Lihat ke Halaman Asli

Engkong Ragile Menusuk Keberagamaan Saya

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1339087385707990266

Ketika saya dituduh liberal dan sekuler gara-gara tulisan saya , saya tersenyum di bibir meski dalam hati kecut. Kemudian saya menumpahkan gejolak emosional saya dalam tulisan tanggapan menanggapi tanggapan seorang kompasianer atas tulisan saya [ribet amat ya…kayak Parto jadinya].

[caption id="attachment_186549" align="aligncenter" width="518" caption="inilah komentar engkong yang menusuk saya"][/caption]

Untunglah ada seorang kompasianer senior yang menulis komentar di lapak saya. Komentarnya sungguh menusuk ke ulu hati keberagamaan saya.

Membaca komentarEngkong Ragile, begitu kompasianer senior ini dipanggil, saya sungguh malu. Saya seperti dihampari tikar untuk belajar kembali makna keikhlasan. Satu bentuk nilai agung, bahkan menjadi jantung keberagamaan. Komentar engkong seperti alarm yang membangunkan saya dari ketakutan mimpi buruk. Entah berupa ketakutan distigma, dicap, atau mungkin ketakutan akan citra melorot karena stigma itu.

Engkong Ragile benar. Tak perlu takut sama stigma dan cap. Ketika saya takut berarti keikhlasan keberagamaan saya –sesuai keyakinan yang saya anut—menjadi terkurangi. Malah mungkin habis. Bukankah ketika saya takut distigma, berarti saya butuh citra? Bukankah ketika saya takut dicap, berarti saya butuh dipuji? Pada hal penghambaan keberagamaan saya sejatinya secara ikhlas untuk Allah.

Saya sadar, manusia butuh citra. Butuh pujian. Sebaliknya takut dicap, takut distigma. Tetapi ketika saya gagap karena takut distigma dan dicap, bukankah saya telah mentololi diri? Keseimbangan, itu yang sejatinya harus saya jaga. Dalam keseimbangan gejolak nafsu dan emosi bisa terkontrol. Ketika gejolak nafsu dan emosi bisa dikontrol, ketenangan akan hadir. Ketenangan adalah puncak dari kematangan dari spiritualitas seseorang.

Secara khusus, saya menyampaikan terimakasih atas tusukan engkong. Tusukan tulus dari seorang sahabat yang bermaksud membangunkan. Setidaknya, saya harus banyak belajar bagaimana menjaga keikhlasan, terutama dalam beragama. Keikhlasan dan kesabaran, akan menjadi perisai dari amukan stigma yang memang subur ditaburkan oleh orang-orang yang menggemarinya.

Saya juga menyampaikan terimakasih sama kompasianer lain yang telah memberi nasehat dalam kesabaran dan kebaikan di lapak saya.

Ijinkan saya menutup tulisan ringan saya ini dengan kata-kata bijak dari Dzun Nunun Al-Mishri, wali dan sufi besar.

“ Tiada kehidupan yang bermakna selain bersama dengan beberapa orang yang hatinya selalu cenderung pada takwa dan selalu berdzikir, ketenangan jiwanya menuju keyakinan dan kebahagiaan, sepertiketenangan bayi menyusu dalam ruangan” [Risalah NU, 1212]

matorsakalangkong

sumenep, 7 juni 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline