Lihat ke Halaman Asli

Rekontekstualisasi Kebangkitan Bangsa

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

REKONTEKSTUALISASI KEBANGKITAN BANGSA

Meski Kita Tidak Lagi Berperang dan Angkat Senjata, Namun Sesungguhnya Kita Belumlah Merdeka, Kalau Tidak mau Disebut Semi Terjajah...

Hampir Enam puluh tujuh tahun seiring dengan perjalanan waktu untuk mewujudkan cita-cita pendiri Republik, ternyata bangsa ini belum juga menikmati kesejahteraan sebagaimana yang selalu dijanjikan rezim yang sedang berkuasa. Orde Lama dengan politik NASAKOM-nya telah gagal membawa kemakmuran bangsa. Tiga puluhan tahun pemerintah Orde Baru sebagai pengganti Orde Lama dengan tahapan REPELITA-nyapun ternyata belum juga mampu mewujudkan cita-cita kita bersama. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menjadi budaya, telah merongrong Nasionalisme dan Integritas bangsa. Pembodohan yang dilakukan Orde Baru telah membakar amarah bangsa kita yang kemudian melahirkan gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru.

Pemerintah era reformasi telah berjalan lebih dari satu dekade, namun belum juga nampak adanya perubahan yang signifikan sesuai dengan amanat Reformasi. Peristiwa krisis multi dimensi akibat kekurangmampuan dalam mengelola aset nasional, oligarki partai politik dan bencana alam yang terjadi secara bertubi-tubi telah menyebabkan bangsa ini terpuruk. Bahkan di era kemerdekaan, kondisinya masih terombang ambing di antara banyak kepentingan, baik itu Kepentingan Modal Internasional (GLOBAL) dengan Komprador Negara maupun Perselingkuhan Antara Konglomerat Hitam dengan para Politikus Gila yang bertamengkan kepentingan Rakyat.

Kebangkitan Nasional perlu dipahami sebagai kesadaran kolektif bangsa dan ungkapan tentang nasionalisme. Tetapinasionalisme itu bukanlah sesederhana Cinta akan Produk dalam negeri, cinta atas TIMNAS sepak bola Kita. Apalagi dalam era Tehnologi sekarang, Nasionalisme tidaklah sebatas kemampuan menciptakan Robot, Juara Olimpiade,Apalagi menghubungkan nasionalisme dengan Lagu Ciptaan Anak Negeri yang sedang demam dengan istilah K-POPnya. Lebih parahnya ukurunan nasionalisme ditentukan oleh suatu produk Iklan, jelas ini berbahaya.

Untuk itu diperlukan perubahan mindset serta moral bangsa dalam memahami nilai-nilai nasionalisme yang gayut dengan perkembangan. Dalam keberlanjutannya, kontekstual dengan masa kini, hal itu selayaknya dapat dipahami sebagai “Nation & Charakter Building” berbasis jati diri bangsa, untuk mengisi kemerdekaan didalam kerangka Pancasila serta NKRI yang berdaulat, sejahtera dan berkeadilan sosial.Dalam kaitan tersebut, kiranya perlu dilakukan kajian beberapa hal berikut ini (1) Sejarah bangsa Indonesia; harus dikenalkan kembali jati diribangsa, sebagai negara maritim-agraris-niaga, termasuk nilai-nilai luhur kehidupan bangsa dari masa ke masa. Hal ini sangat diperlukan untukmemberikan rasa cinta tanah air, kebanggaan, percaya diri dan guna menumbuhkan motivasi untuk maju berdasar semangat gotong royong sebagai nilai luhur bangsa Indonesia; (2) Pendidikan Bangsa; perlu diingatkan hakekat tujuan kemerdekaan ialah: mencerdaskan kehidupan bangsa untukmeningkatkan daya saing bangsa dan terwujudnya kesejahteraan bangsa sehingga dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa didalam pergaulan internasional.

Dalam Konteks ini Perlu dilakukan telaah tentang fenomena bahwa pendidikan diera kolonial kecenderungan telah menghasilkan semangat nasionalisme, sebaliknya di era kemerdekaan pendidikan nasional justru menghasilkan kiblat budaya kebaratbaratan.Apa yang tengah terjadi???

Yogyakarta 21 Mei 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline