Lihat ke Halaman Asli

Dilema Mahasiswa

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Memulai dunia baru adalah hal yang lumrah dan niscaya dalam kehidupan manusia di manapun ia berada. Kenisyaan dalam menjalani dunia baru tidak akan terlepas pula dari maslah baru yang akan di hadapi.

Menjadi hal yang di butuhkan oleh setiap orang hususnya bagi masyarakat yang minim akan pengetahuan adalah pendidikan yang akan menjawab kebutuhannya.

Satu-satunya hal yang di prioritaskan oleh masyarakat untuk menjawab kebutuhannya adalah jenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni perguruan tinggi.Kini Kampus menjadi salah satu dunia baru bagi para kaum terpelajar yang sudah lulus di jenjang penidikan menegah atas.

Tidak lain dan tidak bukan tujuan dari kaum terpelajar memasuki dunia barunya adalah di samping menjawab keinginannya untuk menikmati dunia barunya tidak terlepas pula dari keinginan orang tuanya yang berisi keras menuntut anaknya berpendidikan yang lebih tinggi.

Jelas kiranya tujuan orang tua mendorong anaknya mengeyam pendidikan yang lebih tinggi adalah untuk mendapatkan ilmu,namun tidak sebatas itu, tentu besar harapan untuk mendapat kerja lebih cepat daripada yang lain ketika menerima gelar di perguruan tinggi.

Menjadi tangung jawab bagi para mahasisiwa untuk menjawab impian orang tuanya. Tidak bisa kita pungkiri pula tangung jawab seorang mahasiswa sebagai mahluk sosial yang akan berperan didalam kehidupan masyarakat.

Belajar di perguruan tinggi merupakan hal yang baru di tempuh oleh para kaum terpelajar untuk mendaptkan ilmu yang lebih berkualitas serta untuk menjawab tangung jawabnya ketika dibenturkan dengan keadaan social pasca serjananya kelak.

Watak mahasiswa

Mahasiswa merupakan kaum intelektual yang memiliki pemikiran yang lebih tinggi ketika menjadi siswa sebelumnya. Apakah mahasiwa sampai saat ini masih berfikir seperti siswa? Pertanyaan sederhana ini menimbulkan jawaban yang variatif . Apakah kita masih ingin menikmati kenyamanan ketika masih menjadi siswa ataukah berusaha untuk melepas rasa kenyamanan itu dengan pilihan memulai dunia baru untuk berpikir menjawab kebutuhan orang tua dan masyarakat yang sudah menaruh kepercayaan kepada kita. Dua jawaban sederhana di atas kiranya belum cukup untuk menjawab pertanyaan sederhana. Karena kita sebagai mahasiswa pada dasarnya bukan berbicara mengenai jawaban yang mana kiranya tepat untuk menjawab. Bukankah pertanyaan itu perlu dijawab dengan bukti yang kongkrit agar orang yang bertanya merasa puas akan pertanyaannya.

Kebiasaan mahasiswa saat ini masih terlena dengan dunia yang hedonism, yang Sangat dilematis ketika realita kondisi mahasiswa saat ini dikekang oleh berbagai kesibukan akademis. Paradigma lulus cepat sangat mendominasi sebagian besar pemikiran mahasiswa. Bahwa, parameter mahasiswa dikatakan pandai adalah bila ia mampu lulus dengan masa studi yang relatif singkat. Paradigma yang berlaku saat ini agaknya makin menjauhkan peran sosial mahasiswa terhadap realita kehidupan masyarakatnya.

Berdasarkan hal ihwal di atas, realitas pun berbeda. Mahasiswa dalam aktivitas maupun gaya hidupnya dilanda beragan dilema. Alih-alih mampu memberi kontiribusi bagi pendidikan daerah khususnya, celakanya sejumlah mahasiswa ikut larut dalam laku negatif. Di antaranya, mempergunakan tekhnologi mutakhir ke arah yang positif pun tidak mampu dilaksanakan, Sehingga realisasi visi dan cita-cita orang tua dan masyarakat hanya mimpi.

Mahasiswa menjadi terlena oleh kehidupan yang hedonis, jugakerap terperangkap dalam sikap yang dilaksanakan tanpa sadar. Posisi kemahasiswaannya pun menjadi lumpuh dan rapuh. Kadang aktivitaskemahasiswaan ter-reduksi ke dalam hal-hal yang percuma dan kerap berujung pada sebongkah penyesalan.

Melihat kebiasaan mahasiswa saat ini khusunya di kampus UNRAM kebiasaan yang dilakuakn oleh para mahasiswa kebanyakan hanya sebatas pemenuhan tugas dibangku kuliah saja. Sebut saja contoh kecilnya mahasiswa yang ada di program studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan fakulas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang mempelajari masalah sosial sepenuhnya, merasa engan ketika berbicara mengenai permasalahan yang terjadi di sektaranya. Hanya berbicara pada teoritis saja didalam pembelajaran di kelas itu pun merasa risih ketika salah seorang mahasiswa yang melontarkan pertanyaan mengenai keadaan obyektif yang terjadi di sekitar kampus.

Salah satu mata kuliah yang di pelajari di program studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah Demokrasi Hukum dan HAM, mata kuliah ini merupakan mata kuliah yang bersentuhan langsung dengan realita yang terjadi di lingkungan kampus. Contoh kecil yang mestinya di terapkan dalam implementasi dari mata kuliah ini adalah pada pemilihan Rektor, Dekanat, BEM dll sebelum melihat keadaan yang lebih luasnya. Namun sayang mahasisiwa yang belajar Demokrasi hanya mimpi pada siang bolong, jangankan mahasiswa yang di libatkan dalam pemilihan Rektor maupun Dekan, dosen pun tidak di libatkan. Sunguh ironis kampus seperti ini, tidak salah ketika dosen mengucapkan kata-kata yang tidak sepantasnya didengar oleh mahasiswa “ salah seorang dosen PKn yang bercerita di depan mahasiwa ketika mengajar, beliau melapor kepada ketua jurusan IPS, sepertinya mata kuliah Demokrasi Hukum dan HAM di UNRAM ini di hapuskan saja” dengan emosi yang tinggi.

Kembali pada peran mahasiswa

Berkaca pada sejarah gerakan mahasiswa yang di katakana sebagai agen perubahanmerupakan hal yang tepat untuk di dengungkan saat ini.

Gerakan mahasiswa dalam prakteknya bukanlah hal yang ahistoris. Gerakan ini telah melewati spektrum waktu yang lama dan cakupan geografis yang luas. Artinya, gerakan mahasiswa bukanlah sesuatu yang terjadi dengan sendirinya dengan locus spesifik Indonesia. Justru, gerakan mahasiswa Indonesia merupakan bagian dari kesejarahan gerakan mahasiswa secara luas di dunia.

Dalam sejarah, secara umum gerakan mahasiswa Indonesia melegenda dalam masa-masa tertentu. Secara awam pun, mahasiswa dapat menyebutkan dengan hapal momentum itu. Peristiwa yang terjadi pada tahun 1966, 1974, 1978, dan 1998 diakui sebagai tonggak sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia. Namun, sebenarnya, yang perlu dilakukan mahasiswa Indonesia saat ini bukanlah mengagung-agungkan gerakan mahasiswa pada masa itu dengan menyebut-nyebutnya secara heroik.

Mengapa demikian, karena perilaku itu justru menjatuhkan gerakan mahasiswa pada romantisme masa lalu dan terjebak dalam mitos-mitos konyol yang banyak menyebutkan bahwa mahasiswa sebagai satu-satunya motor gerakan perubahan sosial. Bukan bermaksud meremehkan peran mahasiswa pada masa itu, tetapi pengagungan membabi-buta akan gerakan mahasiswa ketika itu, dalam pengalamannya, justru hanya akan berakhir pada rasa bangga saja dan semakin mengokohkan mitos-mitos yang ada, dan yang paling menusuk adalah tak mengubah keadaan sedikit pun.

Hal yang menjadi pekerjaan rumah mahasiswa saat ini, bukan hanya sekedar mencari selembar ijazah yang ada di tangan para penguasa, melainkan memberikan sedikit ruang dan waktu untuk meluahkan pikiran pada suatu sikap berbicara mengenai keadaan kampus yang anti Demokrasi maupun masyarakat saat ini yang telah di landa oleh cengkraman sisitem kapitalisme yang merusak tatanan masyarakat.

Perlu kiranya mahasiswa menggali makna dari status yang dimiliki selama ini yakni ‘Mahasiswa’, Namun yang terpenting arti mahasiswa disini dinamika kehidupan masyarakat yang ikut mewarnai corak kehidupandidalamnya, karena ia berasal dari masyarakat dan kembali ke massa rakyat.

Mahasiswa mempunyai energi dan kekuatan tersendiri yang membuat dia sangat berpotensi. Mahasiswa mempunyai waktu luang untuk belajar, daya analisa yang dalam, belum terkontaminasi dengan struktur kekuasaan, memiliki budaya kajian yang ilmiah, memiliki tradisi tradisi berpikir kritis dan punya keberpihakan yang jelas. Kelebihan inilah yang membedakan antara Mahasiswa dengan manusia yang lain.

Kini saatnya untuk merubah sedikit pola pikir kita yang sudah dirasuki oleh dalih-dalih para penguasa yang tidak rasional. Membuka ruang untuk berpikir mengenai permasalahan kampus dengan diskusi-diskusi kecil perlu kiranya dibudayakan saat ini dikalangan mahasiswa tanpa terkecuali. Atau ikut bergabung dalam organisasi-organisasi intra maupun ekstra kampus yang sudah lama ada, tidak menutup kemungkinan tujuan mulia dari mahasiswa akan dicapai dalam kurun waktu yang dekat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline