Lihat ke Halaman Asli

Jalan Panjang menuju Kelulusan di Universitas Terbuka (Bagian 1)

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1431476605206940759

[caption id="attachment_383356" align="aligncenter" width="512" caption="Rina, Nita, Dian, Shan, Dwi, Petrus, Rudi, Albert, Desye, Aga"][/caption]

Jakarta – Pagi itu, di hari Sabtu (9/05/2015)parkiran motor dan mobil SMKN 5, di Jalan Pisangan Jakarta Timur telah dipenuhi kendaraan. Di hari libur seharusnya sekolah itu sepi. Tetapi hari itu ramai, kedatangan mahasiswa Universitas Terbuka. Mereka akan melakukan ujian akhir, namanya TAP (Tugas Akhir Program).

TAP adalah program terakhir bagi mahasiswa UT, sebelum mereka dinyatakan lulus menjadi sarjana. Tidak hanya ujian TAP, ujian semester mata kuliah yang lain pelaksanaannya menggunakan sekolah-sekolah negeri di Jakarta.

UT memang sistim belajarnya lain dengan perguruan tinggi pada umumnya. Mahasiswa di UT menepuh pendidikan dengan metode mandiri. Tidak ada tutorial atau ada temu muka antara dosen dengan mahasiswa dalam ruang kelas. Mahasiswa belajar sendiri dengan membaca modul yang sudah ditetapkan oleh UT. Selain belajar sendiri mahasiswa UT bisa juga mengikuti tutorial online. Dalam tutorial tersebut, mahasiswa dapat bertemu dengan pembibingnya melalui dunia maya. Selain ada penyampaian materi tertulis, juga ada beberapa tugas yang harus dikerjakan.

Lainnya lagi, Mahasiswa juga bisa pro-aktif dengan membentuk kelompok belajar. Terkadang kelompok yang terbangun juga bisa mengadakan tutorial dengan dosen. Jadi sangat tergantung keaktifan dan kreatifitas sang mahasiswa.

Bila kita mengunjungi Kampus UT Pusat di Pondok Cabe, kita tidak akan menemukan Gedung Fakultas Fisip atau Hukum misalnya. Di sana tidak ada fasilitas Gedung perkuliahan lengkap seperti Universitas konvensional lainnya. Di sana hanya gedung yang mengurusi administrasi, Aula untuk wisuda, dan perpustakaan.

Maka, mahasiswa bisa datang dari pelosok mana saja. Gedung tidak menjadi hal yang pokok dalam proses kuliah. Misalnya di Papua mahasiswa bisa belajar dari sana. Mereka dilayani oleh UPBJ (Unit Program Belajar Jarak Jauh) setempat. Misalnya mahasiswa di Jakarta dilayani UPBJ Jakarta di Jl. Ahmad Yani No. 43, Kel. Utan Kayu, Kec. Matraman, Jakarta Timur, DKI Jakarta 13230.

Maka, seperti hari Sabtu itu, aku melakukan ujian TAP Gedung Sekolah SMKN 5 Jakarta Timur. Selain aku yang dari Fakultas FISIP Jurusan Ilmu Komunikasi, terdapat juga jurusan lain, seperti Fakultas Matematika, Fakultas Hukum dan lainnya menggikuti ujian di gedung sekolah itu. Satu ruang kelas akan diisi dari berbagai Fakultas dan Jurusan. Pencampuran tersebut mungkin menghindari satu jurusan bertemu dalam satu klas,karena akan berakibat terjadi saling mencontek.

“Pagi Pak Petrus. Gimana ? sudah siap menghadapi TAP hari ini?”, sapa Rudi kepadaku.

“Pagi Pak Ketua Rudi. Jelas siap dong. Kita kan sudah lama persiapan. Apalagi kita punya kelompok yang solid dan saling tolong menolong”, jawabku kepada Rudi yang ditunjuk teman-temanku sebagai Ketua Kelas.

Rupanya Rudi tidak datang sendiri, disampingnya ada cewek bernama Apri. Agaknya Rudi menaruh perhatian lebih kepada Apri. Kami sering memanggil Apri dengan nama bontot. Julukan itu disematkan kepadanya karena ia paling muda diantara kami. Mungkin baru lulus SMA beberapa tahun yang lalu. Tak salah Rudi menaruh perhatian kepada cewek ini karena wajahnya imut dan manis.

Kami bertiga ini berteman baru dalam beberapa bulan ini. Biasanya bila kami mengikuti ujian semester tidak saling kenal, karena memang kami tidak pernah dipertemukan dalam satu klas. Kami, mahasiswa UT dari berbagai jurusan memang tidak pernah mengenal temannya.

Kami bertiga mempunyai kelompok belajar. Dibentuk untuk menghadapi ujian TAP dan penulisan Karya Ilmiah sebagai syarat kelulusan setelah menempuh jumlah SKS tertentu dengan IPK tertentu juga.

Ceritanya, pada bulan Februari tahun 2014, aku mendapat sms dari seorang cewek bernama Nita Susilowati. Dalam sms tersebut ada ajakan untuk membuat kelompok belajar yang akan membahas tentang penulisan karya ilmiah (Karil) dan TAP. Kata Nita dalam sms itu pihak UT tidak mengadakan tutorial dua hal tersebut karena mahasiswa komunikasi yang mengambil TAP hanya sedikit.

Tanpa pikir panjang lagi aku menyatakan ikut. Kubalas sms Nita. Beberapa hari kemudian, Nita sudah membuatkan group chating di wa (whatsapp). Postingan yang terkirim menurutku sangat bersahabat. Walau belum saling mengenal, tetapi gaya komunikasi yang dipakai sangat hangat dan akrab.

Aku semakin mantap ikut kelompok belajar ini. Pasti orang-orangnya asyik dan menyenangkan. Lagi pula aku mengalami kesulitan bila harus membuat karya ilmiah tanpa ada bimbingan alias belajar sendiri.

Pertemuan Emper Gedung

Pagi itu itu Jakarta diguyur hujan, tidak lebat tapi merata. Hujan seperti itu telah mampu menghabat aktivitas warganya. Udara yang dingin mampu dicairkan oleh pesan-pesan dari teman-teman di group,yang cara berkomunisinya sangat hangat. Bergegas aku berangkat menuju ke tempat yang telah ditetapkan. Tepatnya di komplek Masjid di lingkungan Kampus Universitas Negeri Jakarta.

Sesampainya di sana aku bingung karena ada banyak kelompok yang mengadakan diskusi di sekitar areal Masjid. Rata-rata jumlah kelompok yang berdiskusi paling banyak sepuluh orang. Kucoba mencari yang pesertanya sudah tidak muda lagi. Aku berasumsi bahwa mahasiswa UT rata-rata sudah bekerja dan sudah lama lulus SMA.

Tapi yang kutemui dari kelompok diskusi di sini rata-rata masih muda, atau wajahnya seperti anak yang baru lulus SMA. Aku tidak berani Tanya. Kuperhatikan satu-satu. Kudengarkan isi percakapan mereka, tetapi tidak ada term-term komunikasi yang mereka ucapkan. Dalam hatiku ini pasti bukan mereka.

Ditengah rasa putus asa, kucoba menelpon Nita. Dia tidak mengangkat. Hampir lima belas menit aku di Masjid itu tanpa menemukan kumpulan teman-taman kelompok diskusi Karir.

Iseng-iseng aku menuju ke gedung di sebelah Masjid. Nama Gedung itu adalah Kartini. Di emperan Gedung itu yang berlantai keramik dan cukup luas. Selain itu dia terlindungi atap, sehingga mampu melindungi dari curahan air hujan. Kuhampiri sekelompok orang yang sedang asyik berdiskusi.

Sebelum aku bertanya, diantara mereka sudah bertanya dahulu. “Bapak mau ikut diskusi karir ya? Ayo silahkan. Baru dimulai kok. Perkenalkan nama saya Dwi”, ujar cewek berjilbab berwajah angun itu.

Setelah yang lainnya mulai memperkenalkan. Ada yang memperkenalkan dengan nama Rudi, Rina, Desye, Shan. Baru berlima yang datang.

“Syukurlah, aku menemukan kalian. Awalnya kupikir pertemuannya di Masjid Universitas Islam Negeri di Ciputat. Aku sudah ke sana setengah jalan. Tapi setelah aku baca lagi di group WA. Astaga, ternyata di UNJ. Aku Balik kanan. Motor kutaruh di terminal Busway Ragunan. Kulanjutkan dengan naik Trans Jakarta”, jelasku ke mereka sambil terengah-engah.

Diskusi dilanjutkan. Ternyata sebagai pemimpin diskusi adalah Dwi. Yang lain memanggilnya dengan nama Mbak Dwi. Diskusi sangat cair sekali. Tawa dan canda sering mereka lontarkan. Rudi adalah salah satu orang yang lucu dan gaya komunikasi seperti anak gaul. Usianya sudah tidak muda lagi, mungkin 30-an. Orangnya berkaca mata. Sangat pede sekali. Kalau menyapa Desye sangat mesra sekali. Desye sendiri orangnya ramah, ditambah senyumnya memikat dan cantik. Dia mampu mengimbangi candaan Rudi.

Bu Rina sering tersenyum-senyum melihat polah mereka. Bu Rina sendiri kutaksir berusia tidak jauh berbeda dengan aku. Boleh di katakana kami berdua paling senior dari segi usia. Tapi Bu Rina jauh tampak muda dari umurnya. Gaya berbusananya anggun. Wajahnya mengingatkan ku dengan wajah-wajah perempuan jawa ningrat. Orangnya pandai merawat tubuh. Menurutku tidak hanya cantik tapi anggun.

Sementara Shan melihat tingkah polah Rudi dan Desye dengan senyum-senyum kecil. Shan berkacamata. Orangnya kecil. Dari cara dia omong agaknya seorang filsuf. Ternyata dia adalah seorang pengamat film. Dia juga sering mengedit film. Menurut pengakuannya dia masih jomblo dan masih perjaka.

Tak berapa lama datang yang lainnya. Seorang cewek berjilbab. Memperkenalkan namanya Nita. Orangnya centil, manis dan sangat aktif berbicara. Dia yang mengundang aku dan yang lainnya untuk membentuk kelompok belajar ini. “Sebagai pengundang kok datangnya terlambat ya”, ungkap ku dalam hati.

Setelah Nita datang lagi dengan memperkenalkan namanya Abert. Seorang pemuda manis berwajah orang Indonesia bagian timur. Mungkin dari Nusa Tenggara atau mungkin dari Timor? Dia seorang editing film juga.

Setelah itu datang lagi seorang cewek. Dia berjilbab. Namanya Dian. Wajahnya putih dan cantik. Menurutku bagian wajahnya yang paling menarik adalah bibirnya. Dia datang diantar oleh sang suami tercinta dan anaknya yang dia sayangi yang masih balita.

Dan yang datang terakhir memperkenalkan diri bernama Aga. Seorang Pemuda cukup tinggi berbadan agak kekar. Kulitnya hitam seperti diriku. Dia memperkenalkan diri, pekerjaannya adalah editing berita Net TV. Dia datang ditemani istri. Aku kurang tahu mengapa ditemani istri. Mungkin istrinya tidak percaya kalau Aga mau ikut kelompok belajar. Makanya awal perjumpaan perlu dikawal terlebih dahulu.

“Yang harus kalian siapkan adalah minimal dua buah buku komunikasi dengan judul apa saja. Tahun terbitnya harus di atas 2011”, jelas Mbak Dwi kepada kita semua.

Rupanya Mbak Dwi adalah kakak kelas kita yang sudah lulus tahun kemarin. Saya cukup tertegun karena ada orang yang mau meluangkan waktu membimbing kelompok belajar ini. Mbak Dwi pun memimpin diskusi dengan penuh semangat dan motivasi tinggi. Sangat tulus, bersahabat dan penuh kehangatan. Cara berbicaranya juga menarik. Kalau melihat kriteria komunikator, dia adalah seorang komunikator yang baik.

Yang membawa Mbak Dwi ke sini ternyata adalah Nita. Dialah yang pontang-panting mengumpulkan kita semua. Mulai dari sms, membuatkan group. Memotivasi anggota group menjadi sangat interaktif. Orangnya ringan tanggan. Seakan membantuorang lain adalah hobinya.

Mbak Dwi menjelaskan kalau tahun yang lalu UT mengadakan tutorial untuk karya tulis. Yang ikut cukup banyak, jadi tutorial diadakan. “Jadi angkatan saya sangat beruntung mendapat bimbingan yang sangat memadahi, dan itu sangat membantu sekali bagi kesuksesannya membuat karya tulis”, cerita Mbak Dwi dengan penuh semangat.

Karena UT tidak mengadakan tutorial, Nita berniat membentuk kelompok belajar dan menghadirkan Mbak Dwi yang sudah sukses lulus. Sunguh sebuah ide yang smart.

Akhirnya hari itu kelompok belajar resmi berdiri. Sekaligus membuat skedul. Tugas pertama dari kita adalah mencari dua buku, sekaligus membuat pendahuluan. Mbak Dwi berjanji akan mengirimkan secara tertulis aturan penulisan karya ilmiah yang dipakai UT. Bahkan dia berusaha akan menghubungi Bu Kinkin. Bu Kinkin adalah dosen UT. Salah satu anggota tim yang akan menilai hasil tulisan kita.

Hari itu , tanggal 22 Februari 2015 sebuah kelompok belajar telah berdiri.

Oleh Peter Hari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline