilai hitung-hitungan saya saja jelek, bisa-bisa saya stress menghadapi uang setiap hari. Tidak salah memang, jika ada yang bilang "lho ilmu itu kan bisa dipelajari" kalo saya bilang "ya itu, karena kamu dasarnya sudah pintar dalam bidang itu, emang sudah ahlinya walaupun jurusan S1 kamu bukan itu. Kalau saya sedikitpun tidak memiliki keahlian di bidang tersebut". Jadilah perdebatan sengit antara saya dan kamu. Perdebatan itu akhirnya dimenangkan oleh kamu. Saya masih menganggur hingga sekarang, meskipun demikian saya tidak pernah merasa kalah. Kalau dilihat dari kasat mata memang saya kalah namun saya yakin bisa menjadi berhasil.
Banyak hal yang harus dibenahi, pertama adalah diri sendiri, saat bercermin tanyakan pada diri kita, "kamu mau kerja di bidang apa yang sesuai dan mampu kamu kerjakan?" kalau ternyata memiliki banyak pilihan, coba list pilihan-pilihan tersebut. Cari untung dan rugi dari masing-masing pilihan. Lalu lihat mana yang ada di depan mata kamu, lalu seberapa besarkah kira-kira peluang kamu disitu dan lihat profil bidang itu sesuai kah dengan bidang kamu? kalau ternyata bertolak belakang dan kamu kurang menguasai bidang itu maka saran saya tinggalkan. Lakukan semua itu berulang-ulang sampai akhirnya menemukan yang sepertinya sesuai atau nyerempet-nyerempet dikit dengan kemampuan kamu di bidang itu. Pihak kedua yang harus dibenahi adalah pemerintah *maaf lagi-lagi dikaitkan, kalo ingin pendidikan di bangsa tercinta ini tinggi dan angka pengangguran rendah, maka bukalah lapangan kerja baru sebanyak-banyaknya. Jangan biarkan pihak-pihak yang memiliki kuasa dengan mudah melakukan nepotisme dan diskriminasi terhadap masyarakat yang tak punya kuasa.
Saat ini mungkin Tuhan belum memberikan jawaban atas usaha yang telah dilakukan, namun jangan takut untuk kembali berusaha sebaik-baiknya, berdoa, bertawakal dan berikhtiar, suatu saat Tangan Tuhan kan bekerja membuat setiap angan menjadi nyata.
Kembali pada hati kecil kamu dan nyalakan lentera jiwamu.
*Catatan Pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H