Lihat ke Halaman Asli

M.Dahlan Abubakar

Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin

Pesona Wisata di Asa Kota Bima

Diperbarui: 16 April 2021   21:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Asa Kota Bima dari udara (Foto MDA)

Kota Bima memiliki pelabuhan yang terlindung oleh gelombang   dari laut lepas. Pelabuhan ini terletak di dalam "danau" teluk yang dikitari gunung dan bukit. 

Jalur air yang menghubungkan teluk dengan laut lepas, Laut Flores di utara Pulau Sumbawa orang Bima menyebutnya "Asa Kota" (mulut kota).

Mulut kota ini merupakan satu jalur laut tempat kapal-kapal akan masuk dan keluar ke dan dari  Pelabuhan Bima. 

Konon, pada zaman dulu, penjajahan sering terkibuli oleh kapal-kapal yang masuk bersembunyi di Teluk Bima ini karena "pintu" masuknya tersembunyi jika dilihat dari arah timur dan barat. Kapal-kapal yang berlayar tegak lurus dari utara yang dapat menemukan pintu masuk ini dengan tepat.

Belum diketahui pasti berapa sebenarnya lebar "Asa Kota" Bima dari tepi timur hingga ke tepi barat. Yang jelas, setiap kapal, terutama  yang berbobot berat harus mengurangi kecepatannya ketika melintasi jalur laut yang diapit dua sisi daratan ini. Penulis sempat menyaksikan pergerakan kapal dari atas ruang kemudi ketika akan melintasi  "Asa Kota" saat akan merapat ke Pelabuhan Bima.  Waktu itu, KM Kelimutu, sedang dalam perjalanan untuk diresmikan di Pelabuhan Tenau Kupang tahun 1986. Saya dapat menyaksikan Capten KM Kelimutu Oerip Tjahjadi yang berdiri di anjungan kemudi serius menyaksikan alur laut yang sangat sempit ini. Sebab kalau tidak hati-hati kapal bisa menabrak tepi daratan yang rata-rata batu keras. Lagi pula, teluk ini bertepi tidak lurus, sehingga kapal besar,seperti kapal penumpang PT Pelni harus sedikit hati-hati dan zig zag,

            Di tepi timur Asa Kota terdapat objek wisata yang menarik dengan pantai yang sangat landai dan tenang. Saya tidak tahu apakah di tepi barat juga terdapat objek wisata. Hanya saja pada November 1971, dalam pelayaran dari Pelabuhan Bima ke Makassar menggunakan perahu layar pinisi "Masyalihul Ahyar" milik orang Bugis, saya pernah mampir mengambil air di salah satu tempat yang disebut "wadu pa'a" (batu pahat). Air di situ tidak pernah kering pada musim kemarau dan menjadi tempat para nelayan singgah mengisi air tawar sebelum melanjutkan perjalanan ke Sulawesi, Kalimantan, Jawa, atau ke timur. 

Pantai Ule  

Pantai ule meripakan satu tempat yang selalu menarik perhatian pengunjung lokal untuk disambangi. Terletak di sisi timur Teluk Bima, Pantai Ule termasuk objek wisata lokal yang mudah dijangkau warga. Jalan raya ke sana cukup mulus. Hanya kondisinya meliuk-liuk dengan tanjakan dan turunan tajam. Pengemudi harus ekstra hati-hati. Sebab, jika salah "nyenter" kiri, urusannya bisa berakhir di bawah laut. 

 Pantai ule letaknya dekat dari dari kota Bima. Jaraknya sekitar 10 km, sehingga mudah dijangkau.  Hanya saja pada saat hari libur, banyak pengunjung ke sana, membuat kendaraan ramai dan lalu lintas padat. 

Batu-batu besar di pinggir pantai seolah menjadi tempat untuk melepas lelah yang menyenangkan diterpa angin laut. Jika sore hari kita berada di sini, akan dapat menyaksikan matahari lenyap dari balik barisan Gunung Soromandi yang seolah menjadi benteng pertahanan Asa Kota di sisi barat, Jadi, sangat sayang jika dilewatkan begitu saja.  

Pantai Kolo  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline