Awan berarak memenuhi kornea mataku, kepalaku ikut terbuai bersama bayu yang lincahnya tak beraturan, sejenak kucoba berpasrah mengganti sudut tatapanku menuju sebuah sungai. Lalu lalang sampan di sungai Martapura sedikit menyegarkan.
'' Olala, jamban-jamban menghiasi pemandangan yang mengalir.
'' Sebagian mereka mandi dan mengambil airnya sungai, dimanakah gerangan mata air tersenyum sepanjang hari ?
Imagiku segera melayang kearah bebukitan lintang selatan, teringat akan sebuah waduk diantara bukit-bukit yang kokoh berdiri, bersama gagahnya sang pembangkit energi listrik diantara desa-desa yang dulu pernah ada sebelum pembangkitnya ada disana. Sepanjang anak sungai yang tak jauh dari sang mata air, mesin-mesin domping berjajar rapi dan bernyanyi sepanjang hari, bersama keringat-keringat para penambang yang bercucuran diatasnya menari-nari senyum sang bromocorah berhidung mancung dan bermata sipit.
'' Harga emas, semakin gila. Teriak salah seorang yang turun dari dalam mobil mewah yang mirip seperti milik para tentara Amerika.
'' Terus nyalakan domping, jangan takut solar habis !
Semangatnya terus berpacu, senyumnya semakin mengalir dan menyatu bersama pasir dari mesin penghisap, meninggalkan mercury dalam sungai-sungai yang mengalir menuju keperkampungan yang dimana banyak berjejer jamban beserta keramba-keramba penyambung nyawa.
*****
Terus menyetubuhi angka-angka, tanpa memikirkan lepasnya nyawa dari urat nadi, tetangga dan langit teriak, kau terus saja menyetubuhi nikmatnya angka yang mengangkara.
Ah, sungaiku kotor...
sekotor senyuman para manusia yang telah menjelma iblis neraka.
-------------
pinggir trotoar 25052011
by