Lihat ke Halaman Asli

Kabut

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

kabut putih, pekat mengelilingi kepala, menutupi mata yang masih sembab oleh tangis kemarin malam.
Secangkir kopi terasa pahit, namun gurauan pagi merangsang keterpurukan tuk segera bangkit, berharap kabut kan tersibak oleh sang surya, walau bayu masih sedikit mengantuk berhembus di pepohonan.

letih dan lelah pikir.
hati cahayanya meredup pelan, namun jendela mengajak memandang, menarik pikir tuk turut keluar mengajak mata yang sedikt sayu, menatap luar jendela dibalik kabut, warna-warni diluar jendela, membungkam gelisah pacu semangat.

keindahan itu tak hanya sebatas puji, caci maki tak harus menyakiti, dan manis itu membahayakan sang pahit menyelamatkan.

kabut putih sedikit merintih.
mendekati siang yang terus menantang, jendela terbuka lebar, pintu tak lagi terkunci, sebab atap rumah terus terbakar mengundang pengap yang menggelisah keringat.
keluarlah dan kemudian masuk lagi, sebab terlalu banyak didalam tidak membakar kalori, keseringan diluar tak juga menyehatkan ragawi.

kabut putih akan tersingkap.
sebab diluar sana tak seperti disekitar sini, berbeda malam dengan siang, namun masih sama-sama diatas bumi.

*****
pinggir trotoar pada siang hari
salam
bvb




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline