Lihat ke Halaman Asli

Slogan "Kecantikan" yang Merusak?

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1424420401719295133

[caption id="attachment_369830" align="aligncenter" width="450" caption="katrina-kaif-wallppaer.com"][/caption]

Entah tanda tanya dari mana lagi ini, ketika tangan mulai mengepal, kaki mulai menapaki pijaknya, kepala seakan bergulat dengan sendiriya. Bahwa : momentum hari ini merupakan sebutir pertanyaan yang belum terbongkar. sebuah stigma yang sudah berdautlat di dalam masyarakat, rupanya kini menjalari pada sel-sel otak yang sulit saya remukan.

Berangkat pada sebuah didikan dari kecil lalu mengakar sampai tumbuh dewasa kemudian di celupkan kembali pada lingkungan yang ruang lingkupnya berselogan "yang cantik itu yang kulitnya putih, yang rambutnya panjang, tinggi, berisi, bermake-up tebal" begitulah kira-kira slogan yang mengandung zat adiktif. dan stigma tersebut mengajarkan saya untuk menjadi pahlawan munafik.

"eh bro, ente jangan munafik, kelakuan mata ente itu mengandung bahasa yang real, tak bisa bohong, pada kesempatan momentum kemaren mata ente seperti kurang makan, kelaparan mencari gading-daging segar". Dengan sedikit tertegun mendengar pernyataan seorang temen, saya mulai berfikir dan berasumsi dalam hati, apakah memang saya ini orang munafik, ketika asumsi saya sering bertebaran kemana-mana : "saya tidak perlu wanita cantik (fisik), percuma jika tidak baik". sedangkan mata saya sering jelalatan kemana-mana, memandangi daratan kewanitaan. Ah sudahlahh

Yaaaa memang saya tidak munafik.. saya suka cewe cantik (fisik), sexy, berambut panjang, berisi, tinggi, kaya. Demikianlah idaman semua pria. sebagai laki-laki yang cukup normal khususnya diri saya sendiri, resep kelezatan itu memang ada pada diri wanita, dan itu alami, iya betul-betul alami dan manusiawi. tetapi saya khawatir, ketika pernyataan demikian membuat saya terus berorientasi pada setigma tersebut.. Sementara hasrat/nafsu tak pernah kunjung padam, terus melihat penampakan-penampakan segumpal daging yang menggairahkan.

Dengan paradigma monoton seperti ini, akhirnya saya berfikir lebih keras lagi, merefleksi semua kekeliruan yang sudah mengakar di kepala, serta melakukan pembetulan persepsi. akhirnya saya sadar, ketika sebuah "kriteria wanita" di campuri dengan hal-hal yang berkaitan dengan slogan "yang cantik itu yang kulitnya putih". Maka secara tidak langsung saya membuat dinding pemisah, perbandingan yang di kedepankan yaitu antara yang cantik dan yang jelek secara fisik. Yang jelek (fisik) akan tersingkir dari mata, sedangkan yang cantik (fisik) akan selamanya menempel di kepala. Jika sudah demikian mengakar, akhirnya kita akan sangat sulit menjalin hubungan dengan wanita, sulit mencari pacar, bahkan calon istri. Akhirnya kita akan terus merasa sendiri, karena kesempurnaan kita berparameter fisik bukan lagi hati. Apa lagi cermin diri tak pernah kita tampakan, bahwa : kitapun harus menyadari kekuarang diri, sebagaimana kekurangan seorang wanita.

Catatan : penulis hanya ingin berbagi cerita kepada para pembaca yang budiman, karena tulisan di atas merupakan persoalan yang sedang saya alami sekarang.

----------------------

~SALAM KOMPASIANA ~

20-02-2015

------------------------------------




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline