Lihat ke Halaman Asli

Kampungku Penuh dengan Pemuda Malas dan Hura-hura

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Semenjak tahun 2006-2014 saat ini. Banyak kalangan pemuda dari Dusun Bilekedit, Desa Babussalam Kec. Gerung NTB yang masih belum bisa menjadi pemuda yang berkarya dalam bidang apapun yang lebih bermanfaat. Dalam bahasa lain yang kita dapat artikan sebagai “ Pemuda Malas dan Hura-hura”. Dari berbagai kalangan keluarga yang  memiliki anak diusia muda saat tahun 2006-2014 ini kebanyakan yang tidak tamat Pendidikan Tingkat Menengah Atas, itulah salah satu faktor dari kebanyakan pemuda menjadi malas berfikir dan hanya berfikir untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak.

Budaya pada tataran masyarakat di Dusun Bilekedit Desa Babussalam ini banyak kalangan dari para orang tua yang menghalangi kreasi dari apa yang ada dalam benak pemuda kita. Salah satu contoh, ada sesorang kawan muda yang mengeluh dengan larangan dari orang tuanya yang melarang anaknya bermain bola dan berkumpul untuk melakukan hal yang positif seperti berolah raga, kumpul membersihkan selokan, membantu orang dalam perayaan resepsi pernikahan, mengaji tiap malam jum’at dan berdiskusi bareng melainkan dibimbing untuk menjawab kebutuhan hidup yang mendesak.

Ini adalah permasalahan yang sangat ironis dalam pemuda desa dalam berekspresi. Bagaimana bisa berkarya jikalau hanya menfokuskan diri pada menjawab keluhan dari orang tua? Salah satu tokoh pemuda menayangkan pernyataannya .

Sebenernya masih banyak pekerjaan yang akan kita lakukan dari berbagai macam potensi yang ada di Dusun Bilekedit Desa Babussalam. Namun budaya yang diajarkan oleh orang tua kita kurang tepat,  yang menghasilakan pemuda yang hanya berhayal dan bermalasan.

Dalam hal apapun orang tua selalu saja meremehkan dari apa yang ada dalam karya anak muda kita, seperti halnya melarang mereka untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, padahal mereka mempunyai biaya yang cukup untuk membiayai anak mereka, namun orang tua mereka mendorong untuk mendapatkan kerja.

Seperti merantau ke luar negeri. Memang hal ini menunjang ekonomi keluarga menjadi lebih baik. Akan tetapi  potensi para pemuda terlupakan untuk dikembangkan. Mereka mencari peruntungan ke luar negeri dalam konteks TKI itu hanya menujang untuk beberapa tahun kemudaian tidak memikirkan hal jangka panjang.

Pendidikan merupakan penunjang ekonomi jangka panjang, bila ini dilakukan maka pemuda kita akan melahirkan karya-karya yang unik dan potensial, seperti  bidang ekonomi, pertanian, kependidikan, agribisnis dan bidang hukum. Inilah nantinya akan menunjang ekonomi keluarag bila sudah dilakukan dengan melahirkan pemuda S1 pada bidang tersebut.

Sanagat minim sekali dari orang tua yang memikirkan pendidikan anaknya sampai jenjang pendidikan S1 karena mereka hanya berpatokan pada hasil sementara saja, dan tidak memikirkan hasil jangka panjang, inilah yang membuat pemuda kita jadi Malas perfikir dan hanya memikirkan Hura-hura saja.

Penulis, Ahmad Vikhy Wahyu Rizki

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline