Bulan September tahun ini, berita mengejutkan datang dari German dan China. Terjadinya banjir yang cukup dahsyat. Sebelumnya di dua tempat itu tidak pernah banjir. Banjirnya bukan sembarang banjir, tapi seperti banjir bandang bak lautan, rumah-rumah yang dikepung banjir dengan derasny air
Bukan hanya banjir, tapi bulan September di Jabotabek, udara panas sangat terasa sekali mencapa sekitar 23-35 derajat celcius. Padahal memasuki bulan September, umumnya sudah memasuki musim hujan.
Mengapa banjir, cuaca yang lebih panas dari kondisi normalnya bisa terjadi?
Itulah peringatan bagi kita semua terjadinya cuaca ekstrim di seluruh dunia.
Cuaca ekstrim juga sering disebut pemanasan global atau global warming. Matahari memancarkan energi ke bumi.
Bumi memantulkan kembali ke awan atau partikel di atmosfer , 25% diserap oleh awan, 45% diserap permukaan bumi dan 30% lainnya dipantulkan kembali ke permukaan bumi.
Sayangnya, energi yang dipantulkan terhalang oleh karbon dioksida (CO2) dan gas lainnya.
Saat ini stok Emisi karbon yang ada di atmosfer kita sekarang sudah mencapai maximal dan bisa bertahan hingga 10.000 tahun jika emisi karbon bisa dikurangi.
Jika tidak dikurangi akibatnya suhu udara akan bertambah sebesar 0,3 celsius per tahun, dan pada tahun 2050 akan bertambah lebih dari 1,5C.