Masih sering dengar ngga slogan “Makin Banyak Anak Makin Banyak Rejeki”. Pertanyaannya apakah slogan itu masih berlaku di zaman sekarang ini. Perspektif ini sering ada bukan hanya di kalangan ekonomi lemah tetapi juga di kalangan ekonomi mapan. Untuk masyarakat kalangan ekonomi yang secara ekonomi sudah mapan menganggap masih mampu memberi makan 9 anak. Tetapi perspektif semacam itu sangat bertentangan dengan kesejahteraan nasional bangsa kita. Artinya apabila kita semua makan kangkung. Bagi keluarga dengan 9 anak itu sebenarnya dapat memberikan porsi kelebihan konsumsinya kepada orang lain . Apabila keluarga itu tak egois, hanya 2 anak saja, maka keluarga itu cukup mengambil makanannya untuk 2 anak, dan 7 yang lainnya untuk orang lain. Kelebihan porsi ini jika digandakan dari satu ke luarga ditambah ke luarga lain yang mempunyai lebih dari 2 anak , akan menjadi masalah sosial .
Ayo, kita menengok ke tanah air kita yang tercinta ini. Tidak usah jauh-jauh, di Tangerang Selatan, dimana Ibu Airin Rachmi Dianny, Walikotanya, Tangerang Selatan luasnya hanya 147,19 km atau 14,719 ha memiliki kepadatan penduduk 8,766.orang/km2. Alangkah mengagetkan, tetapi menurut Ibu Bupati Tangerang Selatan, pertambahan penduduk sebesar 1,4 juta itu disebabkan oleh migrasi penduduk dari kota Jakarta sekitarnya bergeser ke Tangerang Selatan, ada juga yang baru pindah dari daerah lain, memilih untuk tinggal di Tangerang Selatan.
Bagaimana kondisi suatu kota dan negara jika penduduknya begitu padat?
[caption caption="google.com"]
[/caption]
Proyeksi penduduk Indonesia pada tahun 2015: 255,5 juta Jiwa (meningkat 7.5 % dari tahun 2010)
Proyeksi jumlah balita pada tahun 2015 : 47,4 juta jiwa
Proyeksi jumlah remaja pada tahun 2015 : 66 juta jiwa
Proyeksi jumlah lansia pada tahun 2015 : 21,7 juta jiwa
Kenaikan dan Kepadatan penduduk secara nasional memberikan dampak besar baik itu dari segi kesehatan, pendidikan serta kesejahteraan. Dari Segi kesehatan dampaknya yang pasti adalah semakin bertambahnya angka kematian anak dan ibu yang meningkat dan resiko kesehatan bagi ibu karena angka kelahiran yang terlalu dekat, terlalu muda, terlalu banyak anak, terlalu tua. Setiap proses kelahiran di usia yang tidak ideal seperti terlalu muda ada resikonya. Resiko Rahim yang belum kuat untuk hamil, keguguran, kanker leher rahim, kematian ibu dan janin, terhambat ibu meneruskan pendidikan lanjut, ibu belum siap secara mental merawat anaknya.
Dari segi pendidikan meningkatnya jumlah penduduk, berarti sulitnya meningkatkan kualitas pendidikan bagi keluarga. Keluarga yang memiliki anak lebih dari dua dari ekonomi lemah, hanya mampu menyekolahkan anaknya sampai anak kedua, otomatis anak yang lain akan terlantar. Anak yang terlantar pendidikannya , sulit mendapat pekerjaan yang layak. Akibatnya mereka hanya mendapat gaji sesuai dengan gaji minimum hidup layak. Tidak ada kesejahteraan yang menjamin keluarganya.
Dari segi ekonomi, Dr. Abidinsjah Siregar, Deputi Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bidang Advokasi memaparkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak sepadan dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia hanya 5.1% pada tahun 2015 (paling kecil di antara negara Asia Tenggara) . Pertumbuhan penduduk Indonesia melesat maju hingga 7.5 % . Untuk mencapai keluarga sejahtera, Idealnya, angka pertumbuhan ekonomi harus tinggi dari angka pertumbuhan penduduk, kata Dr. Abidinsjah sambil mengangkat tangannya keatas menunjukkan pertumbuhan ekonomi, dan menurunkan tangannya mendatar menunjukkan pertumbuhan penduduk yang melandai.
Jika pertumbuhan penduduk Indonesia ini tidak dikendalikan dengan kuat , nasib negara kita kemungkinan akan menjadi seperti negara Afrika. Kelaparan, dan kemiskinan akan terjadi.
[caption caption="google.com"]
[/caption]