" Di tengah-tengah Kesulitan, Pasti Selalu Ada Peluang". - Albert Einstein
Badai Covid-19
Jelang akhir tahun 2019, tantangan dari perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh ketidak pastian ekonomi global dan perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Belum selesai goncangan ekonomi global, tiba-tiba datanglah badai Covid-19 yang tidak pernah diprediksi sebelumnya.
Pertama kali bulan Maret 2020, Presiden Jokowi mengumumkan adanya dua pasien yang positif Covid-19. Sejak saat itu, kondisi perekonomi berhenti total karena adanya PSBB untuk penghentian transmisi Covid-19. PSBB mempengaruhi pelemahan ekonomi domestik hingga kuartal III-2020, hal ini dilaporkan oleh Laporan Kebijakan Moneter Triwulan I-2020 yang dirilis beberapa bulan yang lalu.
Roda perekonomian di Indonesia yang tak bergerak itu meliputi hampir semua sektor seperti manufaktur,pariwisata, pendidikan, perdagangan berhenti total selama hampir 2-3 bulan. Produksi perusahaan menurun karena tidak adanya permintaan, bahkan ada yang turun hingga 0%. Daya beli warga turun drastis karena tidak adanya pekerjaan.
Inilah krisis yang dahsyat menggerogoti sendi-sendi perekonomian Indonesia termasuk semua warga Indonesia baik ekonomi menengah sampai mereka yang rentan terhadap pemutusan dan kehilangan pekerjaan. Namun, penyebab krisis tahun 2020 sangat berbeda dengan kondisi krisis keuangan di tahun 1998 dan tahun 2008 yang disebabkan oleh faktor global.
Krisis Keuangan 2008 vs 2020
Krisis tahun 2008 adalah krisis finansial yang berdampak kepada sistem keuangan (Lembaga Keuangan, Bank, Pasar Uang, Perusahaan ). Sistem keuangan yang tidak stabil membuat Bank Indonesia mengimplementasikan Kebijakan Makroprudential. Kebijakan Makroprudential ibaratnya alat pengatur lalu lintas agar kendaraan tidak macet dan saling tabrakan. Agar kendaraan dapat berjalan lancar maka diberikanlah aturan yaitu makroprudential supaya elemen sistem keuangan Indonesia dapat berjalan stabil.
Salah satu implementasi Makroprudential yang dilakukan oleh Bank Indonesia di tahun 2012, apabila pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi atau ekspansi kredit oleh perbankan sudah dianggap melampaui batasnya maka rem yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia adalah menaikkan porsi uang muka kredit. Istilah dalam perbankan dikenal dengan nama Loan to value (LTV). Setelah LTV berjalan baik, maka diadakan pelonggaran LTV.
Krisis tahun 2020 penyebabnya adalah pandemi. Adanya penyebaran virus Covid-19. Penanganan dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan dari WHO dimana semua orang , bekerja,belajar dan bermain di rumah. Bisnis tidak ada kegiatan, tidak ada permintaan. Perusahaan tidak dapat mempertahankan karyawannya karena tidak ada kegiatan penjualan sama sekali. Akibatnya aktivitas ekonomi berkontraksi , pengangguran naik tajam, harga komoditas turun tajam dan volatilitas sektor keuangan. Bahkan dampak pada perekonomian Indonesia membuat target pertumbuhan berubah dari 4% turun menjadi 2% bahkan terakhir hampir 0%.
Tugas berat bagi Pemerintah untuk membiayai penanganan Covid-19 , postur APBN turun menjadi 1,760,9 T dan belanja negara naik jadi Rp.2,613,8T. Pembiayaan utang Rp.654T , defisit mencapai RP.853T atau 5,07% PDB.
Peran Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam menangani keuangan untuk Covid-19
Agar resesi tidak terjadi, KKSK yang terdiri dari Kementrian Keuangan, Bank Indonesia, OJK dan LPS sebagai otoritas keuangan mulai bergerak dengan peran dan tanggung jawabnya masing-masing.