Lihat ke Halaman Asli

Berhenti Menangis atau Tetap Mengenangnya??

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Ini alkisah seorang laki-laki atau kepala keluarga yang akan dikenang selama hidup anak-anaknya.

Dia adalah seorang ayah dari 12 bersaudara dari anak-anaknya, lahir di tahun 1930an masih era penjajahan, anak pertama yang tentunya sangat berat baginya. sesampainya dia dewasa setelah melewati masa-masa sulit di aman penjajahan, dia mengadu nasib sebagai kuli disebuah toko/agen minuman, seiring tahun berjalan itupun dia jalani demi menopang kebutuhan keluarga karena dia adalah anak pertama diantara saudara-saudaranya. Hingga saudara-saudaranya dewasa dan mampu menghidupi diri sendiri akhirnya dia pun memutuskan untuk berencana berkeluarga hingga dia dipertemukan dengan seorang wanita dan mengucap janji sehidup semati meskipun tanpa restu dari pihak keluarga wanita. Dan dia dikaruniai 12 Anak, 5 putri dan 7 putra walaupun anak yang ke 11 sudah tiada di usia yang muda.

Dia beralih profesi semenjak berkeluarga sebagai wiraswastawan, dia membuka took perlengkapan muslim yang sampai saat ini masih berdiri di Jakarta utara, hingga dia mampu menghidupi anak-anaknya hingga dia sekolah walaupun rata-rata sekedar lulusan SLTA/Sederajat, tapi dia mampu memberikan pendidkan dari salah satu putrinya hingga Sarjana. ( Baca juga :Jasa Penerjemah )

Semasa hidupnya dia adalah orang tua yang ulet dan mampu memegang tugas layaknya seorang ibu, dari 12 anaknya hingga mereka dewasa dialah yang selalu mengurus keperluannya setiap hari, mulai dari makan,mandi,buang air besar dan kecil,baju dan lainnya. Entah apa yang ada dalam pikirannya sampai dia mampu berbuat seperti layaknya bunda. Sangat disayangkan jika memiliki pasangan wanita yang tidak menerima kodratnya sebagai ibu. Sampai akhhirnya anak-anaknya dewasa dan mempunyai anak cucu, selama hidupnya pun selalu seperti dulu tetap mengurus rumah tangga.

Ada beberapa anak-anaknya yang tidak tahu diri, selalu merepotkannya,menyakiti perasaannya dan hingga akhir hidupnya pun dia belum merasakan kebahagiaan yang patut dia terima.

Kebetulan dia adalah pengurus RT ditempatnya, dia rajin bersosialisasi, beribadah sampai-sampai hampir tiap bulan dia menyantuni anak yatim-piatu, dia adalah orang yang ramah sesekali humoris dikenal sangat baik dilingkungan dan teman-temannya, sampai dihari terakhirnya dipagi hari dia pergi menunaikan shalat shubuh dia merasakan sesuatu yang aneh ditubuhnya sesuatu yang tidak disangka-sangka bahwa dia memiliki penyakit kronis, sampai akhirnya dia tahan dan mampu menyelesaikan shalat shubuhnya dan baru kemudian datanglah penyakit itu sampai dia tidak mampu bertahan dan akhirnya dia dibawa ke Rumah sakit terdekat oleh teman-teman ibadahnya pada saat itu, hingga dia dirawat sampai 3 hari dan sampai dia menghembuskan nafas terakhirnya. ( Baca juga : Jasa Legalisasi )

Sungguh mulia jalan dia menuju kembali ke maha kuasa, akhirnya dia dimakamkan dengan damai dan meninggalkan 11 anaknya dan puluhan cucu-cucunya.

Semasa hidupnya tidak pernah mendapatperlakuan penuh layaknya seorang ayah, sampai penderitaannya tidak pernah diungkapkan didepan anak-anaknya, dia wafat penuh rahasia hanya sedikit cerita unek-uneknya saja yang dia paparkan pada salah satu temannya.

Kini yang ditinggalkannya pun penuh rasa penyesalan, perlakuan mereka terhadap orang tua yang selama ini mengasihinya, kini hari-hari penuh ratapan kesedihan dan entah sampai kapan akan berhenti.

Mudah-mudahan apa yang mereka perbuat akan mereka tuai kembali dan hanya yang kuasa yang tahu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline