Saya mendapatkan informasi dari umat (warga) paroki Santa Melania Bandung soal sulitnya ijin mendirikan gereja. Kesulitan tersebut membuat setiap minggu, umat di gereja Santa Melania melaksanakan kegiatan misa di gedung sekolah (TK-SD) santa Melania. Mereka tidak memiliki gedung gereja. Dan kondisi tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk gereja Santa Melania, tidak pernah dikeluarkan oleh pemerintah setempat. Sesuai cerita pimpinan gereja setempat atau pastor paroki, gereja tidak diijinkan untuk dibangun karena ada sejumlah warga sekitar lokasi yang tidak mengijinkan pembangunan gereja santa Melania. Ada indikasi oknum tertentu meminta bayaran dengan jumlah yang tidak sedikit. Hal tersebut membuat pihak gereja mengurungkan niat.
Sangat disayangkan bahwa kondisi tersebut masih terjadi di sebuah negara, yang konon menjunjung tinggi toleransi antaragama. Menurut saya, wacana toleransi masih berada di tataran teori, sedangkan dalam praksis kehidupan sehari-hari terjadi sikap sebaliknya. Intoleransi masih merajalela. Warga bangsa tidak bisa membangun rumah ibadat di suatu tempat yang seharusnya layak dibangun, sementara warga yang lain bebas mendirikan rumah ibadat sesuka hati. Tuhan dan agama hanya pemanis bibir, karena hanya dipuja-puji di ruang sakral. Di luar ruang sakral itu, manusia menjadi begitu barbar. Bagaimana mungkin suatu agama yang mengakui adanya Tuhan, namun di lain pihak mereka juga menolak orang lain yang ingin membangun rumah Tuhan? Bukankah ini kesempitan beragama?
Fanatisme agama telah merusak akal sehat manusia dan secara tidak manusiawi menindas sesama hanya karena perbedaan konsep tentang Tuhan. Pantaslah Nietzsche, seorang filsuf berkebangsaan Jerman mengatakan Tuhan sudah mati di hadapan orang-orang beragama. Karena orang-orang beragama memuja Tuhan yang "dikandangkan" dalam suatu agama bukan Tuhan dalam KemahakuasaanNya. Tuhan demikian menurut Nietzsche menjadi kerdil dan lama-kelamaan menjadi mati.
Membangun rumah ibadat adalah tujuan mulia orang beragama untuk menyembah Tuhan yang Mahakuasa dan Mahabesar, bukan untuk memuja Tuhan yang kerdil yang terkotak dalam dogma agama-agama.
Semoga pemimpin negeri ini bisa responsif terhadap warga negara, terutama terkait kesulitan warga negara membangun rumah ibadat untuk memuja Tuhan dengan cara yang benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H