Lihat ke Halaman Asli

Melihat Aksi Koin untuk Australia Dari Sudut Pandang Lain (Belajar Dari Pengalaman Pak SBY, Prita, dan Slank)

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tahun 2008, grup band Slank pernah "bermasalah" dengan badan kehormatan DPR, lantaran lirik lagu mereka ("gosip jalanan") di salah satu satu bagiannya, dianggap menyinggung kinerja DPR (mafia senayan, kerjanya bikin peraturan, ujung ujungnya duit). Media (SCTV) pun segera meminta opini masyarakat : dukung mana Slank atau DPR?. otomatis masyarakat kebanyakan mendukung Slank. alasannya? pertama, Citra DPR yang selama ini buruk di mata masyarakat (dari mulai korupsi hingga video porno dengan penyanyi dangdut). kedua, Slank adalah grup band yang mempunyai jutaan fans di negeri ini, dan kebetulan ketika itu yang dimintai pendapat (oleh SCTV) adalah kebanyakan anak anak muda yang umumnya tidak mengerti politik. Padahal di masa lalu Slank juga punya catatan kelam. tapi bagi artis, bila pernah melakukan suatu 'dosa', oleh media dan orang banyak akan dianggap "namanya juga manusia, wajar bila salah." lain ceritanya bila yang 'bersalah' itu ulama atau pejabat. ulama poligami, misalnya, walaupun benar secara hukum (agama), akan tetap dapat cibiran. Di tahun 2010 (atau 2009?) ada seorang ibu yang mendapat pelayanan buruk dari sebuah RS kelas internasional. Si ibu pun curhat di mailing list. Pihak rumah sakit mengetahui dan tidak terima dengan curhatan si ibu tersebut, lalu menuntut hukum si ibu bernama Prita Mulyasari itu. Kemudian datanglah dukungan bagi si ibu (dalam wujud koin dan konser) dari hampir seluruh penjuru Indonesia. Sebagian orang Indonesia memang cenderung 'tertarik' pada orang yang terkesan 'dizolimi' atau tertindas. Semut melawan gajah.

Di tahun 2011 ketika pak SBY, yang kala itu masih menjabat sebagai presiden, 'curhat' atau sekedar ngomong tentang gajinya sebagai presiden yang tidak naik naik ketika sedang berpidato di hadapan para jenderal TNI (kalau tidak salah), sebagian masyarakat pun reaktif. Mereka pun membuat gerakan 'koin untuk SBY' atau 'koin untuk presiden.' Entah maksudnya bercanda, menyindir, atau memang betul betul mau 'menambah gaji presiden.'

Dan kini, tahun 2015, ketika PM Australia (Tony Abott) mengungkit ungkit kembali bantuan kemanusiaan yang pernah diberikan negaranya kepada Indonesia ketika terjadi bencana Tsunami Aceh 2004 silam, (sebagian) masyarakat kita pun bersikap reaktif. Muncullah gerakan 'koin untuk Australia.' Media pun ikut 'memanas manaskan' situasi. Hey, Australia itu negeri kaya, tak perlulah kalian mengumpulkan 'receh' untuk mereka!. Lagipula kalau pemerintah Indonesia betul betul ingin mengeksekusi mati para gembong narkoba itu kenapa tidak langsung di"dor" saja, sih?. kenapa harus diliput (terus terusan) oleh media? sampai ada breaking news-nya segala pas menjelang eksekusi. 'kan orang di negara lain jadi tahu. begitu pun dengan segala hal yang berhubungan dengan ucapan Abott dan aksi kumpul koin ini (termasuk ucapan wapres JK yang hendak mengembalikan uang sumbangan kemanusiaan itu). Sudah tahu (sebagian) masyarakat Indonesia itu 'emosian' masih saja diberitakan secara bombastis, seakan memprovokasi.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline