Lihat ke Halaman Asli

Semangat Sekolah Seharga 60 Ribu

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13391697831006782016

[caption id="attachment_193455" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi/Admin (Harja Saputra)"][/caption] Beberapa hari lalu menjelang jam 7 seorang wali siswa datang menghadap kepala sekolah. Umurnya sekitar 50-an dengan perawakan sedang. Tidak kurus, juga tida gemuk. Ia datang naik semotor butut entah buatan tahun berapa. Berdua bersama temannya, ia sengaja datang pagi ke sekolah agar tidak tidak lambat ke tempat kerja. Menurut pengakuaannya ia bekerja sebagai buruh tani kepada pak haji kaya sebelah desa saya. Ia diterima oleh kepala sekolah di ruang tamu. Saya yang kebetulan duduk di situ pun nimbrung. "Anak saya punya tanggungan 130 ribu. Kata anak saya kalau tidak lunas tidak bisa ikut semester genap ini ya pak," ia memulai pembicaraan setelah sebelumnya berbasa-basi. Kepala sekolah tersenyum. " Betul. Tapi itu bukan harga mati. Selama ada alasan jelas, boleh tetap sekolah meski punya tanggungan. Keputusan itu hanya untuk mengajari siswa disiplin," jelasnya gamblang. "Maaf pak...saya hanya mampu membayar segini," kata bapak tadi sambil mengeluarkan dua lembar uang kertas dari sakunya, 50 ribuan dan 10 ribuan. Kepala sekolah kemudian memanggil bendahara untuk menerima dua lembar uang kertas itu. "Maaf saya selalu merepotkan sekolah," katanya sebelum pamit pulang. Kepala sekolah menjelaskan bahwa siapa pun memiliki hak untuk memperoleh pelayanan pendidikan. "Jadi tak perlu sungkan," katanya sambil mengantar bapak ini pulang. Bapak ini terburu-buru karena sudah tiba waktunya bekerja. Tak Boleh Berhenti Rupanya bapak ini terganggu pikirannya mendengar informasi tentang aturan sekolah yang kelihatan garang itu. Pada hal kepala sekolah sering bilang sama siswa, "Anda boleh berhenti karena tidak betah di sekolah ini. Tapi tidak seorang siswa pun boleh berhenti hanya karena tidak mampu". Bahkan ucapan kepala sekolah sudah menjadi motto resmi sekolah kami. Setelah kepulangan bapak tadi, kepala sekolah bercerita kepada saya bahwa malam sebelumnya bapak siswa tidak mampu itu mengirim SMS. Isi SMS-nya menjelaskan tentang tanggungan anaknya yang tak bisa dipenuhi seluruhnya. Bapak itu dalam SMS-nya meminta waktu ketemu sama kepala sekolah sambil menjelaskan bahwa ia hanya punya waktu pagi-pagi sekali atau sore sepulang bekerja. Kepala sekolah membalas, pagi hari saja menjelang jam 7. Bapak tadi memenuhi. Meski seperti membawa beban ke sekolah, tapi semangatnya sama pendidikan anaknya mengalahkan semuanya. Ia pun akhirnya tenang ketika bertemu dengan kepala sekolah masalahnya clear. Anaknya pun bisa mengikuti semester dengan tenang. Saya rasa bapak seperti ini banyak jumlahnya di pelosok negeri ini. Hidup kurang tenang karena dibebani biaya pendidikan anaknya. Bapak ini masih beruntung, mungkin banyak di luar sana yang terpaksa harus menghentikan sekolah anaknya karena permasalahan biaya. Keberanian bapak mengambil inisiatif berkomunikasi dengan pihak sekolah dan semangatnya terhadap pendidikan anaknya saya pikir layak diacungi jempol. Matorsakalangkong Sumenep, 8 juni 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline