Lihat ke Halaman Asli

Guruku Profesional

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

"Pendidikan merupakan ikhtiar untuk mengembalikan fungsi pendidikan sebagai alat untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk penindasan dan ketertindasan yang dialami oleh masyarakat, baik dari soal kebodohan sampai ketertinggalan" (Paolo Freire).

Sebagai pendidik profesional yaitu berkehendak mengubah pola pikir lama menjadi pola pikir baru yang menempatkan siswa sebagai arsitek pembangun gagasan dan guru berfungsi untuk “melayani” dan berperan sebagai mitra siswa supaya peristiwa belajar bermakna berlangsung pada semua individu.

Melihat anak didik dimasa sekarang, tentu akan berbeda dengan sepuluh tahun yang lalu, dimana lebih banyak anak yang mempunyai cita-cita mempunyai lapangan kerja apalagi tuntutan global yang segala kebutuhan kerja membutuhkan keterangan lulus pendidikan (ijazah). Sementara pendidik selalu memposisikan dirinya ala gaya raja. Sedangkan tanggungjawabnya selalu diremehkan, demikian pula guru selalu berhadapan dengan murid yang kemudian menjadi cermin anak didik.

Menumbuhkan, memperhatikan siswa secara tulus adalah karakter yang harus dimiliki pendidik untuk menunjukkan rasa antosias mengajar sebagai tanggungjawab pendidik secara profesional. Sedangkan guru yang bertanggungjawab dan baik, bagaimana mempengaruhi prilaku siswa lebih kreatif dan dirinya sendiri sebagai pendidik/guru serta mendorong siswa berargumentasi. Maka, kualitas siswa lebih mudah untuk ditingkatkan.

Guru bergaul secara efektif, yaitu mencakup mengembangkan hubungan dinamis dan kretif dengan peserta didik, sejawat, orang tua siswa dan masyarakat. Mengembangkan hubungan atas dasar asas prinsip toleransi, menghormati, keterbukaan, dan berasaskan asah, asih asuh. Demikian pula, menjalin hubungan bekerja sama secara efektif pendidik dan peserta didik saling memberi dan menerima.

Pendidikan di sekolah tercipta efektif, apabila dari semua komponen, baik kurikulum, personalia, sarana prasana dan peserta didik – pendidikberiteraksi secara mantap dan dikelola secara profesional. Sedangkan guru profesional adalah guru yang kreatif imajinatif. Bagaiman gaya imajinasinya menjadi kuat dan melahirkan pemikiran-pemikiran khas profesinya yang profesional menjadi teladan yang baik secara moral maupun profesional.

Memegang peran profesinya yang menyandang predikat "Guru". Maka, guru sebagai tugas pokok profesinya khususnya kependidikan, yaitu bagaimana mempunyai kemampuan melakukan pembelajaran kelas secara efektif. Kondisi seperti ini, efektitas proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dapat terwujud, apabila bertindak secara profesional. Demikian pula menciptakan budaya efektif di dalam kelas, paling tidak bagaimana pendidik bercirikan; memiliki metode kemampuan terkait iklim di dalam kelas, keterampilan impersonal, khususnya memberikan rasa empati terhadap siswa dan ketulusan.

Kondisi seperti ini, guru dapat lebih mengoptimalkan tanggungjawabnya sebagi pendidik. Sebab, guru lebih banyak mempunyahi kesempatan merangsang kreatifitas siswa. Realitanya ketika melihat prilaku anak didik, sungguh sangat menyedihkan (ironis) dan prihatin, tawuran antar pelajar, kebiasaan membolos, tidak disiplin, tidak jujuran, dan tsumma na'udzubillah ketidak keidakhormatan kepada orang tua/guru. Rendahnya prestasi kreatifitas atau inovasi bagi siswa, maka pertanyaan yang sering muncul bagaimana menjadi guru ber-"akhlak" dankreatif?

Profesionalisme Guru

Sebagai pendidik, tentu menjadi cermin siswa dalam segala aspek. Bagaiman guru bisa mempunyai perencanan konkrit pembelajaran yang lebih muda dipahami oleh siswa. Menurut penulis sebagai pendidik/guru profesional memiliki beberapa karakteristik; (1) Membuat perencanaan konkrit dan detail yang siap untuk dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran; (2) Mengubah pola pikir lama menjadi pola pikir baru. Menempatkan siswa sebagai arsitek pembangun gagasan dan guru berfungsi untuk “melayani” dan mengayomi. Sehingga, peristiwa belajar mengajara bermakna pada semua individu; (3) Bersikap kritis dan berani menolak kehendak yang kurang edukatif; (4) Mengubah pola tindak dalam menetapkan peran siswa, guru dan gaya mengajar. Peran guru berfungsi sebagai fasilitator (pemberi kemudahan peristiwa belajar) dan bukan pada fungsi sebagai penghambat peristiwa belajar. Gaya mengajar, lebih difokuskan pada model pemberdayaan dan pengkondisian dari pada model latihan dan pemaksaan (indoktrinasi); (5) Berani meyakinkan kepala sekolah, orang tua, dan masyarakat agar dapat berpihak pada mereka terhadap beberapa inovasi pendidikan yang edukatif yang cendrung diterima oleh orang awam dengan menggunakan argumentasi logis dan kritis; (6) Bersikap kreatif dalam membangun dan menghasilkan karya pendidikan seperti pembuatan alat bantu belajar, analisis materi pembelajaran, menyusun alat penilaian yang beragam perancangan beragam organisasi kelas, dan perancangan kebutuhan pembelajaran lainnya.

Perspektif masyarakat, guru profesional adalah mampuh melaksanakan tugasnya secara profesional sebagai wakil pemerintah dalam menyiapkan bangsa dan negara yang berkulitas. Pelaksanaan pola pembaharuan sebagai tenaga kependidikan di indonesia disebutkan. Bahwa, guru profesional yaitu memiliki kompetensi pribadi, profesional dan kemasyarakatan. Komptensi guru, bisa ditandai dengan kemampuan menguasai bahan ajar, mengelola program pembelajaran, mengelola kelas, mengelola interaksi belajar mengajar dan mentransferkan nilai-nilai penelitian guna kepentingan kwalitas pembelajaran yang efektif.

Dengan kompetensi profesional guru (tugas sebagai profesi guru), sehingga mampu menciptakan proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara tepat dan efesien. Kemudian, prencanaan KBM mampu mengaktualisasikan dan mengembangkan nilai-nilai kemandirian pendidikan dapat terakomodir secara berkesinambungan sesuai dingan visi-misi pendidikan.

Guru Anak Kreatif

Menyiasati pekerjaan dan permasalahan yang harus diselesaikan. Maka, masalah yang muncul harus dicermati sedini mungkin sebagai tantangan utama bagi guru dan diantisipasi secara intensif (mengantisipasi sesuatu dan bukannya menunggu sampai harus ditugaskan). Untuk melakukan sesuatu khususnya untuk memperteliti (scrutinize) masalah dini yang menjadi masalah potensial.

Semua guru, bahwa anak dan pendidik diharapkan adanya interakasi proaktif-kreatif, professional dan bertanggungjawab. Karena guru adalah salah satu bagain dari tujuan dan sarana proses belajar mengajar secara pokok. Pembentukan nilai-nilai (prilaku) jiwa anak didik yang berakhlak al karimah, merumuskan dan menentukan strategi pembelajaran proaktif dan pendidikan berkualitas.

Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia, sehingga angka kemiskinan dan pengangguran dapat sedikit teratasi. Maka, ini sebuah tuntunan utama bagi guru yang harus diterapkan. Keistiqomaan, dalam proses belajar mengajar dan bagaimana bisa mengusai situasi dan kondisi kelas yang kondusif, "pekerjaan itu dilakukan dengan keahliannya dan dikerjakan secara sunggu-sungguh (itqan) dan rapi (ihsan)".

Kembali terhadap kritik dan saran yang sifatnya kritik membangun sangat diharapkan yang berorentasi terhadap peningkatan mutu pendidikan berstandar nasional – internasional sangat dibutuhkan. Sebab, setiap persoalan tanpa adanya kritik dan saran, mustahil pendidikan menemukan formasi tepat sasaran. Sesuai dengan amanah Undang-Undang Republik Indonesia (RI), setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan dan juga disebutkan dalam undang-undang pendidikan, guru profosional adalah agar guru dapat meningkatkan kemampuan akademis mereka mampu menjadi guru profosional.

Kembali terhadap pendidikan bermutu, merupakan program yang harus diwujudkan kepada bangsa dan Negara. Membebaskan manusia dari kebodohan, kemiskinan (humanizing human being), lemahnya ekonomi dan minimnya kepedulian masyarakat. Betapa pentingnya pendidikan terhadap masa depan bangsa dan Negara. Sebab, adanya kebijakan selalu tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, bahkan program peningkatan guru selalu tumpang tindih, seperti, kacurangan adanya persyaraan penyetoran sertifikasi (laporan forto polio), pemalusuan sertifikat dll.

Secara manusiawi sadar, bahwa kritik merupakan wujud dari kepedulian terhadap kebijakan yang menyalai prosedur yang ada. Namun, selama ini kritik dipandang sebagai salah satu kelompok untuk merebutkan dan mempertahankan kekuasaan. Sehingga, lahir kebijakan semu, abu-abu dan tidak mengenal arah dan tujuan.

Guru Kreatif

Jawa Timur (Jatim), satu-satunya propensi yang menerapkan program Wajib Belajar 12 Tahun (Wajar 12 Tahun). Ketika melihat terhadap tanggungjawab sebagai penyandang predikat "guru", ini merupakan sebuah renungan bagi para pendidik lebih profesional dalam mengembangkan apa yang menarik minat, bakat untuk mengekspresikan ide-ide kratiftasnya (tidak bersifat teoritis). Artinya, selama proses KBM siswa tidak jenuh, cepat ditangkap dan dipahami.

Dengan demikian, tuntutan utma adalah guru/pendidik lebih kreatif dan profesional terhadap proses KBM dan sistem Penguasaan Kelas (SPK). Demikian, konsentrasi untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan ekspresinya dalam mengembangkan pembelajaran yang efetif-proaktif seperti pengembangan (bahasa Indonessia, Bahasa Inggris, Matematika dll). Karena Pengembangan bahasa sangat diperlukan untuk lebih kreatif. Sehingga guru bidang study tertentu tidak perlu ragu lagi kadar keintelektualan peserta didik. Contoh konkritnya, seperti siswa yang banyak tidak Ujian Nasional (Unas) tahun sebelumnya. Sebab, siswa rata-rata banyak yang tidak lulus gara-gara tidak mempu memahami rangkaian tata bahasa soal Unas. Sehingga merasa sulit menjawabnya.

Akhirnya dari plus menus terhadap siswa, guru diharapkan lebih ditingkatkan dalam mengembang peran dan tanggungjawab sebagai guru yang kreatif-proaktif. Terutama kejujuran dan memberikan suri tauladan yang baik dan juga memberikan sumbangsi terhadap kreatifitas dan kemandirian pendidikan.

Tidak salah dari realita di atas, ini perlu menjadi bahan pelajaran bagi guru atau pemerintah sebagai pemegang kebijakan pendidikan secara umum. Dengan demikian, ketertinggalan prestasi pendidikan di Indonesia semoga mampu dikejar dan semoga menjadi "pendidikan yang rahmatal lil 'alamin".




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline