Lihat ke Halaman Asli

Jefri Hidayat

Saya bermukim di Padang, Sumbar. Hobi menulis.

Pro-Kontra Perpu : Kewenangan MK Dicabut Sebagian

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan KPK terhadap Ketua MK, Akil Muchtar beberapa waktu lalu public mulai meragukan kredibilitas MK dalam menyelesaikan berbagai perkara. Baik Judicial Riview, maupun sengketa Pilkada.

Kemarahan masyarakat dapat terlihat di berbagai social media seperti facebook, twitter maupun Blacberry Mesenger. Hamper setiap saat rakyat mengutuk prilaku hakim konstitusi itu. Mereka meluapkan kemarahannya dengan menulis di berbagai social media tersebut.

Reaksi masyarakat ditanggapi langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yuduyono beberapa waktu lalu melalui pidato kenegaraan, setelah Presiden bertemu dengan Ketua lembaga tinggi Negara di Istana merdeka.

Selain itu Presiden berencana menerbitkan Peraturan pengganti Undang-undang (Perpu) yang akan dikirimkan ke DPR agar di sahkan menjadi Undang-Undang.

“Kepercayaan masyarakat terhadap MK saat ini sangat rendah, dan diharapkan dengan langkan penyelamatan ini, kepercayaan kembali tumbuh terhadap MK. Terkait dengan Perpu, pemerintah akan segera mengirimkan aturan tersebut ke DPR, dan diharapkan akan bisa menjadi UU.”kata Presiden lewat Kompas. com

Terkait dengan terbitnya Perpu ini ada yang mendukung ada pula yang tidak seperti Jimly Assidiqi termasuk hakim-hakim MK sendiri. Karena, isi Perpu akan mengebiri kewenangan MK yang selama ini sangat besar.

Jimly Assidiqi menyebut Perpu itu produk Inkonstitusional. Namun, belakangan dibantah oleh Joko Suyanto melalui Bisnis. com. Karena, kata Menkopolhukam itu telah diatur dalam pasal 22 ayat 1 disebutkan, dalam hal keadaan yang memaksa presiden berhak menetapkan PP Pengganti Undang-Undang. Sedangkan ayat 2, Perpu tersebut harus mendapat persetujuan DPR, jika tidak mendapat persetujuan maka Perpu harus dicabut.

Sedangkan mantan Menkumham yang juga pakar hokum tata Negara, Yusril Ihza Mahendra mendukung ide Presiden tersebut.  Seperti yang dikutip Metro news. Com Yusril menyebut langkah Presiden sudah tepat.

"Langkah Presiden SBY untuk mengeluarkan perpu untuk mengubah Undang-Undang (UU) MK adalah langkah yang tepat untuk atasi krisis yang melanda MK," ujar Yusril di Jakarta, Sabtu.


Dan Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang tersebut mengusulkan pada Presiden diantaranya: memberikan kewenangan kepada Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi MK.

Ia juga mengusulkan perpu yang direncanakan Presiden hendaknya mengatur pencabutan kewenangan MK untuk mengadili perkara pilkada dengan masa transisi tertentu. Pemeriksaan perkara pilkada harus dikembalikan lagi ke pengadilan tinggi (PT) sesuai yurisdiksinya, tetapi ada kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Selain itu, ia mengusulkan PT dan MA dalam mengadili Pilkada harus sidang sacara terbuka, tidak (jangan) hanya membaca berkas seperti banding dan kasasi selama ini di MA.

"Hal ini dapat dilihat, misalnya, dalam mengadili sengketa verifikasi antara partai politik dengan KPU, sidang-sidang yang dilakukan oleh PT terbuka dan benar-benar sidang seperti sidang di pengadilan negeri tingkat pertama.

Jika yang diusulkan Yusril ini menjadi isi Perpu, maka wewenang MK hanya tinggal menguji UU dan sengketa Pemilu Legislatif DPR. Dan saya berharap apa yang diusulkan Yusril dapat dimuat dalam perpu tersebut. Karena MK sudah tidak bisa dipercaya lagi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline