Ada pepatah mengatakan "Semakin jauh kita berjalan semakin banyak pemandangan yang kita lihat, semakin banyak buku yang kita baca semakin banyak ilmu yang kita dapat"
Itu artinya hanya orang-orang yang mempunyai semangat tinggi untuk merubah kondisi dirinya menjadi paling terdepan meraih informasi dan akan menguasai banyak hal dengan tidak pernah absen bergulat dengan bahan bacaan, apapun bentuknya.
Pepatah diatas sangat relevan sekali dengan moment Nuzulul Qur'an pada 17 Ramadhan 1441 H ini. Mengapa demikian?, sebagaimana kita yakini bahwa al qur'an yang diturunkan pertama kali kepada Nabi Muhammad saw dengan tegas Allah perintahkan untuk membaca yaitu surat al Alaq ayat 1 -- 5 artinya sebagai berikut;
"1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." QS al Alaq 1-5.
Dalam ayat diatas Allah memberikan sinyal bahwa untuk memahami sesuatu harus melalui pengajaran dengan jalur tulis dan baca. Ini seolah akan kembali menagih kita, sudahkah akal yang dianugerahkan oleh Allah kita maksimalkan perannya, dengan banyak mengkaji, memahami, bahkan meneliti ayat-ayat Allah.
Prof. Dr. Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan al Qur'an menyebutkan bahwa perintah iqra' (bacalah) yang terambil dari kata qara'a digunakan dalam arti membaca, menelaah, menyampaikan dan sebagainya, dan karena obyeknya tidak disebutkan sehingga bersifat umum, maka obyek kata tersebut mencakup segala yang dapat terjangkau baik bacaan suci yang bersumber dari Tuhan maupun yang bukan, baik menyangkut ayat-ayat yang tertulis maupun yang tidak tertulis, sehingga mencakup telaah terhadap alam raya, masyarkat dan diri sendiri, ayat al qur'an, majalah, Koran dan sebagainya.
Dengan demikian, al qur'an secara dini menggarisbawahi pentingnya 'membaca' (literasi) dan keharusan adanya keikhlasan serta kepandaian memilih bahan-bahan bacaan yang tepat.
Oleh karena itu tidaklah keliru seandainya pemerintah melalui sekolah-sekolah menggiatkan adanya program literasi dalam setiap pertemuan atau tatap muka di sekolah. Kultur membaca yang masih rendah bagi sebagian besar masyarakat, memberi gambaran bahwa kebutuhan akan ilmu dan informasi melalui bahan-bahan bacaan masih perlu digenjot lagi hingga mencapai pada taraf kesadaran bahwa membaca itu adalah kebutuhan bukan lagi paksaan sesaat, yang akan hilang karena sekedar memenuhi formalitas akademik. Kemalasan akan menjadi musuh utama terutama bagi anak-anak (siswa) dengan tumbuhnya budaya serba instan.
Tantangan terberat adalah munculnya budaya pragmatis, kenapa bersusah-susah membaca, yang penting tujuan akhir mendapat nilai baik. Pembiasan literasi harus tidak bosan-bosannya ditekankan untuk melatih daya nalar seseorang, mengasah kecerdasan, dan tentunya akan melahirkan ghirah yang haus ilmu pengetahuan. Serta tidak kalah pentingnya adalah kegiatan membaca merupakan jalan yang mengantar manusia mencapai derajat kemanusiaannya yang sempurna. Sehingga, tidak berlebihan bila dikatakan membaca adalah syarat utama guna membangun peradaban.
Cerdas dan berbudi luhur