Lihat ke Halaman Asli

Peranan DK Bagi Perdagangan LN Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Profesor Koerniatmanto Soetoprawiro mengajak untuk melihat manfaat Dwi Kewarganegaraan bagi peningkatan perdagangan luar negeri Indonesia. Anjuran itu disampaikan oleh guru besar dari Universitas Parahyangan ini dalam pertemuan dengan diaspora Indonesia di KBRI Den Haag 18 Oktober kemarin.

Pertemuan ini diselengarakan oleh Gugus Tugas atau Task Force Imigrasi dan Kewarganegaraan Jaringan Diaspora Indonesia di Belanda (TFIK-IDN-NL). Setelah sambutan Ketua IDN-NL Ebed Litaay yang menyatakan kegembiraannya atas kedatangan Prof Koerni, koordinator TFIK-IDN-NL, Herman Syah memaparkan hasrat para diaspora.

Jebolan Universitas Tehnik Delft ini mengatakan betapa cintanya diaspora Indonesia terhadap tanah air. Ini terbukti dari kegiatan-kegiatan para diaspora untuk membantu negeri kelahiran mereka. Sesuai dengan bidangnya masing-masing mereka banyak membantu Indonesia, seperti di bidang medis dan lingkungan hidup dan bantuan dana.

Tema utama pertemuan yang dihadiri sekitar 25 orang itu, adalah soal Dwi Kewarganegaraan (DK) seumur hidup. Indonesia sebenarnya sudah mengakui DK. Sejak tahun 2006 anak-anak sampai usia 18 tahun boleh memiliki DK. UU ini berhasil digolkan antara lain berkat peranan profesor Koerni, nama panggilan guru besar yang berkunjung ke Belanda secara pribadi ini.

Para diaspora yang hadir di pertemuan KBRI Den Haag itu berkesempatan untuk menjelaskan kenapa mereka ingin agar bisa memiliki DK. Herman Syah mengatakan, untuk meniti karir setinggi-tingginya di luar negeri, warga negara Indonesia (WNI) kadang perlu menjadi warga negara asing .

Menjadi warga negara Belanda misalnya mempermudah perjalanan, contohnya gampang mendapat visa Amerika dan Inggris. Berdasarkan pengalaman banyak WNI, pemegang paspor RI sangat sulit mendapat visa untuk mengunjungi kedua negara ini.

Menjadi warga negara Belanda juga meringankan beban studi. Masalahnya WNA di Belanda dibebani beaya kuliah lebih mahal ketimbang warga negara Belanda. Makanya banyak remaja Indonesia yang lahir di negeri kincir angin ini terpaksa menjadi warga negara Belanda demi kelancaran studinya.

“Saya sangat sedih,” kata ibu Khadijah. Perempuan yang sudah 19 tahun tinggal di Belanda ini hampir menangis, ketika menceritakan anaknya terpaksa menjadi warga negara Belanda. Yang membuat sedih, lanjutnya, adalah kelihangan kewarganegaraan RI. Soalnya menurut peraturan kewarganegaraan RI yang ada sekarang, orang Indonesia yang menjadi WNA otomatis kehilangan kewarganegaraan Indonesianya.

Dengan penuh humor dan lugas profesor Koerni memaparkan kemungkinan penggolan UU DK seumur hidup. Bersama para hadirin ia menelaah apa saja manfaat DK bagi Indonesia dan atas dasar apa Indonesia harus mengakui DK. Ketua IDN-NL, Ebed Litaay, mengatakan DK itu adalah hak asasi manusia. Setelah sempat agak ragu, profesor Koerni akhirnya setuju.

Namun Pak Prof lebih cendrung pada alasan peningkatan perdagangan Indonesia dengan luar negeri. Dengan kata lain, kalau warga negara Indonesia dibolehkan memiliki DK, maka perdagangan Indonesia dengan luar negeri akan meningkat pesat. Karena dengan memiki DK, diaspora yang sudah menjadi WNA gampang berinvestasi dan berdagang dengan Indonesia sebagai negeri asalnnya.

Namun demikian guru besar Universitas Parahyangan ini menekankan, pemberlakuan DK itu harus selektif dan harus ada perjanjian kongkret dengan negara tempat diaspora merantau. Misalnya ia setuju kalau WNI memiliki kewarnegaraan Belanda atau negara-negara Eropa lainnya. Tapi profesor ini sangat tidak setuju kalau Indonesia membolehkan DK bagi WNI di Singapura.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline