Lihat ke Halaman Asli

Bernadeta Hestya

Terbuka terhadap perubahan, terbuka untuk belajar

Segelas Kopi untuk Perempuan Tangguh yang Bekerja di Rumah

Diperbarui: 12 November 2018   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Segelas kopi panas untukmu, Bunda. Yang sedari pagi tiada berhenti. Yang mencoba setia menjalankan segala tugasnya. Yang menempa diri dengan kesabaran tiada batas. Yang mencoba mengejawantahkan cinta yang mungkin tiada berbalas.

Minumlah sejenak segelas kopi ini, Bunda. Karena sedari pagi engkau belum juga berhenti. Saat azan subuh belum berkumandang, engkau sudah melantunkan ayat-ayat duluan. Engkau semangati diri, untuk sepanjang hari yang mungkin tiada tuntas hingga malam nanti. Segelas kopi setia menemanimu. Agar segala yang membuat pikiran keruh meluruh, berganti tawa sebagai usaha mewujudkan hari demi hari berjalan ceria.

Menarilah sejenak Bunda, berlenggak lenggoklah di depan cermin, keluarkan gerakan terindahmu, untukmu. Lihatlah engkau yang masih cukup menawan. Jangan lihat uban atau peluh yang berjatuhan sehabis engkau megepel tadi. 

Lihatlah senyummu yang manis mengembang, lihatlah rapi gigimu karena engkau rajin menggosok gigi bersama anak-anakmu setiap malam. Jangan sembunyikan senyum dan tawamu yang manis itu, Bunda. Engkau bukan wanita sembarangan. Engkau adalah sebuah mahkota yang disematkan Allah pada suatu keluarga yang sudah Ia rencanakan.

Lihatlah anak-anak hebat yang Dia titipkan kepadamu. Mereka bukan anak-anak biasa, tetapi luar biasa. Maka maklumlah bila tingkah mereka juga luar biasa..heheh..heheh. Engkau tersenyum sejenak. Itu satu hal penting yang sering engkau lupa, bahwa mereka anak-anak luar biasa, maka susah jadinya ketika engkau menuntut mereka untuk menjadi anak-anak yang biasa; yang tertib, yang sopan, yang mudah ditata.

Mereka yang penasaran dengan cara kerja senter yang bisa menghasilkan nyala lampu, lalu mereka membongkarnya, namun lupa cara mengembalikannya. Senyum, tunjukkan senyummu, jangan seringai kesalmu. 

Mereka yang naik ke dinding mengambil jam dinding karena penasaran dan melihat isi di dalam dan belakangnya. Lalu angka-angka penunjuk waktu pun berserakan. Alismu sudah hampir bertaut karena kesal. 

Senyum, senyum, jangan sembunyikan senyummu dibalik amarahmu, Bunda. Atau ketika mereka melihat acara televisi Marsha and The Bear, dan melihat Marsha dan beruang melompat-lompat girang di atas kasur, dan mereka pun dengan sigap menirukannya, hingga sprei yang sudah kau tata rapi pun luluh berserakan. Engkau mendengus kecewa, dan hampir meluap segala amarah. Hei tinggalkan itu, pergilah bertemu dengan teman-temanmu untuk tertawa sejenak.

Minumlah segelas kopi ini pelan-pelan, Bunda. Sambil duduk rehat sejenak. Setelah acara pagi yang begitu heboh dengan rentetan jadwal ketat mulai dari membangunkan, menyiapkan pakaian, membuat sarapan, menata bekal-bekal, hingga mengantar mereka ke sekolah dengan sepeda motor ngebut agar mereka datang tepat waktu sebelum bel berdentang. 

Senyum, senyumlah Bunda, karena engkau sudah berhasil mengantarkan mereka ke gerbang pintu sekolah dan mereka melambaikan tangan kepadamu dengan tawa lebar mereka. Selamat, engkau sudah memberi pagi mereka dengan gembira.

Kini engkau duduk sejenak di kursi beranda teras. Engkau mengupas sebuah mangga masak yang engkau beli di pasar tadi pagi. Setelah usai acara antar mengantar, engkau mampir ke pasar. Sebatang brokoli, seplastik wortel, dan seikat sawi hijau segar akan engkau buat ca untuk makan siang

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline