Lihat ke Halaman Asli

Pemerkosaan Budaya Oleh Zaman

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lombok NTB merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki tempat pariwisata yang tidak kalah indahnya dengan pulau Bali. Panorama alam pulau Lombok yang indah membuat setiap pengunjung yang datang rindu untuk kembali lagi. Tempat-tempat wisata yang indah, mulai dari pantai, taman, hingga pemandangan alam seperti air terjun ada di Lombok. Hal itu membuat banyak sekali wisatawan baik wisatawan mancanegara  maupun wisatawan  domestik datang ke Lombok. Ini menjadikan pariwisata dilombok semakin maju dari waktu ke waktu.

Namun disamping kemajuan pariwisata yang ada di Lombok ada hal lain yang luput dari perhatian kita semua sebagai akibat masuknya budaya luar ke Lombok adalah seperti yang kita ketahui bersama Lombok dengan suku sasak memiiliki adat istiadat dan kebiasaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita semakin hari semakin tergerus oleh zaman membuat adat istiadat atau kebiasaan dilombok kehilangan jati dirinya.

Satu contoh budaya suku sasak yang kehilangan jati dirinya adalah nyongkolan. Dimana nyongkolan sendiri merupakan tahap ahir dari hukum adat perkawinan di Lombok sebelum acara “bejango”. Nyongkolan pada saat ini Banyak mengalami perubahan  baik dari segi pakaian hingga tata cara pelaksanaannya.

Nyongkolan jaman dulu jika dilihat dari segi pakaian maka rata-rata orang-orang yang ikut nyongkolan menggunakan pakaian adat seperti “lambung” untuk wanita dan “tampet’ untuk laki-laki. Dari segi tata cara pelaksanaannya nyongkolan zaman dulu benar-benar memperhatikan hukum adat yang berlaku seperti pada barisan depan “pengiring”( orang yang ikut nyongkolan), ada satu orang yang memandu didepan dengan membawa berbagai jajanan tradisional yang telah ditentukan, dan orang tersebut biasanya disebut sebagai “pembukaq jebak” (orang yang membuka gerbang) jalan menuju rumah pengantin wanita.

Selain itu dalam iring-iringan pengantin juga diiringi oleh alat musik “gendang beleq” yang merupakan alat music khas suku sasak, tidak hanya itu ada juga seserahan yang dibawa oleh keluarga pengantin peria buat keluarga pengantin wanita yang disebut “onsongan” yang berisi macam-macam.

Satu hal yang sangat penting dalam nyongkolan adalah adanya “pembayun” orang yang akan bermain pantun dengan “pembayun” dari pihak wanita, dimana pembeyun merupakan kunci boleh dan tidaknya iring-iringan pengantin masuk kerumah pengantin wanita, antara pembayun dari pihak pengantin peria dan pihak pengantin wanita akan saling beradu pantun, biasanya ini yang membuat acara nyongkolan semakin lama karna jika pembayun dari pihak laki-laki belum mengalahkan pembayun dari pihak wanita maka iring-iringan pengantin tidak bias masuk kerumah pengantin wanita.

Namun pada dewasa ini nyongkolan sudah banyak sekali berubah seperti yang dulunya menggunakan pakaian adat itu harus sekarang mau pakai mau tidak bukan menjadi suatu permasalahan, selain itu yang sangat jarang untuk kita jumpai dalam nyongkolan pada saat sekarang ini adalah nyongkolan dengan berpembayun karna hamper tidak ada yang nyongkolan berpembayun, tidak hanya itu penggunaan gendang belek juga semakin jarang digunakan kebanyakan nyongkolan pada saat ini diiringi oleh kecimol seperti orkes dangdut keliling yang da penarinya.hal lain yang juga berubah dari adat nyongkolan adalah “onsongan” barang bawaan yang dulunya dibawa dengan diarak ikut bersama iring-iringan pengantin sekarang tidak lagi seperti itu, sekarang barang bawaan bias dianter terlebih dahulu kerumah pengantin wanita.

Seperti itulah tradisi nyongkolan yang semakin hari semakin diperkosa zaman hinga tradisi nyongkolan tidak lagi seperti paket aslinya, terlalu banyak yang berubah dari tradisi nyongkolan itu sendiri.

Harapan saya sebagai warga suku sasak asli supaya budaya-budaya sasak yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita tetap kita jaga dan menjadi perhatian pemerintah daerah untuk bekersama dengan masyarakat dan pemangku adat supaya apa yang menjadi budaya dan identitas kita sebagai orang-orang suku sasak tetap terjaga dan lestari sebagai warisan budaya yang nantinya bias diwarisi oleh generasi-generasi berikutnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline