Lihat ke Halaman Asli

Lelaki dan Sembilan Matahari

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

aku menatap sekeliling, lagi-lagi hanya gelap dan senyap. sepertinya waktu masih terus menggelinding mengejarku, aku tersudut oleh maki, mereka telah mencabik-cabik segenggam darah berwarna coklat tua di dadaku. rasaku berdarah, tersobek ujung lidah mereka yang begitu runcing dan tajam.

langkahku sedikit gontai, terkadang aku jatuh, namun aku masih berdiri dengan hati. walau terseok-seok aku harus berjalan dalam lorong gelap yang penuh dengan mayat hidup dan hantu-hantu yang memenuhi dinding-dinding kusam yang bisu.

kedua bola mataku segera kulempar ke langit, bulan sabit mencoba tersenyum padaku. sayup kudengar bisiknya di telinga.

" sembilan matahari segera membunuh aku.

ada sedikit oase dalam bisiknya, mencoba mengetuk pintu hatiku dan menamba luka dengan secangkir asa.

" ramadhan, diriku belum terkapar, walau raga telah terbiasa dengan lapar. dan sembilan matahari telah membunuh aku.
.
..
...

~¤~
banjarbaru 31juli12
bvb




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline