Lihat ke Halaman Asli

Dewi Sumardi

Penulis Novel dan ibu Rumah Tangga

Mengenal Sosok Ibu Sjamsiah Achmad dan Pemikiran Beliau tentang Kemitraan dan Kesetaraan Gender

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14158959701648083163

[caption id="attachment_375084" align="aligncenter" width="630" caption="Ibu Sjamsiah Achmad (berbusana batik Merah) duduk di antara para Wanita Warga Negara Indonesia di Baku - Dokumen milik Ibu Wiwik Wijiamiasih"][/caption]

Sungguh suatu keberuntungan bagi Warga Negara Indonesia yang tinggal di Baku, Azerbaijan khususnya kami, kaum wanita karena mendapat kesempatan untuk bisa bertemu dengan Ibu Sjamsiah Achmad, seorang aktivis untuk hak asasi wanita, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di tingkat Internasional.

Meski acara-acara yang dihadiri oleh beliau di Baku begitu padat, Ibu yang tetap sehat meski telah berusia 81 tahun tersebut menyempatkan diri untuk mengadakan acara Silaturahmi dengan Masyarakat Indonesia yang ada di Azerbaijan. Acara tersebut diadakan oleh KBRI Baku di Wisma Indonesia pada hari Rabu 12 November 2014 pukul 18.00.

Dalam sambutannya, Duta Besar LBBP RI untuk Republik Azerbaijan Bapak  Prayono Atiyanto mengatakan Ibu Sjamsiah Achmad yang pernah tinggal di Moscow ketika menjadi sekretaris pribadi Duta Besar untuk Rusia, Manai Sophiaan ternyata 50 tahun yang lalu menyempatkan diri blusukan ke Baku saat Azerbaijan masih berada di bawah kekuasaan Uni Soviet.

****

Ibu Sjamsiah Achmad lahir pada tanggal 10 Maret 1933  di Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan dan merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan Achmad bin Hasan dan Siti Saniah.

Pendidikan yang ditempuh beliau dimulai dari Sekolah dasar atau Hollandsch Inlandsche School (HIS) pada 1946 di Sengkang, kemudian  melanjutkan Sekolah Guru Bawah (SGB) dan Sekolah Guru Atas (SGA) di Makassar dan lulus pada 1952.

Ketika menginjak usia 19 tahun beliau mengajar di SGB Bone, Sulawesi Selatan, selama dua tahun.
Setelah itu beliau pindah ke Jakarta dan melanjutkan  ke Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (PGSLTP), lalu meneruskan kuliah di Universitas Kristen Indonesia dan bergelar sarjana muda Paedagogik.

Karier beliaupun sungguh luar biasa, tak hanya di Jakarta, tetapi melanglang buana sampai ke New York, Wina, Moscow dan lain-lain :

1.  Bekerja di  Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan di bagian riset pendidikan. Beliau mendapatkan beasiswa  di School Education, New York University dan meraih gelar Master of Art pada tahun 1962.

2. Menjadi salah satu yang berjasa dalam pendirian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), beliau ditugaskan di bagian hubungan luar negeri pada Direktorat Administrasi Ilmiah.

3. Bekerja selama 10 tahun di Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang membuat beliau semakin terlibat dalam  memajukan dan melindungi perempuan.

4. Menjadi asisten menteri negara urusan peranan wanita.

5. Ibu Sjamsiah Achmad terpilih menjadi salah satu dari 23 anggota United Nations Committee on the Elimination of Discrimination Against Women.

****

Meski usia beliau tak lagi muda, tapi Ibu Sjamsiah Achmad  masih terlihat sangat bugar. Dan ketika ditanya apa rahasianya, beliau menjawab karena beliau mempunyai prinsip :  "Believe in God and Help other people".

Dalam "ceramah" singkat yang diberikan pada malam kemarin Ibu Sjamsiah Achmad mengatakan bahwa Empowerment of Woman and Gender Equality adalah strategi yang sudah disepakati seluruh dunia yang artinya wanita dan lelaki adalah mitra sejajar/setara dalam membangun dunia. Tak berarti wanita bisa menguasai pria, tetapi berjalan seiring sejalan.

Tujuan kesetaraan gender antara pria dan wanita adalah untuk mengatasi segala permasalahan di dunia yang sedang dihadapi dan bertambah kompleks, seperti kemiskinan, pendidikan tak merata dan lain sebagainya.

Menurut Ibu Sjamsiah Achmad ternyata sangat tidak mudah untuk mewujudkan kesetaraan gender. Masih banyak sekali negara-negara yang para wanitanya terjajah dan menderita karena kesewenang-wenangan pria, bisa berasal dari keluarga (ayah, suami, saudara) maupun dari luar keluarga ( atasan, teman dan lain-lain).

Ego yang sangat tinggi (selfish) dan pemikiran yang konservatif tentang keluarga menjadi salah satu pemicu ketidak setaraan gender di dunia. Anak-anak perempuan yang dinikahkan paksa karena kemiskinan, adat istiadat (takut dibilang tidak laku) dan kemudian harus melahirkan di usia muda adalah korban-korban dari ketidaksetaraan gender tersebut.


****

Wanita dan Lelaki mempunyai kedudukan serta hak yang sama dan setara di hadapan Tuhan. Sama-sama bisa bekerja sebagai pelaku pembangunan (Equality).

Perdamaian adalah awal dari sebuah kemitraan dan perdamaian harus dimulai dari keluarga.  Kalau bapak ibu  damai, akan berpengaruh pada sikap dan sifat anak, begitu pula sebaliknya.
Oleh karena itu perubahan sikap mental lelaki dan perempuan sangatlah perlu. Keduanya harus saling bergandeng tangan dan memberi keteladanan pada keluarga.

Lelaki dan perempuan adalah Agent of Peace (Agen perdamaian)
Dan Life begins from the body of woman, atau kehidupan dimulai dari badan seorang wanita. Ilmu dan teknologi yang tinggi tak akan pernah bisa menggantikan wanita untuk bisa meneruskan keturunan.

Yang paling penting untuk diperhatikan dalam kesetaraan gender adalah :
1. Equal right and reponsibility, Pria dan wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

2. Equal on Care, Sorang istri harus  merawat suami ketika sedang sakit sesibuk apapun, dan seorang suami juga harus mendukung saat istri hamil.

3. Fair, antara pria dan wanita harus bisa bersikap adil antara satu sama lain.

4.Honest, harus ada ketulusan dan jauh dari kepura-puraan.
Seorang lelaki dan wanita yang ingin menikah harus mempunyai tujuan yang disepakati bersama.

****

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline