Lihat ke Halaman Asli

Kenapa Tinggal Jokowi Satu-satunya Harapan?

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kita sudah menjajal atau merasakan kepemimpinan presiden dengan berbagai gaya dan tipe kepemimpinan. Ada Soekarno yang seorang orator ulung, politikus sejati, cinta mati kepada ideologi. Tidak mau berkompromi dengan siapapun kalau sudah menyangkut ideologi dan gagasan. Tidak suka mengumpulin harta, tetapi seorang yang sangat romantis dengan wanita. Saya suka terhadap pribadi beliau terlepas dengan segala kelemahannya. Tapi adakah manusia tanpa kekurangan???

Kemudian datang seorang jendral bernama Suharto. Karakternya tegas namun penuh senyum. Pemimpin yang rajin menyimak sebelum berkomentar. Murah senyum tapi tak segan menggebuk lawan-lawan politiknya. Memerintah dengan garis komando yang jelas. Semua orang dianggap prajurit, termasuk rakyatnya sendiri. Pencetus gagasan dwifungsi. Senang melakukan kunjungan ke desa-desa lewat klompencapir. Membasmi PKI dengan korban lebih dari 500 ribu jiwa. Memenjarakan Soekarno sampai akhir hayat. Berhasil menaikkan income perkapita rakyat Indonesia. Di akhir karirnya, terpaksa turun tahta karena integritas dan kredibilitasnya habis digerogoti anak-cucunya. Tapi adakan manusia tanpa kelemahan?

Datang Presiden Habibi, ahli teknologi pesawat terbang. Presiden dengan logika yang sangat kuat dan anti tahayul. Memimpin dengan konsep. Mengirim ribuan pelajar keluar negeri untuk menimba ilmu dengan biaya pemerintah. Serius mengembangkan teknologi dibidang apa saja. Menekankan kemandirian dibidang produksi dalam negeri dalam bidang teknologi tinggi. Berbicara dengan semangat yang berapi-api. Rasa percaya diri yang luar biasa. Tapi sayang rentang waktu pemerintahannya sangat terlalu pendek karena digunting  rekan sendiri dalam partai Golkar, Akbar Tanjung, Sang politikus ulung.

Setelah itu datang Gus Dur (Abdulrahman Wahid). Santri yang tidak pernah mondok dipesantren. Didukung poros tengah yang tidak senang Megawati menjadi presiden. Presiden yang terkenal sebagai bapak pluralisme, humanis dan religious...walaupun sering berselisih paham dengan para kiai yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Terlalu menggampangkan persoalan. Memimpin rapat kabinet sambil tidur (katanya). Berani mengganti Wiranto sebagai panglima ABRI (sedikit nekad mungkin karena enggak lihat).Membuat kabinet bayangan dimalam hari dengan para pembisiknya. Dilengserkan karena kasus Bulog. Sayang sekali. Tapi adakah manusia tanpa kelemahan?

Kemudian datang Megawati. Menggantikan Gus Dur yang dimosi tidak percaya oleh DPR/MPR. Katanya dalam situasi genting (demonstrasi mahasiswa 1997/1998), lebih suka milih tidur siang. Memimpin dengan kalem dengan gaya keibuan. Tidak suka berdebat disidang kabinet,lebih suka mendengarkan. Kalau kurang jelas, menterinya dipanggil sendiri-sendiri. Berpendirian sangat keras, susah dibelokkan walaupun oleh suami sendirin (alm Taufik Kemas). Dalam diplomasi politik banyak dibantu oleh suaminya yang merupakan King Maker dalam kabinet. Kurang taktis dalam melakukan manuver politik yang menyebabkan SBY memanfaatkan kelemahan tersebut untuk menjadi presiden yang berikutnya. Memang, tidak ada manusia yang sempurna.

Kemudian tampil Presiden SBY. Presiden yang paling ganteng (mungkin) yang pernah memimpin Indonesia.  Menang dalam pemilu duakali berturut-turut karena berhasil menampilkan citra  yang banyak menarik suara pemilih-pemilih perempuan. Agak sedikit jaim. Kurang mengakar kebawah. Sangat rentan terhadap pujian. Ragu-ragu dalam mengambil keputusan penting dibidang politik, lihat saja ketika akan menaikkan harga minyak. Suka menyetrap para menteri yang kurang disukai dalam bentuk mengurung mereka diruang tunggu sampai berjam-jam lamanya. Menerapkan aturan militer pada orang-orang sipil. Sangat suka berwacana tapi gamang dalam mengambil keputusan yang berisiko politik tinggi. Sedikit kurang PD. Tapi adakah manusia yang tanpa kelemahan?

2014!!! Ada Wiranto,Prabowo,Aburizal Bakri, Edi Pramono, Rhoma Irama,......last but not least Jokowi...! Kalau Wiranto.Prabowo dan Edi Pramono....sepertinya gak ada bedanya dengan Suharto. Mantan tentara yang biasanya doyan main perintah dan main tebas. Mudah2an kalau jadi presiden gak seperti itu. Aburizal Bakri? Kita memang gak pernah punya presiden dengan latar belakang pebisnis. Tapi...perusahaannya banyak yang gak beres. Lah kalau memimpin perusahaan aja gak beres, bagaimana mimpin negara yang lebih komplek permasalahannya? Belum lagi masalah Lapindo, sepertinya kalau jadi presiden dikawatirkan akan ada konflik kepentingan...kecuali kalau perusahaannya sehat wal-afiat semuanya. Itupun masih belum jadi jaminan. Siapa tahu akan ekspansi menjadi lebih besar dengan menggunakan pengaruh kepresidenan, Seperti Ketua PKS Luthfi dengan kasus impor daging...hehehehe.

Rhoma? Kita gak punya presiden dengan latar belakang seniman, Ada Ronald Reagan di Amerika dan juga di Philipina, mantan aktor. Reagan agak lumayan tapi yang di Philipina kelihatannya terlibat korupsi sehingga terpaksa harus di lengserkan. Kalau Rhoma jadi presiden, kayaknya kegiatan seni akan di prioritaskan, terutama seni musik dangdut. Pantura akan kebanjiran penyanyi dangdut dan akan banyak kafe-kafe yang bermunculan di wilayah Pantura. Kebijakan satu istri mungkin akan ditinjau kembali dan  akan memperoleh dukungan dari Ayam Bakar Wong Solo, Aa' Gym dan Ustad Arifin Ilham....barangkali.

Jokowi..., nah ini yang mungkin beda. Orangnya gak jaim. Suka blusukan. Dekat dengan akar rumput. Tidak suka main gusur se-enaknya tapi mau berembug untuk mencari solusi. Bukan orang kaya tapi dari keluarga sederhana, pernah menjadi pegawai tapi gak betah karena sistim SDM-nya banyak kongkalikong,ABS dan KKN. Akhirnya milih jadi pedagang mebel. Pernah di isukan beragama katolik tapi ternyata hanya keisengan dari para pesaing politiknya. Track record buruknya sangat sedikit bahkan mungkin tidak ada. Punya komitmen yang kuat dan berani mengambil keputusan yang tidak populer. Tegas tapi tetap ramah dan tidak sombong. Mau bernegosiasi tapi gak mau dikadali. Suka diremehkan para pesaing tapi tetap percaya diri. Kelihatannya gak ada ambisi memperkaya diri. Sayangnya, kemungkinan pencalonannya sangat tergantung kepada Megawati.

Apakah anda setuju penilaian ini? Kalau tidak ya tidak apa-apa karena beropini adalah hak asasi dan harus kita hargai di era demokrasi. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline