Lihat ke Halaman Asli

pratama

Mudah dan Menikmati

Sebuah Persembahan, Rohim Pahrozi

Diperbarui: 17 Oktober 2019   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari ini akun media sosial saya dihiasi oleh sosok anak muda dari Kabupaten Ogan Ilir, di dalam sebuah poster yang berjudul Ogan Ilir Mencari Pemimpin.

"Kak Rohim," sapaan saya, jika kalian ingin mencari sisi obyektif dari artikel ini maka saya sarankan cukup dan tutup. Nama lengkapnya Rohim Pahrozi, sosok yang ramah dan lulusan dari kampus ternama.

Di alam demokrasi, ada sebuah titik jenuh yang membuat orang-orang seperti saya merasa bahwa kekuasaan hanya berkisar dari keluarga si anu, si ani, si ana dan si itu. Titik itu bernama "bosan". Menghinggap dikalangan anak muda yang tidak menemukan passion  dari bagian pilihan politiknya. Banyak hal yang mendasari, dari atas dasar kekecawaan pemerintahan, kondisi ekonomi, dan program kerja yang tidak dirasakan bagi semua orang.

Kembali ke poster Ogan Ilir Mencari Pemimpin. Saya merasakan angin segar, secercah harapan, dari seorang anak muda lulusan kampus ternama di Indonesia untuk mengabdikan diri di daerah Ogan Ilir. Bergelimang harta, tidak. Anak pejabat, tidak. Kader partai politik, tidak. Hal ini juga yang memutuskan saya untuk kembali menulis artikel. Bahwa kita butuh atmosfir perubahan, dari sosok pejuang anak muda yang mempunyai kapasitas unggul dan berintelektual.

Adanya Rohim Pahrozi dalam poster itu, mengungkapkan bahwa dia siap bertempur untuk membawa atmosfir perubahahan  terlepas apapun konsekuensinya. Ini jiwa muda, jiwa yang berapi-api. Saya jadi teringat ucapan seorang penyair Inggris yang bernama Arthur Hugh Clough, dia berkata "lebih baik bertempur dan kalah daripada tidak pernah bertempur sama sekali."

Dia pejuang, petarung dan pemberani.

Pada akhirnya jika dia tidak melenggang, saya tetap berkeyakinan dia sudah menang. Menang di kalangan anak muda, menang telah membawa angin segar di Ogan Ilir dan menang untuk membawa perubahan. Bahwa para pemuda harus bersuara, untuk menyuarakan daerahnya agar lebih sejahtera.

Pemuda itu dia, murah senyum tapi tidak menjual senyum. Pemuda itu dia, dari tukang pecel lele, penjual sayur, mahasiswa, dosen, peneliti, advokat sampai warung makan Bu De serumpun semua mengenal sosoknya. Dia menjadi harapan, harapan yang selalu ada disaat situasi dan kondisi yang terus mengkhawatirkan.


17 Oktober 2019. Ogan Ilir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline