Lihat ke Halaman Asli

Fenomena 'Puber Keyakinan' Umat Beragama di Negeriku

Diperbarui: 1 Februari 2016   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Ahmad Zainul Muttaqin

Kalau dulu saya pernah bicara tentang fenomena "awam religius", maka sekarang saya ingin mengangkat topik tentang "anak-anak puber" dalam berkeyakinan di negeri ini.

Bagaimana cirinya?

Biasanya mereka sangat doyan berdebat dengan orang-orang yang berbeda agama/mazhab demi menunjukkan "kesesatan" orang yang ia ajak debat.

Biasanya orang-orang tipe begini adalah orang-orang yang baru belajar bab awal dari ajaran baru yang dianggapnya keren. Merasa menemukan kebenaran (padahal baru bab 1) sudah semangat menunjukkan "kesesatan" orang-orang yang ia anggap sesat. Dan maaf saja, tidak sedikit muallaf yang begini.

Bukan hanya dengan yang berbeda agama. Di dalam islam sendiri ada beberapa pengikut Sunni yang baru mengenal ajaran Syi'ah (atau sebaliknya), lalu ia melihat kebenaran di dalam ajaran barunya, lalu dengan gaya "puber" nya rajin unjuk gigi dengan memamerkan kebenaran baru yang ia terima seraya menyesatkan ajaran lamanya yang ia anggap sesat.

Maklum masih puber, masih terpana dengan "pengalaman baru"nya lalu ingin pamer dan unjuk gigi dengan mengumbar "kesesatan" golongan lain seakan tidak punya urusan lain selain mengusik keyakinan umat lain yang telah ada ribuan tahun bahkan sebelum buyutnya lahir.

Anda dulu pernah sekolah? Apa sekolah anda dulu hanya memperbolehkan siswa dari agama anda saja yang belajar disana.

Dulu saat anda sekolah, bahkan anda tidak pernah peduli dengan agama teman sebangku anda. Saat anda belajar kelompok, anda tidak pilih teman-teman belajar kelompok karena agamanya (tapi karena pinternya). Bahkan sudah berapa kali dulu anda yang muslim belajar kelompok di rumah teman anda yang Kristen ditemani lukisan Yesus dan Bunda Maria?

Saat dulu di sekolah anda berkelahi, apa anda berkelahi karena agama? Paling anda berkelahi karena beda geng, rebutan sesuatu atau olok-olokan, lagi-lagi bukan karena agama. Saat itu kita terbiasa dengan perbedaan agama karena biasa bersama.

Satu hal yang sangat patut diapresiasi, budaya kita menanamkan sejak kecil berkelahi di sekolah karena agama adalah hal yang tabu dan malu-maluin, apalagi di sekolah negeri yang siswanya plural.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline