Lihat ke Halaman Asli

Diadukan karena Siksa Pembantu, Kompol Elisabeth Malah Melapor Balik ke Polisi (Tetangga Br.Siahaan)

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MEDAN-PM-Kompol Elisabeth br Siahaan, perwira polisi yang bertugas di Dit Narkoba Poldasu, kembali mengulang aksinya seperti 26 Agustus 2010 lalu. Kala itu, dia dilaporkan telah menyiksa pembantunya, Ratnasari (16) dan kasusnya sampai mendapat perhatian dari Indonesia Police Watch (IPW). Namun dia melaporkan Ratnasari juga ke Polsek Medan dengan tuduhan mencuri cincin.

Nah, kemarin (14/6) dinihari, Kompol Elisabeth juga melaporkan 2 pembantunya yakni Ngatinem (56) dan Ropiah (14), ke Polsek Medan Baru karena kabur dengan mencongkel pintu. Itu dilakukannya, setelah kedua pembantunya itu kabur dan mengadu ke Poldasu karena kerap dianiaya.

Kompol Elisabeth juga membantah sudah menganiaya Ngatinem dan Ropiah, seperti juga dia membantah menyiksa Ratnasari pada Agustus 2010 lalu. “Kami sekeluarga tidak pernah menyiksa mereka (Ngatinem dan Ropiah), apalagi menganiayanya hingga babak belur. Gimana kami menyiksanya, sedangkan kami kalau pagi sudah pergi dari rumah dan pulang malam hari. Itu baru kami jumpa dengan mereka,” kata Elisabet saat dijumpai di rumahnya di Jl. Pabrik Tenun, Kec. Medan Baru.

Ditambahkannya, kedua pembantunya itu sudah dianggap sebagai keluarga, tidak ada perbedaan majikan dengan pembantu. “Kalau makan kami tidak pernah membedakan mereka sama seperti kami makan, dan Mbok (Ngatinem,red) hanya bekerja menjaga keponakan dan si Roh membersihkan rumah,” ungkap wanita lajang itu, mengaku rumah itu milik orangtuanya.

Anehnya, hal serupa juga dikatakannya saat Ratnasari melaporkannya tahun lalu. “Ngak pernah kusiksa si Ratna itu. Biar tahu ya, apa yang kumakan di rumah itu juga yang dimakannya. Dan asal tahu juga, dia termasuk enak di rumahku, apa isi kulkasku juga yang dimakannya. Jadi aku jangan dibilang memukuli apalagi menyekap,” ujarnya kala kasus itu menghebohkan pada 2010 lalu.

Kembali ke Ngatinem dan Ropiah. Diakui Elisabeth, keduanya diambil dari Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) di Jakarta. “Kami mempunyai kantrak dengan mereka selama dua tahun untuk bekerja di rumah kami dengan gaji perbulan Rp700 ribu per orang. Jadi, tidak mungkin kalau kami memulangkan mereka ke kampung halaman, karena ini sudah sesuai dengan kontrak kami dengan PJTKI tempat mereka diambil,” jelasnya saat ditanya mengapa tidak memulangkan mereka, padahal mereka tidak betah tinggal di rumahnya.

Lebih lanjut, Elisabeth mengatakan atas kaburnya dua pembantunya dari rumah

keluarganya telah membuat laporan kepolisi. “Atas kejadian ini kita sudah membuat laporan ke Polsek Medan baru, karena mereka lari seperti mencuri, lihat saja mereka pergi dengan cara membongkar pintu depan dengan pisau dan martel. Padahal, pintu itu tidak pernah dibuka kalau tidak ada acara keluarga di rumah,” katanya sambil memperlihatkan pintu yang dicongkel oleh pembantunya yang kabur.

Elisabeth menambahkan kedua pembantu sudah pernah berjanji tidak akan melakukan

perbuatan mencuri lagi dirumahnya. “Mereka pada waktu pertama kali datang pernah mencuri ATM adik ku, tapi perbuatan tersebut mereka berjanji tidak akan mengulangi lagi dengan membuat surat pernyataan, jadi kami selama ini tidak curiga terhadap mereka, akan berbuat yang tidak-tidak seperti ini,” kenangnya.

Sementara, Ngatinem sempat takut saat dibawa kembali ke Mapolda Sumut, guna melengkapi pemeriksaan, usai visum di RS. Hidayah, Tanjung Morawa yang tertuang dalam nomor LP/372/VI/2011/ Dit Reskrimum tertanggal 13 Juni 2011. “Nanti jumpa Bu Elisabeth di sana, Mbok mau pulang aja. Mbok takut, nanti ketemu sama Bu Elisabeth, ” katanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline