Lihat ke Halaman Asli

Perjudian Politik Bu Mega

Diperbarui: 6 Januari 2018   23:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto milik wartawan merdeka.com /arie basuki_

Oleh : Jejep Falahul Alam

Penunjukan mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saeful Hidayat sebagai calon gubernur Sumatera Utara (Sumut) oleh PDI Perjuangan sempat mengejutkan jagad perpolitikan tanah air. Pengusungan ini bisa dibilang perjudian politik Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri. Djarot sendiri merupakan calon wakil gubernur DKI Jakarta yangberpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilkada 2017 kemarin. Pasangan initumbang oleh duet Anies Baswedan-Sandi Salahudin Uno di putaran kedua.

Kekalahan Ahok-Djarot banyak dipengaruhui banyak faktor, tapi yang paling tajam akibat akibat isu SARA.Itu dibuktikan dengan dengan adanya rentetan aksi dari jutaan umat Islam yang datang ke ibu kota negara. Aksi ini menjadi sorotan utama berbagai pemberitaan di media massa, baik cetak elektronik maupun online di dalam di luar negeri. Efek kecil dari itu, nama Djarot pun ikut tergerus popularitasnya. Tentunya bagi pengurus DPP PDIP, mantan Wali Blitar dua periode ini harus diberikan panggung politik kembali. Alasanya ia dikenal sebagai kader PDIP yang bersih, memiliki pengalaman di birokrasi, kader potensial,loyal,merakyat,dll, sehingga sangat disayangkan jika harus nganggur di dunia perpolitikan.

Jalan itu terbuka, ketika momentum Pilkada serentak 2018.Namun Djarot tidak ditunjuk jadi Cagub Provinsi Jawa Tengah tapi Cagub Provinsi Sumut.Mungkin alasanya, Djarot ini tidak mungkin bisa menggeser posisi Ganjar Pranowo selaku incumbent,sehingga Sumut yang menjadi alternatifnya. Inilah yang menjadi sorotan, dan bukan tidak mungkin keputusan ini bakal menjadi bumerang bagi PDIP sendiri. Reaksi itu terbukti ketika saya melihat media sosial dari komunitas masyarakat setempat yang menolak kepemimpinan Djarot. 

Alasanya, mereka merasa dikerdilkan karena dianggap tidak ada putra daerah yang mampu memimpin Sumut, padahal stok pemimpin Sumut itu banyak. Ini tentunya akan menjadi salah satu isu yang akan dimainkan para rival Djarot. Disamping isuPilkada DKI dan ketidakhadiran Djarot saat pelantikan Anies-Sandi dengan alasan yang kuranglogis. Warga Sumut akan menilai sosok Djarot tidak negarawan. Memang betul, ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semua orang berhak maju menjadi calon kepala daerah, di mana pun tempatnya tinggalnya. Tidak ada yang salah, karena memang aturan Undang-undang kita tidak melarang itu. Tapi dalam menentukan figur calon juga perlu mempertimbangkan asal-usulnya dan karakteristik pemilihnya. 

Perlu diketahui, karakteristik pemilih di Pilkada itu terdiri dari tiga kriteria, yakni pemilih rasional, pemilih psikologis, dan pemilih sosiologis. Saat ini pemilih rasional jumlahnya sangat kecil karena mereka menilai dan melihat calon kandidat itu berdasarkan program kerja, kinerja, kepribadiaan,bersih dan sebagainya. 

Nah, pemilih sosiologis itu berdasarkan pertimbangan suku baik itu Jawa, Sunda, Betawi, Batak, Padang, dan sebagainya. Pemilih ini jumlahnya cukup banyak perlu menjadi bahan pertimbangan. Lalu pemilih sosiologis cenderung memilih dalamkaitan dengan konteks sosial. Dimana pilihan seseorang itu banyak dipengaruhi latar belakangdemografi,sosial ekonomi seperti   jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikankelas, pendapatan, dan agama.  

Maka dari itu, menurut pendapat saya, seharusnya PDIP mengusung kader PDIP kelahiran Sumut yang telah berkiprah di nasional.Seperti misalnya Maruarar Sirait. Dia merupakan politisi muda yang cerdas, bersih, rendah hati, santun, dekat dengan semua kalangan, dan memiliki segudang pengalamannya baik di dunia pemerintahan maupun bisnis yang tengah digelutinya.Terlebih Bang Ara sapaan Maruarar Sirait orang yang dekat Presiden Joko Widodo (Jokowi).Sebelum Jokowi bertarung di Pilpres, Bang Ara merupakan tim suksesnya yang berada di ring satu. Sehingga Presiden Joko Widodo tentunya akan ikut membantu menggoalkan Bang Ara menjadi Gubernur Sumut. 

Kehebatan Bang Ara juga tidak diragukan lagi,ia tiga periode menjabat Anggota DPR RI dari Dapil Jabar IX, yang meliputi (Majalengka-Sumedang-Subang).Dalam pemilihan itu, putra Sabam Sirait ini, meraih suara terbanyak di dapil tersebut, padahal ia bukan asli orang sunda tapi kelahiran Medan, dan beragama non muslim.Itu artinya Bang Ara bukan hanya jago kandang, di tanah bukan kelahirannya mampu membuktikannya sebagai politisi ulung. Selain Bang Ara, tentunya masih banyak lagi kader PDIP asal Sumut yang tengah berkiprah dengan level Nasional seperti Effendy Simbolon atau yang lainnya. 

Ini penting menjadi bahan masukan buat PDIP, agar nanti dalam pertarungan di Sumut biasa meraih kemenangan.Karena selain mesin partai sebagai salah satu kunci kemenangan, penentuan figur merupakan kunci utama dalam memenangkan perebutan kekuasaan.Semoga tulisan ini menjadi bahan masukan buat PDIP dan bukan berniat menggurui namun hanya sekadar mengingatkan, mumpung nasi belum menjadi bubur.Dan pendaftaraan ke KPU belum dilaksanakan.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline