Lihat ke Halaman Asli

Satu Lagi Siswa Miskin Terselamatkan

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1325742443917059181

[caption id="attachment_153985" align="aligncenter" width="320" caption="blog.ugm.ac.id"][/caption] Setiap kali kepala madrasah di tempat saya mengajar memberi taushiyah kepada para siswa, ia pasti bilang, “di madrasah ini, tidak boleh seorang pun berhenti sekolah hanya karena tidak punya biaya. Madrasah akan menanggung biaya Anda. Jika berhenti sekolah karena alasan di luar itu, saya tak memiliki hak menahan kalian”.

Rupanya pernyataan kepala madrasah memberi rasa nyaman bagi siswa yang tidak mampu. Sudah beberapa orang , baik siswa sendiri maupun orang tuanya, yang menghadap kepada kepala madrasah. Mereka yang datang curhat tentang kesulitan membeayai pendidikannya. Dan kepala sekolah sangat welcome, kemudian menindaklanjutinya. Bahkan, beberapa orang buku paket pelajarannya juga dibelikan madrasah.

Pagi ini peristiwa seperti ini terjadi lagi. Saya yang kebetulan tidak memiliki jam mengajar ada di kantor. Tiba-tiba seorang TU menghadap kepala madrasah menjelaskan bahwa ada siswa yang ingin bertemu. Kepala madrasah pun mempersilahkan. Seorang siswa masuk ke ruang kepala. Dari pakaian seragam yang digunakannya pun nampak jelas, siswa itu berasal dari keluarga kurang mampu.

Ketika siswa tiba di ruang kepala madrasah, saya diminta kepala untuk mendampinginya. Tibalah siswa itu menceritakan masalahnya. Ia kebetulan mukim di pesantren, karena rumahnya jauh di pulau. Siswa-siswa yang berasal dari daerah yang jauh dengan madrasah, memang semuanya tinggal di asrama pesanteren.

“Ada masalah yang ingin di sampaikan?,” kata kepala menanyakan.

“Mohon maaf. Saya sebenarnya sudah berjanji akan melunasi sumbangan pembangunan bulan ini. Kemarin saya nelpon orang tua. Orang tua bilang tak kuat membayarnya. Pendapatannya hanya cukup untuk dimakan. Orang tua saya hanya ngirim cemilan dan beras untuk saya masak. Uang jajan pun jarang mereka ngirim. Bahkan orang tua saya bilang, sebaiknya saya berhenti sekolah,”raut muka kesedihan tak bisa ditutupi di wajahnya. Beberapa saat ia diam. Tak kuasa lagi bercerita.

Kepala madrasah dengan serius mendengarkan curhat siswa itu. Kemudian ia berkata, “kamu harus bersyukur. Semangat kamu untuk terus bersekolah adalah nikmat yang harus kamu syukuri. Masih banyak orang yang tak seberuntung kamu. Masih banyak orang yang tidak bisa memperoleh hak pendidikannya,” kata kepala madrasah menyemangatinya.

Kepala madrasah mengambil keputusan anak itu dibebaskkan dari beaya pendidikannya. Semuanya ditanggung madrasah. Bahkan terakhir kepala madrasah berpesan, “jika kamu kesulitan, termasuk untuk biaya kebutuhan makan di pondok, kamu bisa temui saya,” pesannya.

Anak itu kemudian keluar ruangan kepala dengan wajah berseri. Saya pun lega. Setidaknya untuk hari ini, telah terselamatkan satu orang siswa dari kemungkinan putus sekolah. saya melanjutkan membaca koran. sesak rasanya mendengar berita SBSI yang sekarang dinyatakan gagal total itu, digelontori dana 500 juta pertahun. Belum termasuk fasilitas lainnya. Begitu berjaraknya hidup ini.

Matorsakalangkong

Sumenep, 5 januari 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline