Pasal, 31 ayat (1) berbunyi “Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Pandangan saya terhadap pasal 31 ayat (1) ini sangat setuju karena disini setiap warga Negara di berikan haknya untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan adalah suatu hal yang sangan penting untuk masyarakat karena sebagai penunjang kelangsungan hidup suatu bangsa kedepannya. Oleh karena itu dalam menerapkan pendidikan haruslah sesuai dengan jalan yang diarahkan yang sesuai terterang pada pembukaan UUD alinea 4 yang berbunyi mencerdaskan kehidupan bangsa, akan tetapi realita saat ini pendidikan sudah tidak sesuai lagi dengan UUD dan apa yang telah dicantumkan pada pasal 31 ayat (1) tersebut karena realitanya pendidikan sekarang ini dijadikan sebagai sektor jasa, sudah tidak lagi memberikan hak kepada setiap warga Negara melainkan pendidikan itu hanya diberikan hak kepada kaum borjuis yaitu orang-orang yang mempunyai modal lebih yang dapat mengenyam pendidikan. Mengapa hal itu biasa terjadi? Karena pada saat ini pendidikan merupakan sector jasa yang dijadikan komoditi untuk diperjual belikan (diperdagangkan) untuk memperoleh keuntungan yang sebesarnya, terbukti dengan adanya pemetaan sekolah yang bertaraf internasional dengan biyaya sekolah yang sangat tinggi sehingga rakyat atau masyarakat yang tidak mampu dalam hal ekonomi tidak bakal bisa mengeyam pendidikan tersebut. Pendidikan hanya bisa diakses atau di gunakan oleh orang yang mempunyai modal saja. Dengan kata lain Negara telah mengucapkan bahwa “Orang Miskin Dilarang Sekolah”.
Pendidikan yang sejatinya memanusiakan manusia yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara sudah tidak lagi memanusiakan manusia dimana disini maksudnya bahwa pendidikan adalah suatu wahana bagi proses perubahan terhadap peserta didik dengan jalan mendidikaan dan mengajar.
Pendidikan, selayaknya udara, mestinya bisa dinikmati oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja tanpa harus membayar. Artinya, pendidikan seharusnya gratis tanpa terjebak dalam jurang antara kaya dan miskin. Stigma pendidikan gratis (hanya) bagi orang miskin (tidak mampu) sudah harus dihilangkan. Oleh karena itu pendidikan gratis tidak hanya milik dan diperuntukkan bagi orang miskin saja tetapi untuk semua orang.
Tidak bisa dipungkiri, pemahaman bahwa pendidikan gratis hanya diperuntukkan bagi orang miskin malah cenderung tidak manusiawi dan diskriminatif. Sekolah-sekolah terbuka yang menyelenggarakan pendidikan gratis bagi orang miskin terkesan hanya sebuah pembenaran dari pemerintah, sehingga seolah-olah pemerintah peduli terhadap nasib Si miskin. Padahal, pada kenyataannya, sekolah-sekolah gratis hanya menjadi ajang perkumpulan para pelajar yang tidak belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H