Awal mula saya berkenalan dengan jamu adalah saat masih kecil. Kami di rumah tidak ada yang suka jamu. Tapi karena saya sering main ke tetangga yang suka minum jamu, maka saya kenal jamu. Tetangga saya minum jamunya itu berlangganan dengan Mbok (ibu) gendongan jamu.
Cara berjualan Mbok jamu gendongan itu adalah dengan menawarkan door to door, berjalan kami dengan membawa gendongannya berisi botol-botol jamu. Cairan ramuan itu dikemas dalam botol. Isi botol itu ada yang disebut sinom, beras kencur, cabe puyeng, kunci sirih.
Waktu pembeli minta beras kencur, si Mbok gendongan segera mengambil botol ramuan beras kencur. Dia mengocok botolnya dan menuangkan di gelas, lalu menyodorkan kepada pembeli.
Seringkali, bagi yang tidak terbiasa minum jamu (seperti saya), konotasi jamu adalah pahit. Bagi yang ngga suka pahit, setelah minum yang pahit, bisa minta jamu yang manis.
Minum jamu gendongan bukan hanya di desa, tapi di kota besar. Tapi cara pemasarannya yang berevolusi. Awalnya dengan gendongan , lalu dengan naik sepeda atau sepeda motor, dan terakhir adalah dengan membuka gerai.
Gerai yang dibuka itu bisa dipesan secara offline atau online. Untuk gerai yang menerima order secara Online bekerja sama dengan GoFood.
Jamu kekayaan Rempah di Indonesia
Di hari Jamu Indonesia ke-11 (27 Mei 2020) , jamu masih menjadi favorit sebagian warga Indonesia. Bahkan, seringkali orang awam menganggap jamu sebagai obat herbal atau alternatif. Dalam BOPM ada tiga kategori perbedaan jamu , obat herbal Tersandar (OHT) dan Fitofarmaka.
Jamu adalah keamanan dan kemanfaatan dibuktikan secara empiris, OHT keamanan dan kemanfaatan dibuktikan secara ilmiah melalui uji pra klinik, sedangkan fitofarmaka keamanan dan kemanfaatan dibuktikan secara uji klinik.
Bahan dasar jamu terdiri dari 7 yaitu kunyit, kencur, kedawaung, cengkeh, kayu manis, jahe, kapulaga..
Awal mula bentuknya dalam bentuk cairan yang sudah diramu. TEtapi sekarang ini ada yang berbentuk sachet . Sachet dibuka dan dituangkan dan dicampur dan diseduh dengan air.