Lihat ke Halaman Asli

Peran Mahasiswa dalam Menyikapi Persoalan Sosial

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mahasiswa yang selalu menjadi harapan bagi masyarakat umum untuk menentukan arah perkembangan masyarakat, kini malah menjadi individu yang memisahkan diri dari persolan masyarakat dan seolah-olah tidak mau tau tentang persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Mahasiswa yang memikul tanggung jawab besar dalam menjawab persoalan  masyarakat sebagai individu  memiliki tingkat intelegensi yang tinggi di banding masyarakat biasa seakan-akan  hanya retorika belaka, karena kenyataannya mahasiswa justru  menjadi penyakit bagi masyarakat sehingga menjadi bahan obrolan di setiap pojok warung kopi. Eksistensi sebagai mahasiswa yang semestinya sebagai agen of change dan agen af control terkubur  seiring sifat arogansi dan tidak mau tau yang selalu ditunjukkan oleh mahasiswa dalam pergaulannya sehari-hari di lingkungan sosial.

Padahal sadar tidak sadar mahasiswa merupakan pelopor dalam setiap perubahan di belahan dunia manapun. Malahan mahasiswa diasumsikan sebagai kelas borjuasi kecil dan dipandang  sebagai sampah dimata masyarakat dengan sifatnya yang arogansi dan apatis. Memang kita mengakui mahasiswa adalah segelintir orang yang memiliki tingkatan ekonomi standar  namun disisi lain mahasiswa juga merupakan harapan bagi masyarakat untuk merubah tatanan masyarakat kearah yang lebih baik. Namun mahasiswa akhir-akhir ini selalu menunjukan dirinya sebagai kelas borjuasi dan melupakan tanggung jawabnya terhadap persoalan sosial sebagai hakikatnya manusia yang memiliki kecerdasan intelegenci. Untuk memahami mahasiswa sebagai kelas borjuasi kecil ataukah agen of change dan agen of control, mari kita membedah  satu persatu paradigma sosial mahasiswa agar kita mengetahui sekarang kita berada diposisi yang mana?

1.Mahasiswa kelas borjuasi kecil (glamour, trand, and seks)

Mahasiswa dikatakan sebagai kelas borjuasi adalah pada umumnya mahasiswa merupakan yang berasal dari keluarga berada, sehingga mahasiswa dianggap memiliki kecukupan dalam ekonomi. Namun seseorang yang sudah menyandang predikat sebagai mahasiswa tetaplah menjadi individu yang berperan aktif di setiap permasalahan sosial dan sedikit melupakan kemewahannya untuk berfoya-foya. Tetapi melihat dinamika mahasiswa akhir-akhir ini semakin menunjukan bahwa dirinya adalah kelas borjuasi dan memisahkan diri dari persoalan masyarakat yang merupakan tanggung jawabnya. Penyakit yang terus melanda mahasiswa sekarang adalah ; Pertama, “Glamour” : ciri mahasiswa seperti ini bisa kita jumpai ditempat-tempat yang mewah seperti bioskop, cafe, mall, diskotik dan genk motor, karena menganggap dirinya memiliki kecukupan ekonomi untuk berfoya-foya demi kepuasan pribadi sehingga melupakan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa. Golongan mahasiswa seperti ini hampir sebagian besar berada disetiap kampus  dan mahasiswa ini cenderung tidak memiliki intelegenci dan kecakapan terhadap setiap persoalan; Kedua, “Style” (bergaya). Mahasiswa golongan ini hampir tidak beda jauh dengan golongan glamour, tetapi kalau yang termasuk dalam golongan glamour dia tidak terlalu menonjolkan gayanya. Namun yang termasuk dalam tipe mahasiswa style dia selalu ingin menunjukkan dirinya yang terhebad disisi penampilan dengan mahasiswa yang lainnya, dan di tengah masyarakat mahasiswa selalu tampil aneh, yang cowok mencat rambutnya, memakai anting dan pakaian yang mewah-mewah. Tapi kalau yang perempuan yang ditonjolkan bagaimana kemudian dia menjawab kebutuhan seks dari lelaki. Mahasiswa ini selalu ingin tampil sempurna dimata umum dan ingin mencari perhatian dari lawan jenisnya dengan pakaian mini, bergincu dan mike up tebal dan bersolek ketika hendak berjalan.

Terkadang mereka juga memaksakan diri untuk tampil beda dengan memoroti orang tuanya dan bahkan menjual kehormatannya demi ingin menunjukan dirinya sebagai artis kampus. Datang kuliyah hanya style yang kemudian di tampilkan seperti motor-motor besar  dengan pakaian yang mewah dan yang cewek dengan pakaian seksi, dan sebagainya, singkatnya bergaya ala Eropa. Mahasiswa seperti ini cenderung tidak memikirkan tingkat pengetahuannya karena dalam pemikiran mereka hanya bagaimana bisa tampil yang terbaik dari mahasiswa yang lainnya dalam hal style atau trand. Ketiga, mahasiswa golongan ini adalah akumulasi dari mahasiswa yang berwatak glamour dan style. Berawal dari sifat glamour dan styles yang ditawarkan kemudian orientasinya adalah mahasiswa “pencinta seks”. Penyakit mahasiswa pencinta seks semakin mewabah disetiap kampus, contoh mahasiswa seperti ini merupakan representase dari mahasiswa glamour dan styles. Dan yang cewek, demi kepuasan pribadia akan kebutuhan trand dan glamour  uang kiriman dari orang tua tetap dirasa kurang yang endingnya terkadang mereka menjual kehormatannya dan rela menjadi simpanan para borjuasi kelas atas (pejabat dan pengusaha kaya). Mahasiswa seperti ini juga tidak peka terhadap lingkungannya karena merasa kebutuhan pribadinya terpenuhi, padahal disatu sisi dia merupakan arah kendali dinamika sosial.

Dari ketiga watak mahasiswa diatas kalau dikaji dengan filsafat, manusia merupakan hewan yang berfikir maka mahasiswa golongan di atas yang selalu berinsting yang berorientasi  akan pemenuhan kebutuhan pribadi maka dia adalah termasuk dalam kategori binatang, karena tidak menggunakan otaknya untuk berfikir buat orang lain sebagai hakikatnya manusia sebagai mahluk sosial dan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa.

2.Mahasiswa sebagai agen of change dan agen of control

Mahasiswa seperti ini adalah mahasiswa yang cukup maju baik dari metode berfikir maupun cara pandangnya, disamping dia berpikir untuk akademisnya dia juga selalu berpikir untuk masyarakat sosial selayaknya sebagai agen of change dan agen of control. Mahasiswa ini sekalipun dia borjuasi kelas kecil, akan tetapi dia tidak kemudian memisahkan dirinya terhadap masyarakat dan cenderung tampil apa adanya dan menjadikan predikatnya sebagai mahasiswa untuk menjawab persoalan sosial. Mahassiswa sebagai agen of change, kemudian selalu berperan aktif dalam menganalisis terhadap persoalan sosial yang kemudian dia wujudkan dalam tindakan nyata dalam merubah tatanan sosial kearah yang lebih baik. Mahasiswa kelas ini selalu berjuang untuk merubah keadaan sosial yang dianggap tidak adil (demokratis), kalau di lingkungan kampus dia selalu aktif memperjuangkan kepentingan mahasiswa dan kalau di masyarakat dia selalu berjuang bersama masyarakat dari segala bentuk ketidak adilan karena dia selalu menyadari  tugas dan fungsinya sebagai agen of change of control.

Mahasiswa seperti ini telah memahami kedudukannya sebagai mahasiswa dan mahluk sosial yang tidak terpisahkan dari manusia lain. Mahasiswa tipe ini selalu mmenempatkan kepentingan sosial di atas kepentingan pribadinya bahkan rela mengorbanka kepentingan pribadinya, dia selalu belajar untuk memecahkan permasalahan yang sifatnya sosial dan mewujudkannya dalam tindakan nyata, dia merupakan hewan yang berfikir dan mencapai kesempurnaannya sebgai kodratnya manusia.

Dari beberapa macam golongan mahasiswa diatas, dapat kita kerucutkan menjadi Lima Tipelogi Mahasiswa dan bisa kita lihat dikampus manapun dan mereka bisa kita nilai sendiri dan kita pun bisa menilai diri kita telah berada di Tipelogi mahasiswa yang mana :

Apatis

Tipelogi mahasiswa ini bisa kita lihat bagaimana keseharian mereka dan seberapa jauh kita mengenalnya. Mahasiswa tipe ini selalu menyandang nilai 3 K (kost, kelas, kantin). 3K ini merupakan representasi dari kesehariannya yang hanya kulyah, makan dan tidur tanpa mau belajar dan ingin tahu tentang lingkungan sekitarnya atau dalam lingkup terkecil seperti permasalahan kampus. Dan mahasiswa tipe ini kalau dalam filsafatnya adalah golongan hewan karena tidak memakai otaknya untuk berfikir dan menganalisis perkembangan dilingkungannya.

Hedonis (trand/style)

Tipelogi mahasiswa jenis adalah mahasiswa yang selalu mengandalkan dan menunjukan kepuasan akan dirinya yang  paling bergaya. Datang ke kampus hanya gaya yang kemudian ditawarkan dengan meniru gaya artis agar bisa dikenal oleh orang banyak, dia kemudian tidak peduli dengan persoalan sosial dan tingkat pengetahuanya sangatlah rendah. Penampilan yang berlebihan telah membunuh pola berpikirnya dan hanya menunjukan dirinya setinggi mungkin dalam hal trand atau gaya. Yang cewek hanya ingin dibilang cantik dan seksi untuk menjawab kebutuhan seks laki-laki, begitu juga dengan kaum laki-laki. Tipelogi inipun termasuk dalam manusia jenis hewan yang hanya pemenuhan kebutuhan seks dan kepuasan pribadi.

Pragmatis

Mahasiswa ini kalau dalam tingkatan pemikirannya sudah dikatakan maju, akan tetapi dalam implementasinya dia juga termasuk manusia jenis hewan. Karena setiap dia menganalisis dan memahami kondisi sosial yang kemudian mewujudkan dalam tindakan, dia memanfaatkan untuk meraih kebutuhan pribadinya. Misalnya dalam lingkup kampus, dia kemudian aktif dalam menyikapi persoalan kampus namun orientasinya hanya untuk mendapatkan sesuatu, seperti nilai bagus atau beasiswa bahkan kedudukan di kampus atau ditempat manapun. Mahasiswa ini terlalu subjektif dalam menyikapi setiap persoalan, entah itu di kampus atau di masyarakat.

Oportunis

Mahasiswa Tipelogi seperti ini tidak begitu jauh dengan mahasiswa tipelogi apatis, namun yang membedakannya adalah bahwa mahasiswa ini sudah dikatakn maju dalam tingkatan berfikir dan merupakan mahasiswa yang cerdas. Akan tetapi mahasiswa ini menghabiskan waktunya untuk belajar dan baca buku hanya untuk mendapatkan nilai bagus, tetapi pemikirannya sebagai mahasiswa yang memiliki tanggung jawab sosial dan tidak dimanfaatkan untuk menganalisis terhadap persoalan baik sosial maupun permasalahan kampusnya. Mahasiswa ini sekalipun dia memahami dan mengetahui permasalahan sosial dia tidak mewujudkan dalam tindakan nyata dan cuek-cuek saja terhadap gejala-gejala sosial karena takut terganggu kebutuhan subjektifnya. Mahasiswa seperti inipun kalau dalam filsafat juga dikategorikan sebagai hewan, karena masih terlalu subjektif dan tidak mendedikasikan kepintarannya untuk kepentingan bersama dalam menjawab persoalalan sosial.

Kritis

Tipelogi mahasiswa seperti ini yang kemudian harus dimiliki oleh setiap mahasiswa, karena mahasiswa seperti ini lebih berperan aktif dalam menganalisis gejala-gejala sosial. Dia kemudian selalu belajar dalam menjawab persoalan-persoalan sosial sehingga diapun memahami apa yang harus dilakukan dalam menjawab setiap persoalan itu. Hal sekecil apapun yang mengganjal dalam lingkungannya tidak lepas dari pengawasannya sehingga mengharuskan dia untuk melakukan tindakan nyata untuk merubah permasalahan sosial. Perbuatan dan pemikirannya selalu berdialektika dengan lingkungan dan alam dan menjadi mahasiswa yang menjadi harapan bagi perubahan sosial kearah yang lebih baik. Mahasiswa sangat berpengaruh dalam mengarahkan perubahan sosial dan mahasiswa ini sangat memahami eksistensinya sebagai mahasiswa kelas borjuasi yang memanfaatkan kecukupan ekonominya untuk berbuat sesuatu untuk kepentingan bersama. Dalam filsafat, mahasiswa seperti ini telah mencapai kesempurnaanya sebagai mahasiswa dan manusia sebagai mahluk sosial karena dia adalah binatang yang berfikir dalam ilmu filsafat dikatakan sebagai manusia.

Dari uraian singkat diatas semoga dapat menyadarkan mahasiswa akan tanggung jawab sosialnya sehingga memahami eksistensinya sebagai mahasiswa untuk pelopor perubahan sosial. Dengan uraian ini pula semoga kita manpu membaca posisi kita berada dalam posisi yang mana. Semoga tulisan  ini dapat menyadarkan kita terhadap tugas dan fungsinya sebagai mahasiswa yang sesungguhnya, sehingga kita tidak hanya menjadi mahasiswa yang glamour, ngestyle dan hobi seks. Karena tanggung jawab predikat mahasiswa sangatlah tinggi dan kita harus menghargainya sehingga tidak menjadi binatang dan sampah bagi masyarakat.

Satu hal untuk kawan-kawan mahasiswa ketahui, bahwa watak yang kita miliki sangat tergantung pada 5 cara berpikirnya kita. Sekarang kawan-kawan berada diposis yang mana dan memilih yang mana?. Apakah kita masih ingin menjadi binatang tanpa pikiran yang selalu dikebiri atau kita akan menjadi binatang yang berfikir (manusia) yang memiliki kecerdasan dan memberikan kontribusi bagi perubahan sosial selayaknya sebagai mahluk sosial yang selalu hidup berbagi dan saling membutuhkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline