Lihat ke Halaman Asli

Anda 30, Saya 31: Tak Masalah bukan?

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_128522" align="aligncenter" width="400" caption="gambar:dispendik.surabaya.go.id"][/caption] Perbedaan hari raya tahun ini sebaiknya tidak perlu dibesar-besarkan. Dengan penuh ketulusan kita harus menerimanya sebagai kenyataan. Lha…Kalau sudah berbeda, masa harus dipaksakan sama? Apalagi Perbedaan ini menyangkut keyakinan. Keyakinan adalah inti dari ajaran agama. Tidak mungkin bukan, agama dijalankan tanpa keyakinan?

Betul, ke depan semua ormas keagamaan harus terus membuka dialog mencari kemungkinan mengawinkan metode hisab dan rukyah. Paling tidak, misalnya difasilitasi Kemenag, ada kemauan untuk terus berdialog, itu saja sudah bagus. Tetapi kalau hasilnya ternyata tetap sulit dipertemukan, kerena rujukan dalil keagamaan berbeda sehingga menyebabkan metodologinya juga berbeda ya sudahlah, biarkan berbeda.

Soal masyarakat di bawah yang dibayangkan akan berseteru atau saling hujat, itu menurut saya pendapat merendahkan. Masyarakat sudah dewasa. Apalagi mereka sudah sibuk kerja keras untuk survive di era pemerintahan sulit ini, jadi mereka tak ada waktu berdebat. Justru orang terdidik yang tidak siap. Lihat saja di Kompasiana, perbedaan hari raya diperdebatkan jauh dari kesantunan.

Belajar menghargai perberbedaan itu penting. Menganggap perbedaan itu indah juga butuh belajar. cara berikut ini mungkin bisa diterapkan menyikapi perbedaan hari raya tahun ini :

  1. Jika Anda bertetangga dengan orang yang merayakan hari ini, kunjungilah rumahnya. Meski hari ini Anda masih puasa, penting Anda belajar menghargai, dan bisa memulai dari yang kecil, misalnya dengan mengucapkan raya raya. Tentu anda tidak perlu makan kuenya, apalagi masih minta minum. Ingat Anda puasa.
  2. Jika punya teman merayakan lebaran hari ini, ambil HP kemudian telponlah. Suara Anda yang tulus mengucapkan hari raya bagi teman Anda yang berbeda akan menyejukkan perbedaan itu. Atau kalau gak nelpon ya sms.
  3. Bagi yang merayakan hari ini, perlu tepat takaran. Misalnya, tidak perlu “provokatif” makan dan minum di depan orang yang mau merayakan lebaran esok. Siapapun pasti ngeler ingin mencoba. Cari ruang tertutup, dan Anda bisa dengan santai makan di situ.
  4. Menjaga ucapan dan tindakan menyalahkan pendapat dan keyakinan orang lain. Silahkan yakini bahwa hari raya sekarang atau besok benar menurut Anda. Tetapi menganggap keyakinan sendiri benar tidak mesti menistakan keyakinan orang lain.
  5. Pendapat kita harus ditempatkan dalam konteks “wallahu a’lam”, hanya Allah Yang Lebih Tahu. Kebenaran mutlak hanya milik Allah. Maka kita tidak perlu menganggap pendapat kita yang paling benar. Dengan begitu, sisakan ruang untuk menghargai pendapat keyakinan orang lain.

Jadi, Anda lebaran tangggal 30 dan saya tanggal 31 Agustus, tidak masalah bukan? Teriring selamat hari raya bagi kompasianer yang merayakannya hari ini. Besok giliran saya. Mohon maaf lahir bathin .

Matorsakalangkong

Kampong tentrem, 30 Agustus 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline