Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Belajar Bukan Hal yang Menyenangkan Bagi Anak?

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika anak boleh memilih bebas (tanpa dimarahi), mana yang lebih disukainya belajar atau bermain game, tentu jawaban mereka yang jujur adalah bermain game. Pertanyaannya sekarang, mengapa main game itu lebih menyenangkan. Padahal otak sama-sama ikut merespon. Bedanya otak kiri terlalu berperan saat belajar. Membaca kata, menghitung angka, menganalisa, dan berlogika adalah unsur kerja yang di dominasi otak kiri. Yang akhirnya membuat otak kiri menjadi jenuh dan seolah “penuh”. Sedangkan bermain game, otak akan lebih sering melihat gambar, dan warna yang cenderung ke otak kanan, dan logika bermain games yang atur oleh otak kiri. Hingga otak kiri dan kanan akan berjalan seimbang. Walau anak berjam-jam di depan komputer atau mini games nya sambil berpikir bagaimana mengalahkan lawan main dan menyelesaikan permainan kata misalnya, si anak akan lebih betah dan asyik.

Perlakuan yang “salah” terhadap otak inilah yang menyebabkan proses belajar anak kita menjadi terganggu. Masalah yang biasanya muncul adalah :

1.Tidak bisa konsentrasi

2.Tidak paham apa yang di pelajari

3.Otak merasa “penuh” hingga tidak bisa belajar lebih banyak lagi.

Banyak orang tua yang bertanya, Mengapa anak sulit sekali untukberkonsentrasi saat belajar di kelas maupun saat belajar di rumah. Coba anda perhatikan, apa yang terjadi saat proses belajar di kelas ? Seorang guru menerangkan pelajaran dan anak menulis, mencatat, dan berpikir secara logis. Kemudian berdiskusi dengan semangat. Aktivitas yang hanya mengandalkan otak kiri. Hal ini terus menerus dilakukan selama proses belajar berlangsung, hingga membuat otak kiri overloaded dan kelebihan beban. Sedangkan otak akan menganggur dan akan menjadi tugas belahan otak untuk menyeimbangkannya. Dari kebanyakan kasus dalam proses penyeimbangan ini anak akan melamun dan hilanglah konsentrasinya pada pelajaran. Kegiatan melamun ini tidak bisa disalahkan karena ia hadir secara spontan dan alami.

Perlu para orang tua ketahui, memory otak kiri hanya menyimpan jangka pendek. Sehingga kebanyakan mereka yang hanya mengandalkan otak kiri akan mudah sekali lupa. Maka dari itu jika anak anda mengeluh saat tidak bisa mengerjakan soal ulangan sedangkan ia sudah belajar semalaman jangan langsung menganggap anak anda bodoh. Perlu di waspadai ada yang salah dalam sistem belajarnya. Saat ini, solusi satu-satunya adalah dengan menyeimbangkan kerja otak anak kita dengan seimbang saat mereka belajar. Mind Map adalah solusi belajar wajib untuk mereka bahkan kita para orang tua yang ingin mengoptimalkan potensi belajarnya. Mungkin ada yang protes, “Sudah tua begini belajar apa toh ?”. Eits, jangan salah bukankah menuntut ilmu itu wajib dari ayunan sampai liang lahat ?

Apa itu Mind Map ?

Mind Map adalah suatu teknis grafis yang memungkinkan kita untuk mengeksplorasi seluruh kemampuan kita untuk keperluan berpikir dan belajar. Dan sistem ini yang paling banyak di gunakan di dunia. Menurut Susanto Windura dalam bukunya “Mind Map Selangkah demi Selangkah” saat ini diperkirakan ada setengah milyar orang yang menggunakan mind map.

Mengapa Mind Map bisa bisa menjadi solusi yang hebat ? Kita lihat gambar dibawah ini :

Loh kok gambarnya tidak beraturan seperti halnya dengan tulisan yang rapi ? Perlu dipahami bahwa apa yang kelihatan rapi menurut kasat mata belum tentu akan rapi menurut otak kita. Dan kabar baiknya, mind map justru “rapi” dan di sukai otak kita.

Hal ini dikarenakan mind map melibatkanotak kiri dan kanan secara aktif dan bersamaan. Perhatikan tabel dibawah ini :

OTAK KIRI

·Tulisan

·Urutan Penulisan

·Hubungan antarkata

OTAK KANAN

·Warna

·Gambar

·Imajinasi

Jelas bukan, mind map dapat mengatasi permasalahan-permasalahan belajar untuk anak kita yang notabenenya bersumber dari tidak adanya penggunaan kedua belah otak yang sinergis. Disamping itu, mind map juga sudah sesuai dengan cara kerja alami otak kita. Loh memangnya selama ini kita belum menggunakan otak kita sesuai dengan cara kerja alaminya ? Sekarang, coba anda tutup mata dan bayangkan orang-orang yang anda sayangi. “Siapa yang anda bayangkan ?” Dari sekian yang mengikuti petunjuk ini ada yang menjawab orang tua, anak, suami/ istri.

Saat anda membayangkan tadi, apakah yang muncul di otak anda tulisan nama dari anak anda ? Misalnya “FATIMAH”. Tentu bukan, anda akan membayangkan wajah dari anak anda yang bernama Fatimah dan sekali lagi bukan tulisannya. Padahal tadi intruksi saya bukan bayangkan wajah orang yang anda sukai. Disini jelas terbukti bahwa cara kerja alami otak kita lebih cenderung berupa gambar atau image daripada bahasa verbal, baik lisan maupun tertulis atau lisan. Namun, lihat dunia sekitar kita, hampir semua bentuknya verbal, mulai dari koran, internet, buku catatan, majalah, negoisasi, penuturan guru saat menerangkan pelajaran dan sebagainya. Mind map menggunakan banyak gambar dan sekaligus menggunakan kedua belah otak kita secara bersamaan dan seimbang.

Bagaimana cara membuat Mind Map dan mengajarkannya kepada anak kita?

Sebelum mengajarkan pada anak kita bagaimana membuat mind map tentu kita harus mengusai dulu hukum grafis mind map. Hukum grafis mind map sama dengan hukum-hukum otak anda. Dan yang perlu anda siapkan sebelum membuat mind map pertama anda adalah :

1.Kertas putih polos

2.Pensil warna atau spidol minimal 3 warna

3.Imajinasi yang berasal dari otak anda

Pertama, atur posisi kertas anda berbentuk landscape. Kemudian tentukan ide atau gagasan utama yang akan kita bahas. Misalnya, Daftar Belanjaan. Gambar keranjang, atau apapun yang menurut anda sesuai dengan gagasan yang kita ambil di tengah-tengah kertas. Ini adalah pusat mind map, dan pusat mind map harus berupa gambar dan terletak di tengah-tengah.

Kemudian, gambar cabang yang terhubung pada pusat gambar. Cabang adalah pancaran dari gagasan yang kita ambil. Setiap cabang harus berbeda warna. Untuk keperluan meringkas, cabang biasanya merupakan sub-bab dari materi pelajaran yang sedang dibahas di gagasan utama. Diusahan cabang meliuk, bukan sekedar melengkung apalagi lurus. Karena cabang sesuai dengan pancaran kinerja otak kita yang tidak monoton. Panjang cabang disesuaikan dengan panjang kata kunci di atasnya.

Kata yang digunakan saat mebuat mind map harus berupa keyword dan gunakan gambar sebanyak mungkin. The last but not least, gunakan warna. Warna akan membuat otak kita hidup dan ini sangat disukai otak kita.

Para jenius abad 20 yang menggunakan mind map adalah orang-orang yang kita kenal lewat karya nya. Leonardo Da vinci (Si Jenius Millenium Terakhir), Albert Einstein (Penemu hukum relativitas), Pablo Picaso (Yang mengubah wajah seni abad ke-20), Thomas A.Edison (Penemu bola lampu), William Blake (visioner, artis, dan pujangga Inggris), Martha Graham (Penari dan Koreografer besar) dan banyak lagi. Mungkin sebelumnya yang kita tahu, Albert Einstein bisa jenius karena mengoptimalkan sisi otak kirinya saja. Padahal dalam sejarah Einstein adalah murid yang dikeluarkan dari kelas oleh gurunya karena kebiasaan dia melamun. Untuk membuat hukum relativitas dia tak hanya menggunakan hitung-hitungan tapi juga berkhayal dan membayangkan. Ia menggambar setiap pemikirannya dan inilah yang membuat Einstein jenius dengan menyeimbangkan dua sisi otaknya.

Dan kabarnya si jenius ini baru menggunakan 4 % dari kemampuan otaknya. Sedangkan menurut penyelidikan, manusia lainnya baru menggunakan potensi dan kapasitas otaknya kurang dari 1 % termasuk anda dan anak anda. Hal ini disebabkan lingkungan kita menuntut lebih banyak menggunakan unsur otak kiri dari pada otak kanannya. Sebagai manusia yang terus berkembang pemikirannya tentu kita ingin mengoptimalkan kinerja otak kita bukan ? Jangan berpikir lagi, ambil kertas, pensil warna, dan segera buat mind map pertama anda dengan loncatan imajinasi seperti ceetah.Ayo, ajak anak anda juga untuk menerapkannya.

(Any dari berbagai sumber)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline