Lihat ke Halaman Asli

Sumber Golek

Diperbarui: 17 Juni 2016   22:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mata Air Sumber Golek

SEJATINE

Jarang khalayak tau apa sesungguhnya Sumber Golek. Di Kediri, dia kalah pamor dengan sumber mata air lain, seperti Sumber Kalasan atau Sumber Gundi, yang notabene sudah dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah dan kini menjadi kawasan wisata. Bahkan di wilayah lokal Desa Pranggang (Kecamatan Plosoklaten) sendiri, Sumber Complang atau Sumber Songo pasti lebih dikenal karena debit airnya yang lebih besar dan kawasan sekitar sumber mata air yang sudah tertata rapi. Terdengar nggak cool dan agak gimana gitu jika seseorang mampir di Sumber Golek.

Kawasan mata air Sumber Golek terletak di Dusun Dermo Banjarjo, Desa Pranggang, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri. Kalau kamu cah ratan (anak jalan) atau cah pasar (anak pasar), pasti tau Pasar Dermo Pranggang, Sumber Golek di belakang pasar itu agak ke timur dikit. Memang, kawasan hutan yang mengitari mata air Sumber Golek tak begitu luas, dan debit air disana juga tak seberapa besar. Tapi, dia tetap mengalir tanpa mengenal musim.

Meski mata air di Sumber Golek terbilang kecil, namun kontribusinya sudah sampai level subhanallah. Aliran air dari Sumber Golek membujur ke arah barat, mengairi daerah persawahan dan kolam-kolam di Kecamatan Plosoklaten, Kecamatan Gurah, dan Kecamatan Pagu. Pada saat erupsi Gunung Kelud tahun 2014 kemarin, air dari Sumber Golek mampu mensuplai kebutuhan air bersih di 7 desa (Ngrangkah, Petung Ombo, Satak, Laharpang, Kebon Rejo, Biro, dan Asmorobangun), selama 1 bulan. Sekali lagi, air bersih untuk 7 desa terdampak erupsi Kelud selama sebulan! SUBHANALLAAAAH…!!!

KAHANAN

            Kawasan mata air Sumber Golek berada di wilayah penguasaan Dinas Pengairan, Pertambangan, dan Energi Kabupaten Kediri. Artinya, dia masuk dalam kategori state property. Ya, kalau merujuk konteks yuridis memang begitu, tapi kita kan ndak pernah memikirkan kalau tafsiran pemerintah begitu distortif, to? Kita ndak pernah dikasih paham kalau pengertian “dikuasai” sekarang sangat bias alias nylimur menjadi “dimiliki”, to? Dan kita ndak pernah dikasih paham kalau representasi negara itu tak selamanya pemerintah, to?

Kerancuan pada ruang kuasa inilah yang menyebabkan persinggungan antar warga masyarakat sekitar mata air, dan saya kira hal seperti ini tak hanya terjadi di kawasan mata air. Mulai dari pembuangan sampah pasar di sekitar daerah aliran sungai, sampai munculnya bangunan rumah permanen di sekitar mata air Sumber Golek menjadi satu masalah klasik lingkungan hidup.

Pemerintah berdalih, dengan munculnya rumah warga di sekitar sungai, diharapkan sampah akan dibuang jauh dari area sungai. Lho lho lho… kok iso? Kita ini kan hidup di tengah masyarakat yang masih memandang sungai sebagai tempat sampah raksasa. Kalau demikian tawaran solusinya, bukannya malah akan menambah problem sampah baru? Saya ndak begitu paham dengan alur berpikir pemerintah, tapi yang jelas, berbagai aturan hukum formal masih membuka peluang sebesar-besarnya bagi pembangunan daripada kelestarian lingkungan hidup. Dan soal tata kelola di kawasan sekitar mata air, masih membuka ruang bagi munculnya gejolak sosial.

Sebenarnya, harapan masyarakat sekitar mata air sangat sederhana: ingin mata air tetap hidup, kalau bisa tambah besar. Besar dalam pengertian debit air dan manfaat tentunya. Namun ya gimana, pelestarian sumber mata air cuma sampai slogan kampanye saja, resiko ditanggung penumpang.

ASTAGHFIRULLAH!! Ini bulan suci Ramadhan, ndak boleh ngrasani pemerintah!!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline